Alat Deteksi Tsunami Karya Siswa SMK 3 Gowa Dinilai Lebih Baik Dibanding TOA
A
A
A
JAKARTA - Alat deteksi dini tsunami karya siswa SMK 3 Gowa, Sulsel yang diluncurkan belum lama ini dinilai lebih baik dibandingkan TOA sebagai deteksi dini bencana, khususnya banjir.
"Ya (karya siswa itu) itu lebih rasional lah. Kalau pakai TOA itu kan dilakukan petugas, nah kalau petugasnya sendiri kena banjir gimana?” tutur Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/1/2020). (Baca juga: 15 Tahun Tsunami Aceh, Warga Ziarah ke Kuburan Massal di Ulee Lheue)
Diketahui, siswa SMK 3 Kabupaten Gowa dengan dukungan penuh Kepala Dinas Pendidikan saat itu Irman Yasin Limpo berhasil membuat alat pendeteksi tsunami yang dipasang di laut. Alat in bekerja dengan mendeteksi tekanan atau suhu udara sehingga sebelum tinggi air terdeteksi, suhunya saja itu sudah mengirimkan penanda tinggi air.
Suhu yang terdeteksi kemudian memberikan sinyal yang dikirim dari alat yang ada di tengah laut itu, kemudian diterima oleh penerima sinyal (receiver) yang ada di gong raksasa andalan, di samping Benteng Rotterdam. Gong tersebut kemudian akan mengeluarkan bunyi gong yang bisa langsung didengar masyarakat.
Menurut Ida, pihaknya pernah mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menganggarkan alat pendeteksi banjir maupun tsunami ketika terjadi tsunami di Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu. Namun, usulan itu tidak direspons dengan alasan sudah ada alatnya.
Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta bakal menambah enam TOA atau pengeras suara untuk peringatan dini bencana kepada warga. TOA itu merupakan penambahan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 14 unit.
TOA tersebut bernama Disaster Warning System (DWS), sebuah perangkat ini yang tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD Jakarta. Pemprov DKI Jakarta akan mengucurkan dana Rp4 miliar untuk pengadaan barang tersebut. Biaya tersebut sudah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun ini.
"Ya (karya siswa itu) itu lebih rasional lah. Kalau pakai TOA itu kan dilakukan petugas, nah kalau petugasnya sendiri kena banjir gimana?” tutur Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/1/2020). (Baca juga: 15 Tahun Tsunami Aceh, Warga Ziarah ke Kuburan Massal di Ulee Lheue)
Diketahui, siswa SMK 3 Kabupaten Gowa dengan dukungan penuh Kepala Dinas Pendidikan saat itu Irman Yasin Limpo berhasil membuat alat pendeteksi tsunami yang dipasang di laut. Alat in bekerja dengan mendeteksi tekanan atau suhu udara sehingga sebelum tinggi air terdeteksi, suhunya saja itu sudah mengirimkan penanda tinggi air.
Suhu yang terdeteksi kemudian memberikan sinyal yang dikirim dari alat yang ada di tengah laut itu, kemudian diterima oleh penerima sinyal (receiver) yang ada di gong raksasa andalan, di samping Benteng Rotterdam. Gong tersebut kemudian akan mengeluarkan bunyi gong yang bisa langsung didengar masyarakat.
Menurut Ida, pihaknya pernah mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menganggarkan alat pendeteksi banjir maupun tsunami ketika terjadi tsunami di Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu. Namun, usulan itu tidak direspons dengan alasan sudah ada alatnya.
Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta bakal menambah enam TOA atau pengeras suara untuk peringatan dini bencana kepada warga. TOA itu merupakan penambahan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 14 unit.
TOA tersebut bernama Disaster Warning System (DWS), sebuah perangkat ini yang tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD Jakarta. Pemprov DKI Jakarta akan mengucurkan dana Rp4 miliar untuk pengadaan barang tersebut. Biaya tersebut sudah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun ini.
(shf)