Jalani Sidang Pledoi, Bos Pasar Turi Bentak dan Tuding Jaksa Penuntut Umum
A
A
A
SURABAYA - Sidang lanjutan kasus pemalsuan keterangan nikah di akta otentik yang menyeret Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) Henry J Gunawan sempat memanas.
Bos Pasar Turi itu berulah saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan (Pledoi) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (17/12/2019).
Henry menunjukan sikap tak terpuji saat tim penasehat hukumnya membacakan nota pembelaannya (pledoi) atas kasus yang dilaporkan Dirut PT Graha Nandi Sampoerna, Iriyanto Abdoella.
Saking emosinya, pengusaha yang terlibat banyak kasus ini mendadak berbicara keras hingga membentak-bentak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso.
Ditengah keributan itu, Hakim Dwi Purwadi mengingatkan terdakwa Henry untuk tidak menuding-nuding orang. Namun anjuran hakim justru dibalas hujatan dari Henry dan berkata dengan nada tinggi menantang hakim.
"Apa, emangnya dia ketawa pak, apanya yang sudah, kenapa, matiin saya gak apa,"kata Henry pada hakim Dwi Purwadi dengan nada tinggi dalam persidangan diruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Suasana sedikit mereda, setelah dua tim penasehat hukumnya yakni Hotma Sitompoel dan Jeffry Simatupang menghampiri Henry sambil berbisik bisik dan mengelus-elus pundak Henry.
Atas sikap kasar tersebut, Hakim Dwi Purwadi mengancam akan mengeluarkan Henry dari ruang sidang.
"Pak Hotma, kalau terdakwa ribut terdakwa tak kasih keluar,"kata hakim Dwi Purwadi kepada Hotma.
Melihat kondisi sudah tenang, majelis hakim meminta tim penasehat hukum untuk melanjutkan pembacaan nota pembelaannya."Silahkan dilanjutkan,"kata hakim Dwi Purwadi yang disambut kata siap Hotma.
Dari pantauan diruang sidang, selain tim penasehat hukumnya, Henry J Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini terlebih dahulu membacakan masing- masing pembelaannya.
Henry diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaannya kemudian dilanjutkan oleh Iuneke Anggraini dan tim penasehat hukumnya secara bergantian.
Dalam pembelaannya, tim penasehat hukum kedua terdakwa meminta majelis hakim membebaskan Henry dan Iuneke karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum.
"Menerima seluruhnya pembelaan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Membebaskan terdakwa dan melepaskan dari tuntutan hukum. Mengembalikan alat bukti, mengeluarkan dari Rutan, merehabilitasi nama baik para terdakwa, bebankan biaya perkara pada negara,"pungkas Hotma.
Atas pembelaan tersebut, JPU Ali Prakoso tidak mengajukan tanggapan (duplik) secara tertulis melainkan secara lisan.
"Setelah mendengarkan pembacaan pembelaan terdakwa maupun tim penasehat hukum, kami tetap pada tuntutan," kata JPU Ali Prakoso diakhir persidangan.
Dengan sikap tersebut, Majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan pada Kamis (19/12) dengan agenda pembacaan putusan.
"Giliran majelis hakim akan bermusyawarah untuk putusan. Sidang ditunda hari Kamis tanggal 19," pungkas hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.
Terpisah, usai persidangan JPU Ali Prakoso mengatakan alasannya tidak mengajukan tanggapan (duplik) dikarenakan apa yang menjadi pembahasan pembelaan tim penasehat hukum kedua terdakwa sudah tertuang dalam surat tuntutanya.
"Karena selama proses pembuktian sudah jelas ketika para terdakwa datang ke kantor notaris statusnya bukan suami istri. Terkait pengingkaran kedua terdakwa mengenai proses penandatanganan akta itu hak mereka, tapi yang jelas pengingkaran itu sama sekali tanpa didukung saksi atau alat bukti. Disidang nyatanya PH tidak bisa mendatangkan saksi menguntungkan yg bisa mendukung pengingkaran kedua terdakwa," pungkas Jaksa Ali Prakoso saat dikonfirmasi usai persidangan.
Untuk diketahui, sebelumnya JPU menjatuhkan tuntutan 3 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Henry J Gunawan. Sedangkan istrinya, Iuneke Anggraini dijatuhi tuntutan 2 tahun penjara.
Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan utang dan personal guarantee.
Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
Bos Pasar Turi itu berulah saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pembelaan (Pledoi) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (17/12/2019).
Henry menunjukan sikap tak terpuji saat tim penasehat hukumnya membacakan nota pembelaannya (pledoi) atas kasus yang dilaporkan Dirut PT Graha Nandi Sampoerna, Iriyanto Abdoella.
Saking emosinya, pengusaha yang terlibat banyak kasus ini mendadak berbicara keras hingga membentak-bentak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso.
Ditengah keributan itu, Hakim Dwi Purwadi mengingatkan terdakwa Henry untuk tidak menuding-nuding orang. Namun anjuran hakim justru dibalas hujatan dari Henry dan berkata dengan nada tinggi menantang hakim.
"Apa, emangnya dia ketawa pak, apanya yang sudah, kenapa, matiin saya gak apa,"kata Henry pada hakim Dwi Purwadi dengan nada tinggi dalam persidangan diruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Suasana sedikit mereda, setelah dua tim penasehat hukumnya yakni Hotma Sitompoel dan Jeffry Simatupang menghampiri Henry sambil berbisik bisik dan mengelus-elus pundak Henry.
Atas sikap kasar tersebut, Hakim Dwi Purwadi mengancam akan mengeluarkan Henry dari ruang sidang.
"Pak Hotma, kalau terdakwa ribut terdakwa tak kasih keluar,"kata hakim Dwi Purwadi kepada Hotma.
Melihat kondisi sudah tenang, majelis hakim meminta tim penasehat hukum untuk melanjutkan pembacaan nota pembelaannya."Silahkan dilanjutkan,"kata hakim Dwi Purwadi yang disambut kata siap Hotma.
Dari pantauan diruang sidang, selain tim penasehat hukumnya, Henry J Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini terlebih dahulu membacakan masing- masing pembelaannya.
Henry diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaannya kemudian dilanjutkan oleh Iuneke Anggraini dan tim penasehat hukumnya secara bergantian.
Dalam pembelaannya, tim penasehat hukum kedua terdakwa meminta majelis hakim membebaskan Henry dan Iuneke karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum.
"Menerima seluruhnya pembelaan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Membebaskan terdakwa dan melepaskan dari tuntutan hukum. Mengembalikan alat bukti, mengeluarkan dari Rutan, merehabilitasi nama baik para terdakwa, bebankan biaya perkara pada negara,"pungkas Hotma.
Atas pembelaan tersebut, JPU Ali Prakoso tidak mengajukan tanggapan (duplik) secara tertulis melainkan secara lisan.
"Setelah mendengarkan pembacaan pembelaan terdakwa maupun tim penasehat hukum, kami tetap pada tuntutan," kata JPU Ali Prakoso diakhir persidangan.
Dengan sikap tersebut, Majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan pada Kamis (19/12) dengan agenda pembacaan putusan.
"Giliran majelis hakim akan bermusyawarah untuk putusan. Sidang ditunda hari Kamis tanggal 19," pungkas hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.
Terpisah, usai persidangan JPU Ali Prakoso mengatakan alasannya tidak mengajukan tanggapan (duplik) dikarenakan apa yang menjadi pembahasan pembelaan tim penasehat hukum kedua terdakwa sudah tertuang dalam surat tuntutanya.
"Karena selama proses pembuktian sudah jelas ketika para terdakwa datang ke kantor notaris statusnya bukan suami istri. Terkait pengingkaran kedua terdakwa mengenai proses penandatanganan akta itu hak mereka, tapi yang jelas pengingkaran itu sama sekali tanpa didukung saksi atau alat bukti. Disidang nyatanya PH tidak bisa mendatangkan saksi menguntungkan yg bisa mendukung pengingkaran kedua terdakwa," pungkas Jaksa Ali Prakoso saat dikonfirmasi usai persidangan.
Untuk diketahui, sebelumnya JPU menjatuhkan tuntutan 3 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Henry J Gunawan. Sedangkan istrinya, Iuneke Anggraini dijatuhi tuntutan 2 tahun penjara.
Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan utang dan personal guarantee.
Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
(vhs)