Kiprah Stasiun Tuntang di Era Kolonial Belanda dan Kemerdekaan

Sabtu, 16 November 2019 - 05:00 WIB
Kiprah Stasiun Tuntang di Era Kolonial Belanda dan Kemerdekaan
Kiprah Stasiun Tuntang di Era Kolonial Belanda dan Kemerdekaan
A A A
Stasiun Kereta Api Tuntang yang dibangun pada 1871 dan dioperasionalkan pada 1873 silam, hingga kini masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Bahkan sampai saat ini stasiun yang berada di wilayah Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini, masih dioperasionalkan untuk melayani kereta wisata dengan rute Ambarawa - Tuntang.

Stasiun Kereta Api Tuntang, dioperasionalkan bersamaan dengan dibukanya jalur kereta api Ambarawa (Kabupaten Semarang) - Kedungjati (Grobogan) - Semarang.

Jalur tersebut dibuka untuk kepentingan militer pemerintah Kolonial Belanda dan melancarkan akses transportasi dan perdagangan daerah di sepanjang jalur kereta api tersebut.

Pada era pemerintah kolonial Belanda, kereta api rute perjalanan Ambarawa - Kedungjati - Semarang yang dioperasionalkan oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), juga sering mengangkut hasil perkebunan, pertanian dan hewan ternak dari Kedungjati serta daerah sekitarnya untuk dibawa ke Ambarawa. Selain itu, juga menjadi moda transportasi darat yang paling populer.

Dilihat secara fisik bangunan, Stasiun Kereta Api Tuntang memang bertipe kecil. Namun saat itu, Stasiun Tuntang memiliki peranan penting dalam sektor perdagangan dan moda transportasi darat, khususnya menuju ke Salatiga.

Sebab kala itu banyak orang Belanda yang tinggal di Salatiga dan di kota ini tidak dilalui jalur kereta api. Sehingga untuk menuju Semarang dan daerah lain, orang Belanda yang tinggal di Salatiga harus ke Tuntang terlebih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta api.

Selain itu, stasiun kereta api tersebut dibangun untuk kepentingan militer. Pengiriman senjata dan tentara Belanda dari Ambarawa ke Semarang atau sebaliknya menggunakan transportasi kereta api.

Setelah Indonesia merdeka dan pemerintah Kolonial Belanda meninggalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), operasional kereta api jurusan Ambarawa - Kedungjati - Semarang diambil alih oleh pemerintah Indonesia.

Selanjutnya, Stasiun Kereta Api Tuntang difungsikan untuk kereta api reguler dengan rute perjalanan Ambarawa - Kedungjati - Semarang. Keramaian moda transportasi itu berlangsung hingga 1970-an.

Akhirnya operasional jalur kereta api Ambarawa - Kedungjati pada tahun itu ditutup lantaran kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya.

Kemudian pada 2002 jalur kereta api tersebut dibuka kembali untuk melayani perjalanan wisata hingga sekarang. Namun rutenya hanya Ambarawa - Tuntang.

Perjalanan kereta wisata tersebut bisa dinikmati pada Sabtu, Minggu dan hari libur nasional dengan harga tiket Rp50.000 per orang. Di luar hari tersebut, wisatawan bisa melakukan perjalanan wisata kereta api itu dengan sistem carter.

Selain membuka jalur kereta api wisata Ambarawa Tuntang, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga membuka jalur wisata Ambarawa - Bedono. Hanya, perjalanan wisata kerepa api rute Ambarawa - Bedono hanya bisa dinikmati dengan sistem carter dengan harga yang cukup fantastis, yakni sekitar Rp10 juta.

Bahkan kalau menggunakan kereta lebih dari satu gerbong, maka dikenai biaya sewa Rp2,5 juta per gerbong. Jadi kalau menggunakan tiga kereta dengan kapasitas 120 orang, maka harga caternya Rp15 juta.

Tour guide kereta wisata Museum Kereta Api Ambarawa Tika menuturkan, mahalnya biaya sewa ini, karena lokomotifnya bermesin uap dan berbahan bakar kayu. Sedangkan gerbong keretanya terbuat dari kayu. Sehingga biaya operasional dan perawatannya cukup tinggi. Maka dari itu, harga carter kereta uap terbilang mahal.

"Namun, selama perjalanan para wisatawan bisa menikmatai panorama alam pegunungan yang eksotis. Sepanjang perjalanan dari Ambarawa hingga Bedono, para wisatawan akan dimanjakan dengan pemadangan Gunung Telomoyo dan Gunung Kelir yang hijau dan asri.
Yang menarik, pengalaman menikamati perjalanan kereta wisata dengan menggunakan lokomotif bermesin uap berumur ratusan tahun ini, hanya bisa dinikmati di Museum Kereta Api Ambawara. Jadi mahalnya harga carter bisa tergantikan oleh pengalamam yang fantastis dan perjalanan kereta wisata yang indah," tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3496 seconds (0.1#10.140)