MUI Jatim Imbau Pejabat Islam Tak Ucapkan Salam Lintas Agama, FKUB Malah Perbolehkan
A
A
A
MOJOKERTO - MUI Jawa Timur mengeluarkan imbauan yang melarang pejabat Indonesia khususnya beragama Islam, mengucapkan salam lintas agama. Namun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Mojokerto menanggapi santai terkait dengan imbauan bernomor 110/MUI/JTM/2019 tertanggal 8 November 2019 itu. Mereka tak ingin masuk dalam polemik imbuan MUI Jatim. FKUB berdalih, memiliki prinsip sendiri perihal pengucapan salam pembuka itu.
"Di Indonesia ada 6 agama yang harus diayomi dan dilindungi. Oleh karena itu atas nama FKUB kita tetap melaksanakan apa yang biasa kita lakukan. Kalau MUI begitu ya silahkan, karena itu wilayah MUI, bukan wilayah FKUB," kata Ketua FKUB Kota Mojokerto KH Faqih Usman, Rabu (13/11/2019).
Kiai Faqih sapaan akrabnya, menyatakan, salam merupakan sebuah doa namun juga hak setiap individu manusia. Menurutnya, salam adalah sebuah bentuk ucapan selamat. (Baca: Respons PBNU Soal Salam Lintas Agama)
Sementara, dalam pandangannya, sebagai umat muslim, mengucapkan salam ke semua orang itu sebuah keharusan. Kendati kepada mereka yang berbeda agama atau keyakinan.
"Memang salam itu termasuk doa, tapi doa keselamatan. Bukan masuk surga atau masuk neraka, tapi doa di dunia ini. Kalau saya setiap rapat itu seenak saya. Kadang saya tidak pakai salam. Kadang-kadang saya pakai semuanya, karena kita kan kerukunan," imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Nulur Huda, di Jalan KH Usman, Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto ini.
Sehingga, menurut Kiai Faqih, tidak ada persoalan jika ada pejabat atau tokoh yang mengucapkan salam lintas agama. Terlebih dalam sebuah forum dimana, mereka yang datang memiliki keyakinan yang heterogen. Hal itu tak lain sebagai bentuk saling menghormati kepada sesama umat beragama.
"Boleh, pejabat mengucapkan salam lintas agama. Karena yang datang itu, berbagai agama, masak tidak diberi kesenangan. Dulu ketika zaman Gus Dur menyampaikan selamat pagi kan sempat ramai. Kata Gus Dur begini, kalau ini non muslim, saya ucapkan assalammulaikum apa tahu? maka saya ucapkan selamat pagi," jelasnya.
Terkait dengan salah satu poin yang mendasari MUI Jatim mengeluarkan imbauan larangan pengucapan, karena perbuatan itu yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu, serta minimal mengandung nilai syubhat, Kiai Faqih tak menampik hal itu. Namun, menurutnya hal itu harus dikembalikan ke diri masing-masing.
"Tapi di situ ada bahasa yang lain. Anda boleh mengucapkan salam itu asalkan tidak diikuti dengan keyakinan. Anda tidak setuju dengan itu, tapi demi toleransi dan kebersamaan, mengucapkan itu dalam bahasa keseharian tidak ada apa-apa. Karena kita kan rukun, kalau tidak disampaikan bisa tersinggung, jadi itu tidak baik," tandas Kiai Faqih.
"Di Indonesia ada 6 agama yang harus diayomi dan dilindungi. Oleh karena itu atas nama FKUB kita tetap melaksanakan apa yang biasa kita lakukan. Kalau MUI begitu ya silahkan, karena itu wilayah MUI, bukan wilayah FKUB," kata Ketua FKUB Kota Mojokerto KH Faqih Usman, Rabu (13/11/2019).
Kiai Faqih sapaan akrabnya, menyatakan, salam merupakan sebuah doa namun juga hak setiap individu manusia. Menurutnya, salam adalah sebuah bentuk ucapan selamat. (Baca: Respons PBNU Soal Salam Lintas Agama)
Sementara, dalam pandangannya, sebagai umat muslim, mengucapkan salam ke semua orang itu sebuah keharusan. Kendati kepada mereka yang berbeda agama atau keyakinan.
"Memang salam itu termasuk doa, tapi doa keselamatan. Bukan masuk surga atau masuk neraka, tapi doa di dunia ini. Kalau saya setiap rapat itu seenak saya. Kadang saya tidak pakai salam. Kadang-kadang saya pakai semuanya, karena kita kan kerukunan," imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Nulur Huda, di Jalan KH Usman, Kelurahan Surodinawan, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto ini.
Sehingga, menurut Kiai Faqih, tidak ada persoalan jika ada pejabat atau tokoh yang mengucapkan salam lintas agama. Terlebih dalam sebuah forum dimana, mereka yang datang memiliki keyakinan yang heterogen. Hal itu tak lain sebagai bentuk saling menghormati kepada sesama umat beragama.
"Boleh, pejabat mengucapkan salam lintas agama. Karena yang datang itu, berbagai agama, masak tidak diberi kesenangan. Dulu ketika zaman Gus Dur menyampaikan selamat pagi kan sempat ramai. Kata Gus Dur begini, kalau ini non muslim, saya ucapkan assalammulaikum apa tahu? maka saya ucapkan selamat pagi," jelasnya.
Terkait dengan salah satu poin yang mendasari MUI Jatim mengeluarkan imbauan larangan pengucapan, karena perbuatan itu yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu, serta minimal mengandung nilai syubhat, Kiai Faqih tak menampik hal itu. Namun, menurutnya hal itu harus dikembalikan ke diri masing-masing.
"Tapi di situ ada bahasa yang lain. Anda boleh mengucapkan salam itu asalkan tidak diikuti dengan keyakinan. Anda tidak setuju dengan itu, tapi demi toleransi dan kebersamaan, mengucapkan itu dalam bahasa keseharian tidak ada apa-apa. Karena kita kan rukun, kalau tidak disampaikan bisa tersinggung, jadi itu tidak baik," tandas Kiai Faqih.
(sms)