Upaya Turunkan Angka Stunting di Buleleng
A
A
A
SINGARAJA - Angka anak-anak yang mengalami stunting di Kabupaten dalam lima tahun ke belakang mengalami kecenderungan menurun. Angka yang menurun tersebut diupayakan terus untuk diturunkan lagi dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat desa melalui anggota PKK masing-masing desa.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Buleleng, Ayu Wardhany Sutjidra saat ditemui usai menjadi pemateri dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Pendidikan Keluarga Dalam Rangka Penurunan Angka Stunting yang diselenggarakan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng , di Gedung Wanita Laksmi Graha, Kamis (17/10/2019).
Ayu Wardhany Sutjidra menjelaskan PKK sebenarnya memiliki 10 program pokok yang dibagi ke dalam empat kelompok kerja (pokja). Dalam empat pokja tersebut ada pokja yang mengurus tentang kesehatan. Selama ini, peningkatan kapasitas kader PKK mengenai kesehatan khususnya stunting telah diberikan dalam bentuk transfer pengetahuan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga dilakukan melalui pelatihan pengetahuan tentang pola asuh anak. “Khususnya mengenai konsumsi yang diberikan kepada anak sehingga menciptakan generasi yang cerdas,” jelasnya.
Dari upaya-upaya mencegah stunting ataupun mencegah gangguan kesehatan lainnya, diharapkan penghasilan keluarga juga bisa meningkat yang juga menjadi program pokok oleh PKK dalam pokja tiga. Sehingga dengan penghasilan yang mencukupi, gizi anak-anak juga semakin terjaga. Untuk di Buleleng sendiri, pendekatan-pendekatan kepada masyarakat terus dilakukan agar tidak terjadi stunting lagi di Buleleng. “Kader sangat berperan disini untuk mentransfer ilmunya kepada masyarakat agar tidak ada lagi stunting di Buleleng,” ujar Ayu Wardhany Sutjidra.
Salah satu pemateri yang juga Kepala Seksi (Kasi) Pendampingan Pembelajaran Orangtua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Suradi mengungkapkan Bimtek dan sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pola asuh anak. Utamanya pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Pola asuh pada 1000 HPK ini tidak hanya berpengaruh pada anak saja melainkan bagi nusa dan bangsa juga di kemudian hari. “Karena pola asuh pada 1000 HPK ini akan membentuk intelektual anak-anak pada masa yang akan datang,” ungkapnya.
Dirinya menambahkan selain untuk pengetahuan pola asuh di 1000 HPK, bimtek ini sebagai pendidikan khusus bagi para orangtua karena selama ini tidak ada pendidikan khusus bagi orangtua mengenai pola pengasuhan. Sehingga Kemendikbud RI membuat modul pengasuhan pada ibu hamil, cara menangani anak menyusui 0-12 bulan, dan 13-24 bulan. Tiga modul tersebut yang disampaikan pada bimtek kali ini. “Nanti implementasinya di desa seluruh Indonesia dan pelaksanaannya ada pembagian tugas antar lembaga,” imbuh Suradi.
Sementara itu, Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Buleleng, Drs. Gede Suyasa, M.Pd mengatakan permasalahan stunting bukan hanya menjadi domain Dinas Kesehatan saja. Penanganan stunting juga menjadi domain dinas-dinas lain termasuk pemerintah desa. Ini dikarenakan yang mengetahui secara riil kondisi warganya adalah pemerintah desa. “Ini harus dilakukan dengan program-program yang ada di desa. Di dinas-dinas juga dipertimbangkan untuk ada tim penanganan stunting lintas sektoral,” tutupnya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Buleleng, Ayu Wardhany Sutjidra saat ditemui usai menjadi pemateri dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Pendidikan Keluarga Dalam Rangka Penurunan Angka Stunting yang diselenggarakan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng , di Gedung Wanita Laksmi Graha, Kamis (17/10/2019).
Ayu Wardhany Sutjidra menjelaskan PKK sebenarnya memiliki 10 program pokok yang dibagi ke dalam empat kelompok kerja (pokja). Dalam empat pokja tersebut ada pokja yang mengurus tentang kesehatan. Selama ini, peningkatan kapasitas kader PKK mengenai kesehatan khususnya stunting telah diberikan dalam bentuk transfer pengetahuan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga dilakukan melalui pelatihan pengetahuan tentang pola asuh anak. “Khususnya mengenai konsumsi yang diberikan kepada anak sehingga menciptakan generasi yang cerdas,” jelasnya.
Dari upaya-upaya mencegah stunting ataupun mencegah gangguan kesehatan lainnya, diharapkan penghasilan keluarga juga bisa meningkat yang juga menjadi program pokok oleh PKK dalam pokja tiga. Sehingga dengan penghasilan yang mencukupi, gizi anak-anak juga semakin terjaga. Untuk di Buleleng sendiri, pendekatan-pendekatan kepada masyarakat terus dilakukan agar tidak terjadi stunting lagi di Buleleng. “Kader sangat berperan disini untuk mentransfer ilmunya kepada masyarakat agar tidak ada lagi stunting di Buleleng,” ujar Ayu Wardhany Sutjidra.
Salah satu pemateri yang juga Kepala Seksi (Kasi) Pendampingan Pembelajaran Orangtua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Suradi mengungkapkan Bimtek dan sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pola asuh anak. Utamanya pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Pola asuh pada 1000 HPK ini tidak hanya berpengaruh pada anak saja melainkan bagi nusa dan bangsa juga di kemudian hari. “Karena pola asuh pada 1000 HPK ini akan membentuk intelektual anak-anak pada masa yang akan datang,” ungkapnya.
Dirinya menambahkan selain untuk pengetahuan pola asuh di 1000 HPK, bimtek ini sebagai pendidikan khusus bagi para orangtua karena selama ini tidak ada pendidikan khusus bagi orangtua mengenai pola pengasuhan. Sehingga Kemendikbud RI membuat modul pengasuhan pada ibu hamil, cara menangani anak menyusui 0-12 bulan, dan 13-24 bulan. Tiga modul tersebut yang disampaikan pada bimtek kali ini. “Nanti implementasinya di desa seluruh Indonesia dan pelaksanaannya ada pembagian tugas antar lembaga,” imbuh Suradi.
Sementara itu, Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Buleleng, Drs. Gede Suyasa, M.Pd mengatakan permasalahan stunting bukan hanya menjadi domain Dinas Kesehatan saja. Penanganan stunting juga menjadi domain dinas-dinas lain termasuk pemerintah desa. Ini dikarenakan yang mengetahui secara riil kondisi warganya adalah pemerintah desa. “Ini harus dilakukan dengan program-program yang ada di desa. Di dinas-dinas juga dipertimbangkan untuk ada tim penanganan stunting lintas sektoral,” tutupnya.
(atk)