Jembatan Ampera, Ikon Kota Palembang yang Sarat Sejarah

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 05:00 WIB
Jembatan Ampera, Ikon...
Jembatan Ampera, Ikon Kota Palembang yang Sarat Sejarah
A A A
KOTA Palembang tidak hanya dikenal lewat kuliner khasnya Pempek, namun juga memiliki ikon lainnya yakni jembatan Ampera.

Jembatan ini menjadi lambang dari kota Palembang dengan menjadi penghubung antara kawasan dua daratan di Kota Palembang yakni Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Jembatan Ampera yang sangat ikonik dan sudah terkenal di seantero Indonesia tersebut.

Jembatan Ampera yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang karena selain menjadi penghubung kawasan hulu dan hilir, jembatan ini juga membantu kelancaran transportasi. Oleh karena itu, wajar apabila jembatan ini sangat dibanggakan oleh masyarakat Palembang.

Perlu diketahui, bangunan infrastrujtur jembatan dibangun pada 1962 dengan biaya pembangunan yang diambil dari perampasan perang Jepang. Jembatan ini awalnya sempat diberi nama Jembatan Soekarno, presiden Indonesia saat itu. Pemberian nama tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada jasa presiden Soekarno saat itu.

Namun, presiden Soekarno kurang berkenan karena tidak ingin menimbulkan tendensi individu tertentu. Dari alasan tersebut nama jembatan kemudian disamakan dengan slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960 yaitu Amanat Penderitaan Rakyat atau disingkat Ampera.
Struktur bangunan jembatan Ampera memiliki panjang 1,117 meter dan lebar 22 meter dengan tinggi jembatan Ampera adalah 11,5 meter di atas permukaan air, sedangkan tinggi menara mencapai 63 meter dari tanah. Antar menara memiliki jarak sekitar 75 meter dan berat jembatan berkisar 944 ton.

Jembatan Ampera memang sengaja diperjuangkan pembangunannya oleh Bung Karno untuk memenuhi perjuangannya membangun jembatan di atas sungai Musi. Karena itu, sosoknya pun sangat dikagumi di Palembang.

Sesuai perkembangan zaman, pada 1990, kedua bandul diletakkan di masing-masing sisi jembatan Ampera terpaksa diturunkan. Mengingat usia jembatan yang semakin tua dikhawatirkan bandul dengan berat 500 ton tersebut akan jatuh menimpa warga yang melintas.

Tahun 1981 jembatan Ampera direnovasi karena sering mengalami benturan dengan kapal pembawa batu bara. Renovasi tersebut menghabiskan dana sekitar Rp850 juta. Renovasi tersebut dimaksudkan untuk menghindari kerusakan yang diakibatkan benturan kapal pembawa batu bara. Jika terjadi tabrakan terus-menerus maka dikhawatirkan jembatan bisa ambruk.

Pada 1970, Jembatan Ampera mulai ramai dengan arus lalu lintas masyarakat Palembang yang memang tengah melakukan berbagai kegiatan perekonomian. Pada bagian tengah jembatan Ampera sudah tidak lagi bisa terangkat. Hal ini dikarenakan waktu pengangkatan dan penurunan yang menghabiskan sekitar 30 menit lamanya, dinilai mengganggu arus lalu lintas disekitar hulu dan hilir. Dengan demikian, maka bagian tengah tersebut tidak lagi diangkat.

Jika Jakarta identik dengan tugu monas, maka Palembang identik dengan jembatan ampera sebagai ikon kota. Dan masyarakat kota Palembang sepakat, jembatan yang menghubungkan wilayah seberang ilir dan seberang ulu ini merupakan simbol kota yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang. Tak heran jika tempat ini dijadikan lokasi utama untuk mengamati fenomena alam langka gerhana matahari total yang terjadi 9 Maret 2016.

Sebagai ikon kota Palembang, Jembatan Ampera terus mengalami perubahan dan peremajaan. Jembatan Ampera di kala malam akan dihiasi lampu-lampu sehingga nampak indah dan eksotis. Banyak yang berpendapat, menyaksikan jembatan ampera di kala malam seperti menyaksikan eksotika venesia di Italia. Dari atas jembatan ampera akan terlihat Benteng Kuto Besak yang masih kokoh berdiri.

Sementara plasa benteng kuto besak terdapat pasar kuliner malam yang selalu dipenuhi para pengunjung. Tak heran jika banyak yang berpendapat, melancong ke Palembang belum lengkap jika belum menyaksikan keindahan jembatan ampera di malam hari.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1631 seconds (0.1#10.140)