Kekerasan Perempuan dan Anak di Gorontalo Capai 754 Kasus
A
A
A
GORONTALO - Dugaan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Gorontalo , menembus angka 754 kasus. Angka itu merupakan akumulasi dari data yang dimiliki Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Gorontalo, sebanyak 307 kasus di tahun 2018.
Sedangkan Polda Gorontalo dan jajaran Polres mencapai 447 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data ini berhasil dihimpun SINDOnews melalui kegiatan penguatan kapasitas pengelola layanan perlindungan perempuan dan anak tingkat Provinsi Gorontalo, di Nacas Cafe, Senin (26/08/19).
Kadis SP3A Provinsi Gorontalo Risjon K Sunge menjelaskan, bertambahnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak , tidak bisa dipungkiri disebabkan pekembangan zaman yang sering disalah manfaatkan. Apalagi hampir semua media memberitakan persoalan sosial, seperti konflik horizontal serta kejadian luar biasa akibat pergeseran moral masyarakat.
"Fenomena kesenjangan yang semakin jauh, antara yang kuat dan lemah, kaya dengan miskin serta perbedaan status akibat ketidak adilan sosial, selalu dipertontonkan. Kenyataannya, paling rentan terkena dampak buruk dari kondisi sosial ini, adalah perempuan dan anak, maka tidak heran kalau tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masih saja terjadi," ujar Risjon.
Data sementara di tahun ini kasus yang ditangani Dinas SP3A Provinsi Gorontalo, sedikitnya 10 kasus. Di antaranya tiga kasus dengan anak sebagai korban, sisanya tujuh kasus perempuan sebagai korban kekerasan.
"Dibandingkan tahun 2018 kemarin, memang kasus yang kami tangani begitu besar, mencapai 307 kasus. Masing-masing 137 kasus anak dan 224 perempuan. Anak sebagai korban sebanyak 137 kasus, dan yang terlayani hanya 79 kasus. Untuk 224 kasus perempuan sebagai korban, yang terlayani hanya 210 kasus," terang Risjon.
Upaya yang dilakukan instansinya, membentuk pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Provinsi Gorontalo. Merupakan pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak, sebagai korban tindak kekerasan.
"Melalui wahayana operasional pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, yang dikelola oleh masyarakat dengan pemerintah daerah. Kami ingin menjadikan masyarakat lebih baik, jauh dari tindak kriminalitas dan kekerasan lainnya," tutur Risjon.
Sementara Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Gorontalo AKBP Ramlah Pulumoduyo menjelaskan, kasus kekerasan terhadap perempua dan anak ditangani Polda Gorontalo.
Yakni 447 kasus di antaranya, Polda Gorontalo 42 kasus, 86 kasus Polres Gorontalo Kota, 127 kasus Polres Gorontalo, 53 kasus Polres Pohuwato, 63 kasus Polres Boalemo dan terakhir 76 kasus Polres Bone Bolango.
"Dugaan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, didominasi oleh dugaan kasus perlindungan anak yang mencapai 181 kasus, kemudian disusul dugaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 107 kasus," tutupnya.
Sedangkan Polda Gorontalo dan jajaran Polres mencapai 447 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data ini berhasil dihimpun SINDOnews melalui kegiatan penguatan kapasitas pengelola layanan perlindungan perempuan dan anak tingkat Provinsi Gorontalo, di Nacas Cafe, Senin (26/08/19).
Kadis SP3A Provinsi Gorontalo Risjon K Sunge menjelaskan, bertambahnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak , tidak bisa dipungkiri disebabkan pekembangan zaman yang sering disalah manfaatkan. Apalagi hampir semua media memberitakan persoalan sosial, seperti konflik horizontal serta kejadian luar biasa akibat pergeseran moral masyarakat.
"Fenomena kesenjangan yang semakin jauh, antara yang kuat dan lemah, kaya dengan miskin serta perbedaan status akibat ketidak adilan sosial, selalu dipertontonkan. Kenyataannya, paling rentan terkena dampak buruk dari kondisi sosial ini, adalah perempuan dan anak, maka tidak heran kalau tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masih saja terjadi," ujar Risjon.
Data sementara di tahun ini kasus yang ditangani Dinas SP3A Provinsi Gorontalo, sedikitnya 10 kasus. Di antaranya tiga kasus dengan anak sebagai korban, sisanya tujuh kasus perempuan sebagai korban kekerasan.
"Dibandingkan tahun 2018 kemarin, memang kasus yang kami tangani begitu besar, mencapai 307 kasus. Masing-masing 137 kasus anak dan 224 perempuan. Anak sebagai korban sebanyak 137 kasus, dan yang terlayani hanya 79 kasus. Untuk 224 kasus perempuan sebagai korban, yang terlayani hanya 210 kasus," terang Risjon.
Upaya yang dilakukan instansinya, membentuk pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Provinsi Gorontalo. Merupakan pusat kegiatan terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak, sebagai korban tindak kekerasan.
"Melalui wahayana operasional pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, yang dikelola oleh masyarakat dengan pemerintah daerah. Kami ingin menjadikan masyarakat lebih baik, jauh dari tindak kriminalitas dan kekerasan lainnya," tutur Risjon.
Sementara Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Gorontalo AKBP Ramlah Pulumoduyo menjelaskan, kasus kekerasan terhadap perempua dan anak ditangani Polda Gorontalo.
Yakni 447 kasus di antaranya, Polda Gorontalo 42 kasus, 86 kasus Polres Gorontalo Kota, 127 kasus Polres Gorontalo, 53 kasus Polres Pohuwato, 63 kasus Polres Boalemo dan terakhir 76 kasus Polres Bone Bolango.
"Dugaan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, didominasi oleh dugaan kasus perlindungan anak yang mencapai 181 kasus, kemudian disusul dugaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 107 kasus," tutupnya.
(rhs)