Pesona Keraton dan Jalur Rempah Jadi Budaya Bahari Pariwisata Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia memiliki posisi strategis sebagai poros yang menghubungkan sejumlah negeri seperti China, India, Timur Tengah hingga Eropa.
Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia berupa rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara.
Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenko Maritim) pada 2019 ini akan memulai pilot project Spice Road Connection untuk revitalisasi jalur rempah dalam rangka mendukung pariwisata.
”Jadi kita akan coba jalur rempah, budaya keraton, dan museum serta geopark. Kemenko Maritim yang akan mengkoordinir melalui Program Budaya Bahari di dalam RPJM,” ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara RA Yani WSS Kuswodidjojo dalam diskusi bertajuk Pesona Keraton Keagungan Warisan Sejarah di Gedung BPPT, Jakarta, Jumat malam, 23 Agustus 2019.
Diskusi ini digelar Penggiat Startup Turism Indonesia (Pasti) bekerja sama dengan Kemenko Maritim Bidang Sosio Antropologi Indonesia, dan Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) serta Forum Komunikasi Informasi Keraton Nusantara (FKIKN).
Yani mengatakan bahwa berdasarkan UUD No 5 Tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan, dari 10 objek kemajuan kebudayaan, ada peran keraton sebagai pusat pengetahuan budaya.
”Misalnya dari Keraton Sumenep, akar dari batik Madura, kawasan pemakaman raja Asta Tinggi diukir menjadi batik. Juga buku rempah ditulis dengan tulisan tangan Arab gundul ada di Sumenep. Ditulis di atas kertasnya dari semacam daun tapi tidak rusak, itu baru di Sumenep. Bagaimana dengan kerajaan lain, pasti ada budayanya,” ujar Yani.
Staf ahli Bidang Sosio Antropologi Kemenko Maritim Tukul Rameyo Adi mengatakan, Indonesia tengah melakukan revitalisasi jalur rempah sebagai bagian dari program pemajuan budaya Indonesia.
“Ada 10 destinasi wisata yang akan dikembangkan jalur rempah, mulai di Belitung, Bali dan Ternate,” ujarnya.
Dikatakan Tukul Rameyo Adi, Indonesia sejak ribuan tahun lalu telah menjadi bangsa bahari. Selain memiliki jiwa petualang dan pembelajar, Indonesia juga memiliki jiwa pedagang.
”Bangsa maritim adalah bangsa pedagang. Dan yang diperdagangkan sejak dulu adalah rempah ke seluruh dunia, Mesir, India dan Eropa khususnya," ungkapnya.
Menurutnya, cairan balsam Firaun selama ini disebut berasal dari Arab, tapi sebetulnya berasal dari Nusantara. Perdagangan rempah dilanjutkan di era raja-raja Nusantara, terutama Sriwijaya dan menjadi perebutan perdagangan antara China dan India.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pasti Kusuma Widya DP mengatakan, saat ini pihaknya sedang membuat paket perjalanan pariwisata ke keratin secara lebih mendalam.
“Sebelumnya secara umum kami ada paket jalan-jalan ke keraton di permukaaan saja, akses terbatas, tapi kami ingin masuk lebih dalam ke keraton, sejarah dan kehidupannya, bagaimana sih kehidupan di keraton, bagaimana komunikasi di keraton,” urainya.
Dikatakan Kusuma, MAKN dan FKIKN membutuhkan saluran kegiatan yang berdampak terhadap kaum milenial. Sebab, saat ini terdapat gap antara generasi tua dan muda.
"Kami ingin coba menjembataninya. Kami memiliki pelaku pariwisata, kami mencoba memberi pemahaman baru adanya periwisata berbasis kebudayaan untuk mengakses keraton lebih dari orang lain, ini benefitnya,” ungkapnya.
Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia berupa rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara.
Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenko Maritim) pada 2019 ini akan memulai pilot project Spice Road Connection untuk revitalisasi jalur rempah dalam rangka mendukung pariwisata.
”Jadi kita akan coba jalur rempah, budaya keraton, dan museum serta geopark. Kemenko Maritim yang akan mengkoordinir melalui Program Budaya Bahari di dalam RPJM,” ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara RA Yani WSS Kuswodidjojo dalam diskusi bertajuk Pesona Keraton Keagungan Warisan Sejarah di Gedung BPPT, Jakarta, Jumat malam, 23 Agustus 2019.
Diskusi ini digelar Penggiat Startup Turism Indonesia (Pasti) bekerja sama dengan Kemenko Maritim Bidang Sosio Antropologi Indonesia, dan Masyarakat Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) serta Forum Komunikasi Informasi Keraton Nusantara (FKIKN).
Yani mengatakan bahwa berdasarkan UUD No 5 Tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan, dari 10 objek kemajuan kebudayaan, ada peran keraton sebagai pusat pengetahuan budaya.
”Misalnya dari Keraton Sumenep, akar dari batik Madura, kawasan pemakaman raja Asta Tinggi diukir menjadi batik. Juga buku rempah ditulis dengan tulisan tangan Arab gundul ada di Sumenep. Ditulis di atas kertasnya dari semacam daun tapi tidak rusak, itu baru di Sumenep. Bagaimana dengan kerajaan lain, pasti ada budayanya,” ujar Yani.
Staf ahli Bidang Sosio Antropologi Kemenko Maritim Tukul Rameyo Adi mengatakan, Indonesia tengah melakukan revitalisasi jalur rempah sebagai bagian dari program pemajuan budaya Indonesia.
“Ada 10 destinasi wisata yang akan dikembangkan jalur rempah, mulai di Belitung, Bali dan Ternate,” ujarnya.
Dikatakan Tukul Rameyo Adi, Indonesia sejak ribuan tahun lalu telah menjadi bangsa bahari. Selain memiliki jiwa petualang dan pembelajar, Indonesia juga memiliki jiwa pedagang.
”Bangsa maritim adalah bangsa pedagang. Dan yang diperdagangkan sejak dulu adalah rempah ke seluruh dunia, Mesir, India dan Eropa khususnya," ungkapnya.
Menurutnya, cairan balsam Firaun selama ini disebut berasal dari Arab, tapi sebetulnya berasal dari Nusantara. Perdagangan rempah dilanjutkan di era raja-raja Nusantara, terutama Sriwijaya dan menjadi perebutan perdagangan antara China dan India.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pasti Kusuma Widya DP mengatakan, saat ini pihaknya sedang membuat paket perjalanan pariwisata ke keratin secara lebih mendalam.
“Sebelumnya secara umum kami ada paket jalan-jalan ke keraton di permukaaan saja, akses terbatas, tapi kami ingin masuk lebih dalam ke keraton, sejarah dan kehidupannya, bagaimana sih kehidupan di keraton, bagaimana komunikasi di keraton,” urainya.
Dikatakan Kusuma, MAKN dan FKIKN membutuhkan saluran kegiatan yang berdampak terhadap kaum milenial. Sebab, saat ini terdapat gap antara generasi tua dan muda.
"Kami ingin coba menjembataninya. Kami memiliki pelaku pariwisata, kami mencoba memberi pemahaman baru adanya periwisata berbasis kebudayaan untuk mengakses keraton lebih dari orang lain, ini benefitnya,” ungkapnya.
(shf)