Kabut Asap Kian Pekat, Jarak Pandang di Palembang 700 Meter
A
A
A
PALEMBANG - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel) dan sekitarnya mengakibatkan kabut asap semakin pekat hingga jarak pandang hanya 700 meter.
Kasi Observasi dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) SMB II Palembang, Bambang Beny Setiaji mengatakan, indikasi kekeruhan udara ini ditandai penurunan jarak pandang yang mengganggu aktifitas warga.
"Pagi tadi tercatat jarak pandangnya hanya 700 meter dengan kelembaban 97 persen. Ini dikarenakan adanya smog atau fenomena kabut asap yang merupakan campuran antara asap dan kabut," ujar Bambang saat dikonfirmasi SINDOnews, Sabtu (24/08/2019).
Dikatakannya, indikasi kabut yang berpartikel basah merupakan kelembapan yang relatif tinggi dan cenderung menghilang setelah matahari terbit dan angin.
Sedangkan indikasi asap yang berpartikel kering cenderung pedih di mata dan sulit hilang ketika menjelang siang dan akan kembali menebal pada sore hari.
"Kabut asap yang terjadi pada pagi tadi tidak menganggu penerbangan, hanya saja menggangu aktivitas warga terutama transportasi karena mengurangi jarak pandang," jelasnya.
Kondisi ini, kata Bambang, akan berlangsung selama musim kemarau seiring masih maraknya karhutla. Untuk itu BMKG Sumsel mengimbau agar berhati-hati dalam bertransportasi baik darat maupun sungai.
"Kalau bisa hindari jadwal penerbangan pertama pada pagi hari 04.00-07.00 WIB," katanya.
Dia menambahkan, adanya Badai Tropis Bailu di Laut Cina Selatan mengakibatkan miskinnya uap air untuk pertumbuhan awan di wilayah Sumsel.
Seiring melemahnya badai tersebut pada 27-29 Agustus 2019 diharapkan adanya potensi hujan di wilayah Sumsel. "Walaupun hanya dengan probabilitas 20 persen," tandasnya.
Kasi Observasi dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) SMB II Palembang, Bambang Beny Setiaji mengatakan, indikasi kekeruhan udara ini ditandai penurunan jarak pandang yang mengganggu aktifitas warga.
"Pagi tadi tercatat jarak pandangnya hanya 700 meter dengan kelembaban 97 persen. Ini dikarenakan adanya smog atau fenomena kabut asap yang merupakan campuran antara asap dan kabut," ujar Bambang saat dikonfirmasi SINDOnews, Sabtu (24/08/2019).
Dikatakannya, indikasi kabut yang berpartikel basah merupakan kelembapan yang relatif tinggi dan cenderung menghilang setelah matahari terbit dan angin.
Sedangkan indikasi asap yang berpartikel kering cenderung pedih di mata dan sulit hilang ketika menjelang siang dan akan kembali menebal pada sore hari.
"Kabut asap yang terjadi pada pagi tadi tidak menganggu penerbangan, hanya saja menggangu aktivitas warga terutama transportasi karena mengurangi jarak pandang," jelasnya.
Kondisi ini, kata Bambang, akan berlangsung selama musim kemarau seiring masih maraknya karhutla. Untuk itu BMKG Sumsel mengimbau agar berhati-hati dalam bertransportasi baik darat maupun sungai.
"Kalau bisa hindari jadwal penerbangan pertama pada pagi hari 04.00-07.00 WIB," katanya.
Dia menambahkan, adanya Badai Tropis Bailu di Laut Cina Selatan mengakibatkan miskinnya uap air untuk pertumbuhan awan di wilayah Sumsel.
Seiring melemahnya badai tersebut pada 27-29 Agustus 2019 diharapkan adanya potensi hujan di wilayah Sumsel. "Walaupun hanya dengan probabilitas 20 persen," tandasnya.
(shf)