Lingkungan dan Kehutanan Menjadi Perhatian Tersendiri Pemda Kabupaten Gorontalo
A
A
A
GORONTALO - Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo didaulat menjadi pemateri pada rapat koordinasi nasional (Rakornas) Pembangunan Lingkungan Hidup dan kehutanan se-Ekoregion Sulawesi dan Maluku. Kegiatan yang melibatkan seluruh instansi lingkungan hidup dan kehutanan serta unit pelaksana teknis lingkup KLHK berlangsung di Jakarta Convention center, Jumat (12/07/19).
Dalam paparannya, Bupati Nelson bicara tentang Ekspektasi Kondisi Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta hambatan serta tantangan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan di daerah Kabupaten Gorontalo.
Nelson mengatakan, salah satu entry point misi Kabupaten Gorontalo adalah mewujudkan pembangunan berbasis kependudukan dan lingkungan hidup. Isu utama lingkungan di Kabupaten Gorontalo keberadaan daerah aliran sungai (DAS) Limboto dengan luas 91.400 ha, mencakup 9 kecamatan, 70 desa, dan 23 anak sungai yang mengalir ke danau Limboto. Namun, DAS dan danau saat ini dalam kondisi kritis akibat maraknya deforestasi dan kerusakan hutan (degaradasi), Alih fungsi hutan. Kerusakan DAS Limboto berdampak pada meningkatnya bencana alam, terutama kekeringan, banjir, dan tanah longsor.
Pendangkalan, penyempitan & penurunan muka air danau Limboto telah meningkatkan resiko bencana banjir dalam 3 tahun terakhir. Kekeringan meningkatkan pula resiko gagal panen di masa dating.
Kabupaten Gorontalo termasuk kabupaten yang memiliki indeks resiko bencana multi ancaman yang tinggi, seperti banjir, gempa bumi, longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan dan angin puting beliung, yaitu berada di skor 146 (berdasarkan indeks resiko bencana Indonesia, 2013).
Kegiatan pertanian mulai mengancam ekosistem DAS di mana lahan pertanian mencapai 40,58% dari luas wilayah DAS Limboto. Perluasan lahan perkebunan dan pertambangan mulai terus merambah ke kawasan hutan lindung. Praktik pengolahan lahan pertanian masih belum rendah emisi, seperti penggunaan pestisida, pembukaan lahan baru, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, bupati ahli Lingkungan itu menerangkan, berbagai hambatan pun masih ditemui, antara lain masih tingginya ego sektoral dalam penanganan lingkungan hidup, terlebih sektor kehutanan sudah menjadi kewenanangan provinsi. Pelaksanaan program pertanian pemerintah pusat ke daerah yang belum sepenuhnya berdasarkan pada program ramah lingkungan (bantuan pupuk anorganik dll), perangkat hukum dan kebijakan nasional maupun daerah mungkin sudah ada, namun kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan, pelaku pembangunan dan masyarakat masih kurang.
Menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan serta terjadinya penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan secara terus menerus, Penerapan dan pengawasan terhadap Standar Mutu Lingkungan Hidup yang masih lemah, Perencanaan Pembangunan Lingkungan Hidup belum sepenuhnya berdasar pada analisis kondisi eksisting dan proyeksi masa akan dating serta Anggaran pengelolaan Sumber daya alam ke daerah masih sangat terbatas.
Selain itu, tantangan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Gorontalo, pertama pemerintah daerah hanya memiliki wilayah administrasi (wilayah hutan) namun tidak terlibat secara keseluruhan dalam segi perencanaan. Kedua,pertanian menjadi sektor pendapatan terbesar bagi daerah dan juga sektor terbesar dalam kerusakan lingkungan. ketiga,Alih fungsi kawasan hutan lindung di hulu DAS. Keempat, Pertanian subsistem mendominasi tipe penggunaan lahan di daerah hulu dengan tingkat Erosi Berat. Kelima, restorasi “sistem” pengelolaan lingkungan hidup dan SDA secara holistik memerlukan sumber daya besar.
Nelson mengatakan, adapun program yang sudah dilaksanakan adalah integrasi program lingkungan hidup dan adaptasi perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan daerah. Hasil integrasi strategi/rencana aksi program lingkungan dalam perencanaan dan anggaran Kabupaten Gorontalo melalui arah dan strategi kebijakan, yakni RKPD 2017-2019 arah kebijakan belanja daerah, rencana kerja bersama (joint-plan) lintas 9 SKPD untuk 24 program api, renja 2017-2019 pada 9 sektor 19 program terkait lingkungan & iklim, alokasi anggaran lingkungan hidup dan perubahan iklim tahun 2017 sebesar Rp53,94 miliar, tahun 2018 sebesar Rp159 miliar, serta tahun 2019 sebesar Rp174 miliar.
“Kita juga telah melaksanakan Pengalokasian Lahan Di Daerah Hulu Das Biyonga sebagai wilayah Hutan Kota Sebesar 25 Ha, penetapan kawasan hutan pendidikan di tandai dengan keg.reboisasi 300 ha di desa dulamayo oleh univ.gorontalo serta pencanangan kawasan limboto science techno park sebesar 93 ha yang berada di kawasan das limboto,” papar Nelson.
Penanaman pohon bambu dan perlindungan tebing sungai di sepanjang DAS Limboto, gerakan aspiratif masyarakat dalam rehabilitasi lahan,gerakan komunitas Kambungu beresi yang berkomitmen setiap minggu bulan berjalan secara bergiliran mendatangi wilayah kecamatan atau desa melakukan penanaman.Pelaksanaan Green Investment, Forum Danau Nusantara Tahun 2017 di Kab. Gorontalo (media komunikasi pemerintah daerah, Knowledge sharing, Lesson Learned).
Diakhir paparannya Nelson menyampaikan, kebijakan mendatang yang diharapkan adalah Peningkatan Alokasi Sumber Daya Untuk Fokus pada Konservasi Bagian Hulu DAS melalui Skema Pembiayaan APBN Pada KLHK, DAK dan Kerjasama TNI serta Masyarakat dan membangun kemitraan lintas sektoral.
Rencana tindak lanjut mengembangkan kerja sama teknis (implementasi rencana aksi Kabupaten Lestari) dengan K/L terkait, lembaga donor, dan masyarakat lokal. Mengembangkan skema dukungan pendanaan yakni 10% dana APBD dan dana desa akan dialokasikan untuk pembangunan LH & SDA.
“Melakukan replikasi implementasi dan kolaborasi dengan pemerintah provinsi, pemda dan masyarakat dalam mendorong visi lestari,” tandas Nelson.
Dalam paparannya, Bupati Nelson bicara tentang Ekspektasi Kondisi Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta hambatan serta tantangan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan di daerah Kabupaten Gorontalo.
Nelson mengatakan, salah satu entry point misi Kabupaten Gorontalo adalah mewujudkan pembangunan berbasis kependudukan dan lingkungan hidup. Isu utama lingkungan di Kabupaten Gorontalo keberadaan daerah aliran sungai (DAS) Limboto dengan luas 91.400 ha, mencakup 9 kecamatan, 70 desa, dan 23 anak sungai yang mengalir ke danau Limboto. Namun, DAS dan danau saat ini dalam kondisi kritis akibat maraknya deforestasi dan kerusakan hutan (degaradasi), Alih fungsi hutan. Kerusakan DAS Limboto berdampak pada meningkatnya bencana alam, terutama kekeringan, banjir, dan tanah longsor.
Pendangkalan, penyempitan & penurunan muka air danau Limboto telah meningkatkan resiko bencana banjir dalam 3 tahun terakhir. Kekeringan meningkatkan pula resiko gagal panen di masa dating.
Kabupaten Gorontalo termasuk kabupaten yang memiliki indeks resiko bencana multi ancaman yang tinggi, seperti banjir, gempa bumi, longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan dan angin puting beliung, yaitu berada di skor 146 (berdasarkan indeks resiko bencana Indonesia, 2013).
Kegiatan pertanian mulai mengancam ekosistem DAS di mana lahan pertanian mencapai 40,58% dari luas wilayah DAS Limboto. Perluasan lahan perkebunan dan pertambangan mulai terus merambah ke kawasan hutan lindung. Praktik pengolahan lahan pertanian masih belum rendah emisi, seperti penggunaan pestisida, pembukaan lahan baru, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, bupati ahli Lingkungan itu menerangkan, berbagai hambatan pun masih ditemui, antara lain masih tingginya ego sektoral dalam penanganan lingkungan hidup, terlebih sektor kehutanan sudah menjadi kewenanangan provinsi. Pelaksanaan program pertanian pemerintah pusat ke daerah yang belum sepenuhnya berdasarkan pada program ramah lingkungan (bantuan pupuk anorganik dll), perangkat hukum dan kebijakan nasional maupun daerah mungkin sudah ada, namun kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan, pelaku pembangunan dan masyarakat masih kurang.
Menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan serta terjadinya penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan secara terus menerus, Penerapan dan pengawasan terhadap Standar Mutu Lingkungan Hidup yang masih lemah, Perencanaan Pembangunan Lingkungan Hidup belum sepenuhnya berdasar pada analisis kondisi eksisting dan proyeksi masa akan dating serta Anggaran pengelolaan Sumber daya alam ke daerah masih sangat terbatas.
Selain itu, tantangan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Gorontalo, pertama pemerintah daerah hanya memiliki wilayah administrasi (wilayah hutan) namun tidak terlibat secara keseluruhan dalam segi perencanaan. Kedua,pertanian menjadi sektor pendapatan terbesar bagi daerah dan juga sektor terbesar dalam kerusakan lingkungan. ketiga,Alih fungsi kawasan hutan lindung di hulu DAS. Keempat, Pertanian subsistem mendominasi tipe penggunaan lahan di daerah hulu dengan tingkat Erosi Berat. Kelima, restorasi “sistem” pengelolaan lingkungan hidup dan SDA secara holistik memerlukan sumber daya besar.
Nelson mengatakan, adapun program yang sudah dilaksanakan adalah integrasi program lingkungan hidup dan adaptasi perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan daerah. Hasil integrasi strategi/rencana aksi program lingkungan dalam perencanaan dan anggaran Kabupaten Gorontalo melalui arah dan strategi kebijakan, yakni RKPD 2017-2019 arah kebijakan belanja daerah, rencana kerja bersama (joint-plan) lintas 9 SKPD untuk 24 program api, renja 2017-2019 pada 9 sektor 19 program terkait lingkungan & iklim, alokasi anggaran lingkungan hidup dan perubahan iklim tahun 2017 sebesar Rp53,94 miliar, tahun 2018 sebesar Rp159 miliar, serta tahun 2019 sebesar Rp174 miliar.
“Kita juga telah melaksanakan Pengalokasian Lahan Di Daerah Hulu Das Biyonga sebagai wilayah Hutan Kota Sebesar 25 Ha, penetapan kawasan hutan pendidikan di tandai dengan keg.reboisasi 300 ha di desa dulamayo oleh univ.gorontalo serta pencanangan kawasan limboto science techno park sebesar 93 ha yang berada di kawasan das limboto,” papar Nelson.
Penanaman pohon bambu dan perlindungan tebing sungai di sepanjang DAS Limboto, gerakan aspiratif masyarakat dalam rehabilitasi lahan,gerakan komunitas Kambungu beresi yang berkomitmen setiap minggu bulan berjalan secara bergiliran mendatangi wilayah kecamatan atau desa melakukan penanaman.Pelaksanaan Green Investment, Forum Danau Nusantara Tahun 2017 di Kab. Gorontalo (media komunikasi pemerintah daerah, Knowledge sharing, Lesson Learned).
Diakhir paparannya Nelson menyampaikan, kebijakan mendatang yang diharapkan adalah Peningkatan Alokasi Sumber Daya Untuk Fokus pada Konservasi Bagian Hulu DAS melalui Skema Pembiayaan APBN Pada KLHK, DAK dan Kerjasama TNI serta Masyarakat dan membangun kemitraan lintas sektoral.
Rencana tindak lanjut mengembangkan kerja sama teknis (implementasi rencana aksi Kabupaten Lestari) dengan K/L terkait, lembaga donor, dan masyarakat lokal. Mengembangkan skema dukungan pendanaan yakni 10% dana APBD dan dana desa akan dialokasikan untuk pembangunan LH & SDA.
“Melakukan replikasi implementasi dan kolaborasi dengan pemerintah provinsi, pemda dan masyarakat dalam mendorong visi lestari,” tandas Nelson.
(akn)