Kemendagri Soroti Kebijakan Pemkot Palembang yang Naikkan PBB Lebih 100%
A
A
A
PALEMBANG - Kebijakan Pemkot Palembang menaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) diatas 100% yang tanpa sosialisasi kepada masyarakat dan persetujuan DPRD Kota Palembang terus menuai polemik. Tak urung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti kebijakan yang tak pro rakyat tersebut, karena kenaikan PBB tersebut dinilai sangat memberatkan masyarakat Palembang di tengah situasi menghadapi lebaran.
"Seyogyanya Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Palembang dalam melakukan langkah-langkah dan kebijakan menaikan tarif PBB-P2, perlu adanya sosialisasi yang intens kepada warga. Karena kalau tidak akan menimbulkan gejolak/permasalahan seperti ini," kata Kapuspen Kemendagri Bahtiar Baharuddin saat dihubungi SINDOnews, Kamis (16/5/2019).
Menurut Kapuspen, dalam Pasal 79 Undang-Undang UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang besarannya ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap tiga tahun.
Selanjutnya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Pedoman Penilaian Bumi dan/atau Bangunan dalam rangka membantu Pemerintah Daerah menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018
"Jadi intinya terkait teknis dan tata cara penilaian, terutama dalam menentukan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) diatur oleh PMK dimaksud.
Yang perlu dioptimalkan adalah penjelasan/sosialisasi terkait adanya kenaikan PBB-P2 kepada warga/WP setempat. Sehingga tidak menimbulkan keresahan warga Kota Palembang seperti saat ini, " ungkap Kapuspen.
Ketua DPRD Kota Palembang Darmawan juga menyesalkan kenaikan PBB P2 yang dilakukan Pemkot Palembang tanpa sosialisasi kepada masyarakat dan persetujuan DPRD Kota Palembang.
"Banyak pro dan kontra soal kenaikan PBB P2 tersebut. Kontranya 80 persen yang pro hanya 20 persen, itupun yang pro dari kalangan pengusaha yang sukses," kata Darmawan saat diwawancarai SINDOnews, Rabu (15/05/2019).
Karenanya, kata dia, DPRD Kota Palembang akan segera memanggil dinas terkait dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang.
Pemanggilan terhadap Dispenda Kota Palembang, kata dia, akan dilakukan untuk melakukan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mengetahui apa dasarnya kenaikan iuran PBB yang mencapai ratusan persen.
"Mestinya harus sharing dengan kita dulu karena DPR merupakan tempat mengadunya masyarakat. Apalagi saat ini dampaknya ada di kita, disaat Pemkot Palembang memberikan kebijakan yang tidak pro ke rakyat, pasti rakyat curhatnya ke dewan," jelasnya.
Sementara Sekda Kota Palembang Ratu Dewa yang dihubungi SINDOnews enggan berkomentar dan menyerahkan persoalan tersebut kepada Kepala BPPD. "Biar penjelasannya lebih utuh," tulis Ratu Dewa dalam pesan Whatapps yang diterima SINDOnews, Rabu (15/5/2019).
"Seyogyanya Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Palembang dalam melakukan langkah-langkah dan kebijakan menaikan tarif PBB-P2, perlu adanya sosialisasi yang intens kepada warga. Karena kalau tidak akan menimbulkan gejolak/permasalahan seperti ini," kata Kapuspen Kemendagri Bahtiar Baharuddin saat dihubungi SINDOnews, Kamis (16/5/2019).
Menurut Kapuspen, dalam Pasal 79 Undang-Undang UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang besarannya ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap tiga tahun.
Selanjutnya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Pedoman Penilaian Bumi dan/atau Bangunan dalam rangka membantu Pemerintah Daerah menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018
"Jadi intinya terkait teknis dan tata cara penilaian, terutama dalam menentukan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) diatur oleh PMK dimaksud.
Yang perlu dioptimalkan adalah penjelasan/sosialisasi terkait adanya kenaikan PBB-P2 kepada warga/WP setempat. Sehingga tidak menimbulkan keresahan warga Kota Palembang seperti saat ini, " ungkap Kapuspen.
Ketua DPRD Kota Palembang Darmawan juga menyesalkan kenaikan PBB P2 yang dilakukan Pemkot Palembang tanpa sosialisasi kepada masyarakat dan persetujuan DPRD Kota Palembang.
"Banyak pro dan kontra soal kenaikan PBB P2 tersebut. Kontranya 80 persen yang pro hanya 20 persen, itupun yang pro dari kalangan pengusaha yang sukses," kata Darmawan saat diwawancarai SINDOnews, Rabu (15/05/2019).
Karenanya, kata dia, DPRD Kota Palembang akan segera memanggil dinas terkait dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Palembang.
Pemanggilan terhadap Dispenda Kota Palembang, kata dia, akan dilakukan untuk melakukan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mengetahui apa dasarnya kenaikan iuran PBB yang mencapai ratusan persen.
"Mestinya harus sharing dengan kita dulu karena DPR merupakan tempat mengadunya masyarakat. Apalagi saat ini dampaknya ada di kita, disaat Pemkot Palembang memberikan kebijakan yang tidak pro ke rakyat, pasti rakyat curhatnya ke dewan," jelasnya.
Sementara Sekda Kota Palembang Ratu Dewa yang dihubungi SINDOnews enggan berkomentar dan menyerahkan persoalan tersebut kepada Kepala BPPD. "Biar penjelasannya lebih utuh," tulis Ratu Dewa dalam pesan Whatapps yang diterima SINDOnews, Rabu (15/5/2019).
(sms)