Peninggalan Bung Karno Masih Berdiri Kokoh di Tepi Danau Toba
A
A
A
Danau Toba yang dikelilingi 7 kabupaten di Provinsi Sumatera Utara menyimpan banyak keindahan dan peninggalan sejarah. Salah satu tempat yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Kota Parapat, di Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun .
Kota kecil ini berada persis di tepi Danau Toba . Di kota ini pula terdapat pesanggrahan Bung Karno yang menjadi tempat pengasingannya pada 4 Januari hingga 9 April 1949.
Bangunan bergaya arsitektur klasik berlantai dua yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1927 sebagai vila atau tempat menginap para mandor perkebunan jika berkunjung ke Parapat. Bangunan ini menjadi saksi bisu bagi proklamator sekaligus Presiden pertama RI Soekarno saat diasingkan di kawasan Danau Toba.
Rumah yang sudah beberapa kali mengalami renovasi itu di beberapa bagian bangunannya masih dipertahankan dengan aslinya saat pertama kali dibangun. Seperti dinding rumah yang masih didominasi oleh kayu jati Sumatera.
Dinding jati itu dihiasi oleh foto-foto Soekarno, Sjahrir, dan Agoes Salim semasa pengasingan mereka di rumah tersebut. Berkeliling di rumah itu masih terlihat banyak interior yang tertata rapi, meskipun beberapa furnitur atau perabotannya sudah banyak diganti, kemungkinan dikarenakan usianya yang sudah cukup tua.
Sampai saat ini sejumlah barang-barang yang pernah dipakai Presiden Soekarno masih terawat dengan baik di pesanggarahan tersebut mulai dari kursi ukir, koleksi buku-buku serta tempat tidur dan beberapa barang lainnya.
Menurut Sekretaris Camat Girsang Sipangan Bolon Ferry Doni Sinaga di Pesanggrahan Soekarno di Parapat, terdapat foto-foto kenangan yang membuktikan keberadaan Soekarno pernah tinggal di kawasan Danau Toba.
“Foto-foto yang masih ada di pesanggrahan merupakan kenang-kenangan yang membuktikan Presiden Soekarno pernah tinggal di sini (Parapat atau kawasan Danau Toba),” sebut Ferri.
Dari lantai dua pesanggrahan ada sebuah balkon yang dijadikan tempat untuk menikmati pemandangan atau panorama keindahan Danau Toba, sambil menghirup udara segar.
Menurut masyarakat di sekitar pesanggrahan, tidak banyak orang yang tahu keberadaan Presiden Soekarno dan sejumlah tokoh penting di Indonesia pernah diasingkan di Parapat. Sebab, keberadaannya sangat dirahasikan oleh pemerintah Belanda saat itu.
Para tokoh penting yang ikut diasingkan bersama Presiden Soekarno di Parapat di antaranya H Agus Salim dan Sjahrir, tidak bisa bebas selama menjalani pengasingan, karena mendapat pengawasan ketat dari tentara pemerintahan Belanda. Keberadaannya di Parapat juga dirahasiakan sehingga tidah banyak warga sekitar yang tahu ada tokoh penting yang tinggal di kawasan Danau Toba saat itu.
Sayangnya meski pesanggrahan Bung Karno di Parapat merupakan saksi sejarah, tempat itu belum dijadikan museum oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Malah pesanggrahan ini dijadikan sebagai tempat menginap bagi pejabat-pejabat yang berkunjung ke kota turis itu.
Pemkab Simalungun pernah mengusulkan agar pengelolaan pesanggarahan Bung Karno diserahkan ke pemerintah daerah sehingga bisa dijadikan tempat wisata bersejarah.
Kepala Dinas Pariwisata Pemkab Simalungun Pahala R Sinaga mengatakan, pemerintah daerah siap mengelola pesanggrahan Bung Karno apabila diserahkan pengelolaannya kepada Pemkab Simalungun.
“Pemkab Simalungun siap mengelola pesanggrahan Bung Karno di Parapat menjadi tempat wisata bersejarah dan bukan dijadikan tempat penginapan. Sangat sayang jika dijadikan tempat penginapan,bisa merusak barang-barang peninggalan yang ada di rumah itu,” kata Pahala.
Pahala menambahkan, apabila diserahkan kepada Pemkab Simalungun, pesanggaran Bung Karno akan dijadikan sebagai salah satu tempat kunjungan wisata utama di Parapat. Biaya pemeliharaanya akan dialokasikan di APBD setiap tahunnya.
Tokoh masyarakat di Kota Parapat yang juga anggota DPRD Simalungun Mansur Purba berharap, pesanggrahan Bung Karno bisa menjadi potensi penting untuk mendukung pariwisata Danau Toba.
Menurutnya, sebagai salah satu potensi penting mendukung pariwisata di Parapat, pesanggrahan Bung Karno harus ditata lebih baik lagi. Di antaranya penyediaan fasilitas umum bagi pengunjung dan tempat-tempat menikmati panorama Danau Toba dari atas pesanggrahan.
“Pesanggrahan Bung Karno menurut saya merupakan salah satu potensi penting yang harus dimanfaatkan dengan baik sebagai daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Parapat,” ujar Mansur.
Mansur meminta sejumlah fasilitas umum bagi pengunjung harus dilengkapi seperti kamar mandi umum, dan tempat duduk di sekitar pesanggaran Bung Karno. Dia berharap pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyerahkan pengelolaan pesanggrahan Bung Karno kepada Pemkab Simalungun.
“Pemkab Simalungun selama ini tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk perawatan atau pengembangan pesanggrahan Bung Karno di APBD karena merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Padahal banyak pihak yang menyalahkan pemerintah daerah, karena tidak maksimal mengelolanya selama ini,” sebut Mansur.
Apalagi dengan perhatian besar Presiden Jokowi terhadap pengembangan kawasan Danau Toba menjadi salah satu destinasi pariwisata nasional, Mansur menyakini, pesanggrahan Bung Karno bisa menjadi salah satu tujuan wisata yang diminati wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Kota kecil ini berada persis di tepi Danau Toba . Di kota ini pula terdapat pesanggrahan Bung Karno yang menjadi tempat pengasingannya pada 4 Januari hingga 9 April 1949.
Bangunan bergaya arsitektur klasik berlantai dua yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1927 sebagai vila atau tempat menginap para mandor perkebunan jika berkunjung ke Parapat. Bangunan ini menjadi saksi bisu bagi proklamator sekaligus Presiden pertama RI Soekarno saat diasingkan di kawasan Danau Toba.
Rumah yang sudah beberapa kali mengalami renovasi itu di beberapa bagian bangunannya masih dipertahankan dengan aslinya saat pertama kali dibangun. Seperti dinding rumah yang masih didominasi oleh kayu jati Sumatera.
Dinding jati itu dihiasi oleh foto-foto Soekarno, Sjahrir, dan Agoes Salim semasa pengasingan mereka di rumah tersebut. Berkeliling di rumah itu masih terlihat banyak interior yang tertata rapi, meskipun beberapa furnitur atau perabotannya sudah banyak diganti, kemungkinan dikarenakan usianya yang sudah cukup tua.
Sampai saat ini sejumlah barang-barang yang pernah dipakai Presiden Soekarno masih terawat dengan baik di pesanggarahan tersebut mulai dari kursi ukir, koleksi buku-buku serta tempat tidur dan beberapa barang lainnya.
Menurut Sekretaris Camat Girsang Sipangan Bolon Ferry Doni Sinaga di Pesanggrahan Soekarno di Parapat, terdapat foto-foto kenangan yang membuktikan keberadaan Soekarno pernah tinggal di kawasan Danau Toba.
“Foto-foto yang masih ada di pesanggrahan merupakan kenang-kenangan yang membuktikan Presiden Soekarno pernah tinggal di sini (Parapat atau kawasan Danau Toba),” sebut Ferri.
Dari lantai dua pesanggrahan ada sebuah balkon yang dijadikan tempat untuk menikmati pemandangan atau panorama keindahan Danau Toba, sambil menghirup udara segar.
Menurut masyarakat di sekitar pesanggrahan, tidak banyak orang yang tahu keberadaan Presiden Soekarno dan sejumlah tokoh penting di Indonesia pernah diasingkan di Parapat. Sebab, keberadaannya sangat dirahasikan oleh pemerintah Belanda saat itu.
Para tokoh penting yang ikut diasingkan bersama Presiden Soekarno di Parapat di antaranya H Agus Salim dan Sjahrir, tidak bisa bebas selama menjalani pengasingan, karena mendapat pengawasan ketat dari tentara pemerintahan Belanda. Keberadaannya di Parapat juga dirahasiakan sehingga tidah banyak warga sekitar yang tahu ada tokoh penting yang tinggal di kawasan Danau Toba saat itu.
Sayangnya meski pesanggrahan Bung Karno di Parapat merupakan saksi sejarah, tempat itu belum dijadikan museum oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Malah pesanggrahan ini dijadikan sebagai tempat menginap bagi pejabat-pejabat yang berkunjung ke kota turis itu.
Pemkab Simalungun pernah mengusulkan agar pengelolaan pesanggarahan Bung Karno diserahkan ke pemerintah daerah sehingga bisa dijadikan tempat wisata bersejarah.
Kepala Dinas Pariwisata Pemkab Simalungun Pahala R Sinaga mengatakan, pemerintah daerah siap mengelola pesanggrahan Bung Karno apabila diserahkan pengelolaannya kepada Pemkab Simalungun.
“Pemkab Simalungun siap mengelola pesanggrahan Bung Karno di Parapat menjadi tempat wisata bersejarah dan bukan dijadikan tempat penginapan. Sangat sayang jika dijadikan tempat penginapan,bisa merusak barang-barang peninggalan yang ada di rumah itu,” kata Pahala.
Pahala menambahkan, apabila diserahkan kepada Pemkab Simalungun, pesanggaran Bung Karno akan dijadikan sebagai salah satu tempat kunjungan wisata utama di Parapat. Biaya pemeliharaanya akan dialokasikan di APBD setiap tahunnya.
Tokoh masyarakat di Kota Parapat yang juga anggota DPRD Simalungun Mansur Purba berharap, pesanggrahan Bung Karno bisa menjadi potensi penting untuk mendukung pariwisata Danau Toba.
Menurutnya, sebagai salah satu potensi penting mendukung pariwisata di Parapat, pesanggrahan Bung Karno harus ditata lebih baik lagi. Di antaranya penyediaan fasilitas umum bagi pengunjung dan tempat-tempat menikmati panorama Danau Toba dari atas pesanggrahan.
“Pesanggrahan Bung Karno menurut saya merupakan salah satu potensi penting yang harus dimanfaatkan dengan baik sebagai daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Parapat,” ujar Mansur.
Mansur meminta sejumlah fasilitas umum bagi pengunjung harus dilengkapi seperti kamar mandi umum, dan tempat duduk di sekitar pesanggaran Bung Karno. Dia berharap pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyerahkan pengelolaan pesanggrahan Bung Karno kepada Pemkab Simalungun.
“Pemkab Simalungun selama ini tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk perawatan atau pengembangan pesanggrahan Bung Karno di APBD karena merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Padahal banyak pihak yang menyalahkan pemerintah daerah, karena tidak maksimal mengelolanya selama ini,” sebut Mansur.
Apalagi dengan perhatian besar Presiden Jokowi terhadap pengembangan kawasan Danau Toba menjadi salah satu destinasi pariwisata nasional, Mansur menyakini, pesanggrahan Bung Karno bisa menjadi salah satu tujuan wisata yang diminati wisatawan nusantara maupun mancanegara.
(rhs)