Non-Muslim Ditolak di Bantul, Ning Ita: Tak Akan Terjadi di Kota Mojokerto

Selasa, 02 April 2019 - 22:09 WIB
Non-Muslim Ditolak di...
Non-Muslim Ditolak di Bantul, Ning Ita: Tak Akan Terjadi di Kota Mojokerto
A A A
MOJOKERTO - Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari sangat kaget dengan berita viral tentang adanya warga non muslim yang ditolak tinggal di Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Kabupaten Bantul. Apalagi, penolakan tersebut dikuatkan dengan legalitas berupa keputusan kepala dusun yang kemudian menjadi dasar pengurus RT untuk melakukannya.

“Bagaimana mungkin sebuah dusun bisa mengeluarkan aturan yang justru bertentangan dengan semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara, yakni Bhinneka Tunggal Ika,” kata Ning Ita, panggilan akrab Ika Puspitasari, Selasa (2/4/2019).

Ning Ita yang juga aktivis Muslimat NU tersebut menegaskan, preseden menyedihkan tersebut menciptakan luka yang sangat mendalam. Sebab, tindakan tersebut dengan jelas mencoreng ukhuwah wathaniyahyang merupakan perwujudan kerukunan antar umat beragama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Apa yang terjadi di Bantul adalah pukulan terhadap ideologi kebangsaan kita. Sikap intoleransi seperti ini tak boleh meluas. Harus berhenti di Bantul. Tak boleh terjadi di Kota Mojokerto, tidak di Jawa Timur,” kata Ning Ita.

Ning Ita meminta masyarakat belajar dari anggota Banser Riyanto yang juga warga Kota Mojokerto. Delapan belas tahun lalu, pemuda yang tinggal di Prajurit Kulon tersebut membawa lari dan mendekap bom untuk menyelamatkan warga Kota Mojokerto dari teror bom gereja pada 2000 silam.

“Ukhuwah wathoniyah mengajarkan kita untuk saling menjaga kerukunan antar umat beragama dan membudidayakan rasa saling membutuhkan, saling menghargai, dan menghormati perbedaan yang ada di dalam NKRI. Serta bersama-sama menjunjung tinggi martabat bangsa di mata bangsa lain,” kata Ning Ita.

Ning Ita mengatakan, adalah hak bagi setiap warga negara untuk hidup dan mempertahankan hidup serta kehidupannya sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan konstitusi negara.

UUD 1945, kata Ning Ita, telah menjamin kehidupan beragama setiap warga negara. Dalam Pasal 28 E UUD 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pekerjaannya, kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali.

Seperti diketahui, di media telah viral berita adanya warga pendatang baru yang ditolak saat hendak tinggal di Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta karena yang bersangkutan adalah seorang non-muslim. Warga bernama Slamet Jumiarto dan keluarganya ditolak ketika menyewa rumah di RT 08, Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Bantul, DIY.

Dasar penolakan itu adalah karena adanya aturan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kelompok Kegiatan (Pokgiat) tentang persyaratan pendatang baru. Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 itu menyebutkan bahwa pendatang baru harus beragama Islam.

Akan tetapi Slamet dan keluarganya beragama Katolik, sehingga ia ditolak untuk tinggal di daerah tersebut. Penolakan dilakukan oleh pengurus RT dan diketahui kepala dusun setempat.

”Surat keputusan dusun tersebut jelas diskriminatif. Padahal, bangsa ini didirikan untuk menembus segala macam sekat suku, agama, ras, dan golongan. Kejadian ini adalah langkah mundur kebangsaan kita,” katanya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8055 seconds (0.1#10.140)