Pemko Tanjungpinang Beri Hak Pendidikan bagi Pengungsi dari Luar Negeri
A
A
A
TANJUNGPINANG - Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Rahma, mengikuti rapat koordinasi khusus tentang kebijakan hak Pendidikan bagi anak-anak pengungsi dari luar negeri di Indonesia, bersama 11 kepala daerah di Indonesia, di Yogyakarta, Kamis (21/3/2019).
Menurut Rahma, pembahasan mengenai kebijakan hak pendidikan pengungsi dari Luar negeri di Indonesia sangat penting. "Kita harus pahami dengan baik, seperti apa kebijakan pemerintah pusat terhadap hak pendidikan pengungsi dari luar Negeri di Indonesia, jangan sampai kita di daerah salah mengambil kebijakan, apalagi rumah detensi yang merupakan sebagai tempat penampungan pengungsi dari berbagai Negara ada di Tanjungpinang," ujar Rahma.
Rahma menambahkan, sampai saat ini regulasi yang mengatur tentang hak-hak pemenuhan pendidikan bagi anak-anak pengungsi belum ada keputusan, khususnya mengenai payung hukumnya dan pada rapat koordinasi inilah diambil suatu kesimpulan, regulasi seperti apa yang harus diambil untuk menindaklanjuti penanganan hak pendidikan bagi anak anak pengungsi yang ada di Indonesia, dan apa yang harus dilakukan oleh pemda.
"Untuk pengungsi yang terdaftar di Rumah Detensi Tanjungpinang sendiri ada 131 anak usia sekolah, namun sudah dititipkan di Hotel Kolekta Batam, sedangkan untuk pengungsi yang berada di Rumah Detensi Tanjungpinang hanyalah pengungsi yang masih lajang," pungkasnya.
Melalui rakor ini, Pemerintah Kota Tanjungpinang akan terus berupaya untuk memberikan peluang atas hak pendidikan bagi anak-anak pengungsi. "Namun kembali lagi ini semua harus ada regulasi dari pemerintah pusat, tentang bagaimana seharusnya pelayanan yang harus pemerintah Daerah berikan terhadap Pengungsi ini, khususnya masalah anggaran, agar tidak menyalahi aturan dan tentunya sesuai peraturan yang ada di Indonesia, karena sampai saat ini Pemerintah Daerah tidak menganggarkan untuk menangani Pendidikan bagi anak anak pengungsi," tutup Rahma.
Deputi Bidang Koordinasi Kamtibmas Kemenko Polhukam RI, Carlo Tewu, dalam rakor tersebut mengatakan, sesungguhnya Negara Republik Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi dari luar Negara Indonesia, karena Indonesia adalah salah satu negara yang tidak menandatangani Konvensi PBB tahun 1971 dan tidak wajib menampung pengungsi,
"Namun karena kita juga ikut dalam urusan Hak Asazi Manusia (HAM), jadi bangsa kita tidak boleh menolak terhadap para pengungsi ini sesuai Perpres 125 tahun 2016," kata dia.
Terhitung Desember 2018 jumlah pengungsi dari luar negeri atau pencari suaka yang masuk ke wilayah Negara Indonesia sudah berjumlah 14.016 orang yang tersebar diseluruh Indonesia.
Sampai saat ini sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah memberikan Hak pendidikan bagi anak-anak pengungsi yang masuk ke Indonesia. Yang masuk di dalam usia sekolah atau anak anak usia 0 hingga 17 tahun berjumlah 2.383 orang.
Menurut Rahma, pembahasan mengenai kebijakan hak pendidikan pengungsi dari Luar negeri di Indonesia sangat penting. "Kita harus pahami dengan baik, seperti apa kebijakan pemerintah pusat terhadap hak pendidikan pengungsi dari luar Negeri di Indonesia, jangan sampai kita di daerah salah mengambil kebijakan, apalagi rumah detensi yang merupakan sebagai tempat penampungan pengungsi dari berbagai Negara ada di Tanjungpinang," ujar Rahma.
Rahma menambahkan, sampai saat ini regulasi yang mengatur tentang hak-hak pemenuhan pendidikan bagi anak-anak pengungsi belum ada keputusan, khususnya mengenai payung hukumnya dan pada rapat koordinasi inilah diambil suatu kesimpulan, regulasi seperti apa yang harus diambil untuk menindaklanjuti penanganan hak pendidikan bagi anak anak pengungsi yang ada di Indonesia, dan apa yang harus dilakukan oleh pemda.
"Untuk pengungsi yang terdaftar di Rumah Detensi Tanjungpinang sendiri ada 131 anak usia sekolah, namun sudah dititipkan di Hotel Kolekta Batam, sedangkan untuk pengungsi yang berada di Rumah Detensi Tanjungpinang hanyalah pengungsi yang masih lajang," pungkasnya.
Melalui rakor ini, Pemerintah Kota Tanjungpinang akan terus berupaya untuk memberikan peluang atas hak pendidikan bagi anak-anak pengungsi. "Namun kembali lagi ini semua harus ada regulasi dari pemerintah pusat, tentang bagaimana seharusnya pelayanan yang harus pemerintah Daerah berikan terhadap Pengungsi ini, khususnya masalah anggaran, agar tidak menyalahi aturan dan tentunya sesuai peraturan yang ada di Indonesia, karena sampai saat ini Pemerintah Daerah tidak menganggarkan untuk menangani Pendidikan bagi anak anak pengungsi," tutup Rahma.
Deputi Bidang Koordinasi Kamtibmas Kemenko Polhukam RI, Carlo Tewu, dalam rakor tersebut mengatakan, sesungguhnya Negara Republik Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi dari luar Negara Indonesia, karena Indonesia adalah salah satu negara yang tidak menandatangani Konvensi PBB tahun 1971 dan tidak wajib menampung pengungsi,
"Namun karena kita juga ikut dalam urusan Hak Asazi Manusia (HAM), jadi bangsa kita tidak boleh menolak terhadap para pengungsi ini sesuai Perpres 125 tahun 2016," kata dia.
Terhitung Desember 2018 jumlah pengungsi dari luar negeri atau pencari suaka yang masuk ke wilayah Negara Indonesia sudah berjumlah 14.016 orang yang tersebar diseluruh Indonesia.
Sampai saat ini sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah memberikan Hak pendidikan bagi anak-anak pengungsi yang masuk ke Indonesia. Yang masuk di dalam usia sekolah atau anak anak usia 0 hingga 17 tahun berjumlah 2.383 orang.
(akn)