Dikenal Saleh dan Pemurah, Jasad Kiai Anwar Tetap Utuh Meski Dikubur 31 Tahun

Jum'at, 22 Maret 2019 - 05:00 WIB
Dikenal Saleh dan Pemurah,...
Dikenal Saleh dan Pemurah, Jasad Kiai Anwar Tetap Utuh Meski Dikubur 31 Tahun
A A A
Peti jenazah itu telah disiapkan. Begitu juga dengan tiga lembar kain kafan baru. Anggapannya, jasad almarhum Kiai Mohammad Anwar Sudibyo (bukan Subagyo) hanya tinggal kerangka tulang belulang. Maklum jenazah Rois Syuriah PCNU Blitar periode 1982-1987 itu dikebumikan 31 tahun silam.

Rencananya, setelah dibungkus kain kafan baru kerangka dimasukkan ke dalam peti jenazah dan langsung dikuburkan bersama (peti jenazah). Dari tempat pemakaman umum Desa Tambakan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur jenazah Kiai Anwar dipindah ke pemakaman keluarga yang berlokasi di belakang Masjid Baitul Rauf.

Namun apa yang terjadi? Mohammad Munib (60), putera Kiai Anwar sekaligus perwakilan keluarga, terperanjat. Begitu juga dengan perangkat desa, para tokoh agama, tokoh masyarakat dan sejumlah anggota Banser NU yang terlibat dalam prosesi pemindahan makam Kiai Anwar. Semuanya kaget.

Begitu diangkat dari liang lahat pada 14 Maret 2019 lalu, jasad Kiai Anwar masih utuh. Masya Allah, begitu juga dengan kain kafannya. Tidak rusak. Kain pembungkus (jenazah) yang seharusnya hancur bersama daging jasad, pudar warna. Padahal Kiai Anwar meninggal dunia dan dimakamkan sejak tahun 1988 lalu.

Kiai Anwar meninggal dunia mendadak saat memimpin salat subuh berjamaah di Masjid Baitul Rauf. “Kain kafannya juga tidak rusak. Hanya menguning. Saya sempat menyentuh bagian kain yang terlipat. Dan masih putih bersih,” kata Munib kepada SINDOnews.

Rasa haru dan kaget bercampur menjadi satu. Seketika itu Munib mengaku teringat dawuh (ucapan) almarhum Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). Jenazah seseorang yang selama hidupnya memiliki amalan baik, tidak akan rusak. Bumi tidak akan sanggup merusaknya.

Sejumlah riwayat hadis telah menuliskannya. Pangeling eling (pengingat) itu kerap disampaikan Gus Dur di depan forum pengajian warga nahdliyin (NU). “Ternyata apa yang disampaikan Gus Dur benar. Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan itu terjadi pada jenazah abah saya (Kiai Anwar Sudibyo),” tutur Munib.

Lalu, amalan baik apa yang dilakoni Kiai Anwar sehingga jenazahnya menjadi awet? Munib mengaku tidak tahu pasti. Seingat dia dalam menjalankan hubungan vertikal (habluminallah), Kiai Anwar tidak pernah meninggalkan ibadah salat wajib. Tidak bolong dan tepat waktu. Kiai Anwar juga rutin menunaikan beberapa salat sunat, yakni terutama di malam hari, termasuk tak putus berdzikir.

Soal dzikir, menurut Munib kemungkinan terkait dengan abahnya di tarekat (thoriqoh) yang dipimpinnya. Selain menjabat Rois Syuriah NU, Kiai Anwar juga Ketua Tarekat Anhadliyah Mukatabaroh Blitar, yakni seluruh tarekat dibawah naungan Nahdlatul Ulama. Selain itu juga berpredikat sebagai guru di tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah Blitar.

“Tapi abah itu juga PNS (pegawai negeri sipil),” terang Munib. Di dunia kepegawaian (PNS), awal karir Kiai Anwar dimulai dari menjabat Kepala Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Setelah itu pindah ke Kabupaten Trenggalek sebagai Kepala Kantor Departemen Agama (sekarang Kemenag).

Dari Trenggalek, Kiai Anwar bergeser menjadi Kepala Pengadilan Agama Malang hingga pensiun. Di masa orde baru itu Kiai Anwar kata Munib juga pernah menjadi anggota legislatif dari partai PPP Blitar. “Hanya saja saya lupa tahun pastinya,” kata Munib yang tahun ini pensiun dari guru sekolah dasar di Pasuruan.

Selepas dari PNS (pensiun) Kiai Anwar semakin menekuni aktivitasnya sebagai pendakwah. Untuk kelompok usia tua, Kiai Anwar mengaji kitab Ihya Ulumudin, Al-Hikam, Sirojut Tholibin dan kitab lainnya. Sedangkan untuk santri berusia muda biasanya mendaras kitab Ta’lim Muta’alim.

Lembaga Pesantren Salafiyah yang didirikan memang bukan kategori besar. Namun santri yang mengaji tidak hanya dari warga Blitar. "Santrinya dari mana-mana. Ada santri mukim (bertempat tinggal) dan ada santri kalong (tidak bertempat tinggal),” papar Munib. Sebagai juru dakwah (mubaligh) Kiai Anwar berdakwah kemana-mana.

Dengan mengendarai motor bebek rutin mendatangi majelis-majelis pengajian. Kiai Anwar rutin mengamalkan ilmu agama yang pernah ditimba dari almarhum KH Muhammad Djamhuri atau KH Shodiq Damanhuri, pendiri sekaligus pengasuh ponpes salafiyah APIS Sanan Gondang, Kecamatan Gandusari (berdiri tahun 1939).

Sepengetahuan Munib, abahnya hampir selalu pulang malam. Setiba di rumah mengambil air wudlu dan langsung menunaikan salat malam dan berdizkir. Tidak hanya dirinya. Sembilan saudaranya, kata Munib juga tahu kebiasaan rutin abahnya.

Dari pernikahannya Kiai Anwar dikaruniai 10 putra-putri, dan Munib merupakan anak ketujuh. Hampir seluruh putra putri Kiai Anwar aktif di dunia pendidikan. “Di depan putra putrinya dan orang lain abah itu selalu terlihat sabar. Tapi juga bisa keras ketika sudah menyangkut pendidikan dan hal yang prinsip,” kenang Munib.
Dikenal Saleh dan Pemurah, Jasad Kiai Anwar Tetap Utuh Meski Dikubur 31 Tahun

Sosok Pemurah dan Rendah Hati
Selain kesalehan spiritual (habluminallah) yang tidak pernah ditinggalkan, almarhum Kiai Anwar merupakan sosok pemurah. Semasa hidupnya, Kiai Anwar menerapkan kesalehan sosial (habluminnanas) yang bagi Munib mengagumkan.

Seingat dia, Kiai Anwar memiliki jiwa sosial yang tinggi, yakni terutama kepada orang tidak mampu di lingkungan sekitar. Tidak jarang uang yang diperlukan anaknya, justru diberikan kepada orang lain yang dirasa Kiai Anwar lebih membutuhkan.

Munib bertanya tanya dalam hati, apakah faktor kesalehan sosial ini yang membuat jasad abahnya tidak rusak dimakan tanah. “Menurut saya abah itu pemurah. Jiwa sosialnya tinggi. Apakah mungkin amalan ini yang membuat jenazahnya utuh,” terang Munib.

Selain pemurah, Kiai Anwar juga dikenal rendah hati. Di depan semua orang tingkah laku dan tutur katanya selalu santun. Selain itu Kiai Anwar juga tidak pernah membeda bedakan siapapun. Begitu juga ketika menyelesaikan permasalahan. Kiai Anwar selalu mengedapankan suasana yang sejuk.

Pernah suatu saat ada kasus seorang santri kehilangan uang. Kiai Anwar, kata Munib tidak serta merta marah. Dengan sabar satu persatu santri ‘diinterogasi’. Namun karena tidak ada yang mengaku, seluruh santri akhirnya dikumpulkan.

Di depan para santri diletakkan kendi tanah liat berisi air. Setelah dibacakan amalan doa, kendi berisi air itu terbang dan bergerak ke arah santri yang mengambil uang. Santri bersangkutan itu seketika mengakui perbuatannya.

“Saya dapat cerita ini dari kakak saya yang katanya melihat langsung peristiwa itu. Katanya saat itu, abah ternyata bisa ilmu seperti itu,” kenangnya sembari tertawa. Munib juga teringat ucapan abahnya jika dirinya nanti yang menggantikan memimpin masjid Baitul Rauf.

Ucapan Kiai Anwar yang terlontar saat berbincang dengan adik ayahnya itu, terbukti. Sebagai guru PNS di Pasuruan, saat itu Munib sempat berfikiran tidak mungkin. Namun ketika dirinya pulang kampung karena pensiun, faktanya kini dirinya yang menjadi imam di masjid.

Sejak Kamis lalu (14/3/2019) makam Kiai Anwar berada di belakang Masjid Baitul Rauf. Perpindahan makam itu sendiri dalam rangka mewujudkan keinginan alumni santri agar lebih leluasa berziarah. Peristirahatan terakhir Kiai Anwar berdampingan dengan makam istrinya.

Menurut Munib, peristiwa utuhnya jenazah Kiai Anwar bisa menjadi penyemangat dan ittibar (pelajaran) bagi keluarga maupun santri agar berlomba-lomba dalam kebaikan dan ikhlas menjalankan amal saleh.
Dikenal Saleh dan Pemurah, Jasad Kiai Anwar Tetap Utuh Meski Dikubur 31 Tahun
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1748 seconds (0.1#10.140)