Berniat Beli Rumah Soeprijadi, Wakil Wali Kota Blitar Ingin Lindungi Bangunan Bersejarah
A
A
A
BLITAR - Kabar rumah pejuang Pembela Tanah Air (PETA) Soeprijadi di Kota Blitar, Jawa Timur, ditawarkan untuk dijual, sudah sampai di telinga Wakil Wali Kota Blitar Santoso. Bahkan dia berniat untuk membeli bangunan cagar budaya tersebut agar tetap terjaga nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Santoso mengatakan, Pemkot Blitar berharap bisa membeli rumah peninggalan orangtua Pahlawan Nasional Soeprijadi. Mengingat bangunan tersebut termasuk cagar budaya dan terkait dengan peristiwa pemberontakan PETA Blitar pada 14 Februari 1945.
"Kita sudah memikirkan hal itu. Karena ini terkait cagar budaya. Saat ini kita masih mengkaji anggarannya, " ujarnya, Kamis (14/2/2019).
Rumah pahlawan nasional Soeprijadi berada di Jalan Syodanco No 42, Kota Blitar, Jawa Timur. Bangunan lama beserta tanah seluas 856 meter persegi itu telah ditawarkan secara terbuka untuk dijual. "Iya dijual, " tutur Suroto (80) adik kandung Soeprijadi kepada Sindonews.com, Kamis (14/2/2019).
Konstruksi tempat tinggal yang juga berstatus cagar budaya itu masih asli. Terutama bangunan induknya, tidak banyak berubah. Kalaupun ada renovasi, hanya bersifat ringan.
Saat masuk ruang tamu, terlihat tiga kamar berukuran besar. Daun pintunya berwarna kuning mentah dengan model pegangan (pintu) kuningan. Pintu khas rumah para priyayi Jawa. Tiga kamar lain terlihat di bangunan belakang.
"Total kamar di rumah ini ada enam kamar. Yang belakang dulu tempat untuk pembantu," terang Soeroto.
Sebagian besar perabot rumah yakni mulai kursi, meja, bufet, dan lampu gantung tergolong barang antik. Semuanya terlihat terawat dengan baik. Selain foto keluarga hitam putih, pada dinding ruangan terpajang lukisan Pangeran Diponegoro berukuran besar. Ada juga foto dan lukisan Soeprijadi.
"Iya ini foto (Soeprijadi) yang banyak beredar itu," kata Soeroto menegaskan. (Baca juga; Cagar Budaya: Rumah Pejuang Peta Soeprijadi Ditawarkan untuk Dijual )
Tempat tinggal itu merupakan peninggalan kolonial Belanda. Menurut Soeroto, rumah itu dibeli mendiang ayahnya, yakni Darmadi pada 1933 dari tangan Mayor Hadiwijoyo. Darmadi yang juga ayah Soeprijadi merupakan Bupati Blitar ketujuh (periode 1945-1947). Darmadi juga pernah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Kediri.
Di rumah itu Soeroto mengaku hidup sendiri. Dia tidak berumah tangga. Setelah merantau ke Jakarta, dan Makassar, lelaki yang berlatar belakang montir itu kembali menempati rumah orang tuanya pada 2008.
Terkait alasan dijual, Soeroto yang merupakan anak kedua dari 10 bersaudara tidak bersedia menjelaskan secara terbuka. Dia hanya mengatakan umurnya sudah lanjut dan tidak kuat lagi merawat. "Umur saya sudah lanjut," katanya dan menolak menyebut harga jual rumah tersebut.
Dalam penjualan ini menurut dia ada 10 ahli waris yang berhak menerima. Semua terdiri dari anak dan cucu Darmadi. Untuk seluruh urusan jual beli dan harga, Soeroto mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada keponakannya, yakni Sri Astuti pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Blitar.
Santoso mengatakan, Pemkot Blitar berharap bisa membeli rumah peninggalan orangtua Pahlawan Nasional Soeprijadi. Mengingat bangunan tersebut termasuk cagar budaya dan terkait dengan peristiwa pemberontakan PETA Blitar pada 14 Februari 1945.
"Kita sudah memikirkan hal itu. Karena ini terkait cagar budaya. Saat ini kita masih mengkaji anggarannya, " ujarnya, Kamis (14/2/2019).
Rumah pahlawan nasional Soeprijadi berada di Jalan Syodanco No 42, Kota Blitar, Jawa Timur. Bangunan lama beserta tanah seluas 856 meter persegi itu telah ditawarkan secara terbuka untuk dijual. "Iya dijual, " tutur Suroto (80) adik kandung Soeprijadi kepada Sindonews.com, Kamis (14/2/2019).
Konstruksi tempat tinggal yang juga berstatus cagar budaya itu masih asli. Terutama bangunan induknya, tidak banyak berubah. Kalaupun ada renovasi, hanya bersifat ringan.
Saat masuk ruang tamu, terlihat tiga kamar berukuran besar. Daun pintunya berwarna kuning mentah dengan model pegangan (pintu) kuningan. Pintu khas rumah para priyayi Jawa. Tiga kamar lain terlihat di bangunan belakang.
"Total kamar di rumah ini ada enam kamar. Yang belakang dulu tempat untuk pembantu," terang Soeroto.
Sebagian besar perabot rumah yakni mulai kursi, meja, bufet, dan lampu gantung tergolong barang antik. Semuanya terlihat terawat dengan baik. Selain foto keluarga hitam putih, pada dinding ruangan terpajang lukisan Pangeran Diponegoro berukuran besar. Ada juga foto dan lukisan Soeprijadi.
"Iya ini foto (Soeprijadi) yang banyak beredar itu," kata Soeroto menegaskan. (Baca juga; Cagar Budaya: Rumah Pejuang Peta Soeprijadi Ditawarkan untuk Dijual )
Tempat tinggal itu merupakan peninggalan kolonial Belanda. Menurut Soeroto, rumah itu dibeli mendiang ayahnya, yakni Darmadi pada 1933 dari tangan Mayor Hadiwijoyo. Darmadi yang juga ayah Soeprijadi merupakan Bupati Blitar ketujuh (periode 1945-1947). Darmadi juga pernah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Kediri.
Di rumah itu Soeroto mengaku hidup sendiri. Dia tidak berumah tangga. Setelah merantau ke Jakarta, dan Makassar, lelaki yang berlatar belakang montir itu kembali menempati rumah orang tuanya pada 2008.
Terkait alasan dijual, Soeroto yang merupakan anak kedua dari 10 bersaudara tidak bersedia menjelaskan secara terbuka. Dia hanya mengatakan umurnya sudah lanjut dan tidak kuat lagi merawat. "Umur saya sudah lanjut," katanya dan menolak menyebut harga jual rumah tersebut.
Dalam penjualan ini menurut dia ada 10 ahli waris yang berhak menerima. Semua terdiri dari anak dan cucu Darmadi. Untuk seluruh urusan jual beli dan harga, Soeroto mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada keponakannya, yakni Sri Astuti pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Blitar.
(wib)