Tradisi Kirab Saka Guru Sipanji dan Sumur Emas di Banyumas
A
A
A
PURWOKERTO - Kirab Boyongan Saka Guru Sipanji di Banyumas, Jawa Tengah, selalu menarik perhatian ribuan warga. Prosesi ini menggambarkan pemindahan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas, yang semula di Banyumas pindah ke Purwokerto.
Peristiwa pemindahan terjadi pada masa Pemerintahan Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati ke-20) tahun 1937. Prosesi adat ini sekaligus menjadi perayaan Hari Jadi Banyumas yang selalu ramai dan meriah dihadiri masyarakat serta tokoh-tokoh nasional.
Kali ini Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo turut serta dalam kirab. Menko Puan tampak cantik dengan mengenakan kebaya berwarna merah. Sementara Ganjar mengenakan beskap hitam dan berblangkon.
Keduanya berjalan beriringan didampingi Bupati Banyumas Achmad Husain dan sejumlah tokoh menuju pendapa lama. Sepanjang jalan, banyak warga yang berdiri sembari menunggu rombongan kirab melintas.
"Ganteng banget Pak Ganjar, lebih ganteng dari yang di tivi. Pak pengen foto Pak," teriak warga yang menunggu kedatangan Ganjar dan Puan di tepi jalan, Minggu (10/2/2019).
Dengan ramah, Ganjar dan Puan meladeni masyarakat untuk selfie bersama. Sesampainya di pendapa lama, Puan dan Ganjar diajak untuk mengambil air dari Sumur Emas. Sumur ini dipercaya memiliki kekeramatan dan merupakan peninggalan para wali.
Masyarakat percaya, bahwa air yang berasal dari sumur itu memiliki banyak khasiat, seperti membuat awet muda dan dapat pula mengabulkan permintaan orang yang meminumnya. Seperti penasaran, Ganjar menanyakan khasiat dari sumur tersebut kepada Bupati Banyumas. "Sing jelas gawe seger, ngelake ilang (yang jelas bikin segar, hausnya hilang)," kata Achmad Husain.
Ganjar dan Puan kemudian bergantian mengambil air dari sumur itu. Tanpa ragu, Ganjar langsung meminum air sumur yang diambil menggunakan batok kelapa itu dan menggunakannya untuk cuci muka. "Seger tenan rasane (segar sekali rasanya), ayo sopo sing pengen (ayo siapa yang pengen)," tanya Ganjar.
Ganjar pun menciprat-cipratkan air dari Sumur Emas tersebut kepada warga dan para awak media. Sontak aksi itu membuat warga yang tidak dapat mendekat tertawa. Meski basah karena cipratan air sumur, namun mereka justru senang karena percaya bahwa air tersebut membawa berkah.
Terkait prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Sipanji, Ganjar mengatakan jika budaya tradisi tersebut harus selalu dijaga. Apalagi, dalam kirab tersebut memiliki banyak nilai-nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat Banyumas.
"Selain mengenang perpindahan pusat pemerintahan dari Banyumas ke Purwokerto, kirab ini juga mencerminkan budaya Indonesia, yakni gotong royong. Bahwa untuk membangun pemerintahan yang baik, semua masyarakat harus terlibat, kalau orang Banyumas menyebutnya Rengosan," kata Ganjar.
Dalam kirab itu, ada tiga Saka atau Soko dalam bahasa Jawa yang dikirab bersama kebutuhan lainnya. Tiga Saka yang berfungsi sebagai penyangga utama pendopo itu kemudian diarak dari Banyumas ke Purwokerto dengan dipikul dan berjalan kaki. "Uniknya, ini yang dikirab hanya tiga Saka. Pertanyaannya, yang satu di mana?" tukasnya sembari tersenyum.
Untuk menambah meriah prosesi kirab, sejumlah kesenian juga dihadirkan. Di antaranya kesenian Kenthongan Banyumasan, tari-tarian, drumband dan kesenian lain. Puan dan Ganjar ikut mengarak kirab dengan menaiki mobil antik menuju Purwokerto.
Peristiwa pemindahan terjadi pada masa Pemerintahan Adipati Arya Sudjiman Gandasubrata (Bupati ke-20) tahun 1937. Prosesi adat ini sekaligus menjadi perayaan Hari Jadi Banyumas yang selalu ramai dan meriah dihadiri masyarakat serta tokoh-tokoh nasional.
Kali ini Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo turut serta dalam kirab. Menko Puan tampak cantik dengan mengenakan kebaya berwarna merah. Sementara Ganjar mengenakan beskap hitam dan berblangkon.
Keduanya berjalan beriringan didampingi Bupati Banyumas Achmad Husain dan sejumlah tokoh menuju pendapa lama. Sepanjang jalan, banyak warga yang berdiri sembari menunggu rombongan kirab melintas.
"Ganteng banget Pak Ganjar, lebih ganteng dari yang di tivi. Pak pengen foto Pak," teriak warga yang menunggu kedatangan Ganjar dan Puan di tepi jalan, Minggu (10/2/2019).
Dengan ramah, Ganjar dan Puan meladeni masyarakat untuk selfie bersama. Sesampainya di pendapa lama, Puan dan Ganjar diajak untuk mengambil air dari Sumur Emas. Sumur ini dipercaya memiliki kekeramatan dan merupakan peninggalan para wali.
Masyarakat percaya, bahwa air yang berasal dari sumur itu memiliki banyak khasiat, seperti membuat awet muda dan dapat pula mengabulkan permintaan orang yang meminumnya. Seperti penasaran, Ganjar menanyakan khasiat dari sumur tersebut kepada Bupati Banyumas. "Sing jelas gawe seger, ngelake ilang (yang jelas bikin segar, hausnya hilang)," kata Achmad Husain.
Ganjar dan Puan kemudian bergantian mengambil air dari sumur itu. Tanpa ragu, Ganjar langsung meminum air sumur yang diambil menggunakan batok kelapa itu dan menggunakannya untuk cuci muka. "Seger tenan rasane (segar sekali rasanya), ayo sopo sing pengen (ayo siapa yang pengen)," tanya Ganjar.
Ganjar pun menciprat-cipratkan air dari Sumur Emas tersebut kepada warga dan para awak media. Sontak aksi itu membuat warga yang tidak dapat mendekat tertawa. Meski basah karena cipratan air sumur, namun mereka justru senang karena percaya bahwa air tersebut membawa berkah.
Terkait prosesi Kirab Boyongan Saka Guru Sipanji, Ganjar mengatakan jika budaya tradisi tersebut harus selalu dijaga. Apalagi, dalam kirab tersebut memiliki banyak nilai-nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat Banyumas.
"Selain mengenang perpindahan pusat pemerintahan dari Banyumas ke Purwokerto, kirab ini juga mencerminkan budaya Indonesia, yakni gotong royong. Bahwa untuk membangun pemerintahan yang baik, semua masyarakat harus terlibat, kalau orang Banyumas menyebutnya Rengosan," kata Ganjar.
Dalam kirab itu, ada tiga Saka atau Soko dalam bahasa Jawa yang dikirab bersama kebutuhan lainnya. Tiga Saka yang berfungsi sebagai penyangga utama pendopo itu kemudian diarak dari Banyumas ke Purwokerto dengan dipikul dan berjalan kaki. "Uniknya, ini yang dikirab hanya tiga Saka. Pertanyaannya, yang satu di mana?" tukasnya sembari tersenyum.
Untuk menambah meriah prosesi kirab, sejumlah kesenian juga dihadirkan. Di antaranya kesenian Kenthongan Banyumasan, tari-tarian, drumband dan kesenian lain. Puan dan Ganjar ikut mengarak kirab dengan menaiki mobil antik menuju Purwokerto.
(wib)