DBD Mulai Mewabah di Gorontalo
A
A
A
GORONTALO - Sejak lima tahun terakhir hingga sekarang, tercatat sudah 14 jiwa meninggal akibat Demam Berdara Dengue (DBD), di Kota Gorontalo. Kasus ini terkuak di tengah rapat koordinasi lintas sektor, dipimpin Wali Kota Gorontalo Marten Taha, Rabu 16 Januari lalu.
Dari data Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, pada 2015 silam tercatat 71 kasus, dengan jumlah kematian 4 jiwa. Sama halnya tahun 2016, memiliki 4 kematian, dan jumlah kasus meningkat sampai 153 kasus. Memasuki 2017, jumlah kasus menurun ke angka 76, demikian pula kematian yang hanya 1 jiwa. Tapi tidak di 2018 kemarin, angka kematian melonjak sampai 3 jiwa, dan kasusnya menembus 124 kasus DBD. Parahnya, belum juga masuk awal tahun di 2019, DBD di Kota Gorontalo sudah mencapai 7 kasus. Dengan jumlah kematian, dua jiwa.
"Dari 7 kasus, terdapat 15 orang berkategori suspek. Dan kelurahan yang menjadi sasaran fogging, diantaranya. Kelurahan Pohe, Kelurahan Tenilo, Kelurahan Molositaf W dan terakhir Kelurahan Pilolodaa," kata Kadis Kesehatan Kota Gorontalo, Nur Albar Finasim.
Kesadaran merawat kebersihan rumah dan halaman sekitar, melalui 3 M plus merupakan langkah paling bijak untuk dilakukan. Sehingga nyamuk aedes aegypti, pemicu DBD tidak berkembang biak. Imbauan ini menyikapi fenomena, mulai merebaknya kasus DBD di Kota Gorontalo akhir-akhir ini.
"Semua harus paham, akar masalah penyakit DBD muncul dari masalah lingkungan. Untuk mencegahnya, warga harus memperhatikan kebersihan sekitar rumah," ungkap Nur Albar.
Berdasarkan stratifikasi wilayah penyebaran DBD, wilayah yang termasuk endemis DBD, hampir terdapat di seluruh wilayah. Kecuali Kelurahan Botu dan Tanjung Keramat, yang dinyatakan bebas DBD.
Apabila ada warga yang terindikasi DBD di suatu wilayah, petugas akan diturunkan melakukan investigasi. Bila hasilnya positif, akan segera dilakukan fogging (penyemprotan) sekitar 100 rumah. Fogging ini diperlukan untuk membunuh nyamuk dewasa.
"Tetapi, perlu diingat, fogging hanya akan membunuh nyamuk dewasa, tidak dengan jentiknya," kata Nur Albar.
Dari data Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, pada 2015 silam tercatat 71 kasus, dengan jumlah kematian 4 jiwa. Sama halnya tahun 2016, memiliki 4 kematian, dan jumlah kasus meningkat sampai 153 kasus. Memasuki 2017, jumlah kasus menurun ke angka 76, demikian pula kematian yang hanya 1 jiwa. Tapi tidak di 2018 kemarin, angka kematian melonjak sampai 3 jiwa, dan kasusnya menembus 124 kasus DBD. Parahnya, belum juga masuk awal tahun di 2019, DBD di Kota Gorontalo sudah mencapai 7 kasus. Dengan jumlah kematian, dua jiwa.
"Dari 7 kasus, terdapat 15 orang berkategori suspek. Dan kelurahan yang menjadi sasaran fogging, diantaranya. Kelurahan Pohe, Kelurahan Tenilo, Kelurahan Molositaf W dan terakhir Kelurahan Pilolodaa," kata Kadis Kesehatan Kota Gorontalo, Nur Albar Finasim.
Kesadaran merawat kebersihan rumah dan halaman sekitar, melalui 3 M plus merupakan langkah paling bijak untuk dilakukan. Sehingga nyamuk aedes aegypti, pemicu DBD tidak berkembang biak. Imbauan ini menyikapi fenomena, mulai merebaknya kasus DBD di Kota Gorontalo akhir-akhir ini.
"Semua harus paham, akar masalah penyakit DBD muncul dari masalah lingkungan. Untuk mencegahnya, warga harus memperhatikan kebersihan sekitar rumah," ungkap Nur Albar.
Berdasarkan stratifikasi wilayah penyebaran DBD, wilayah yang termasuk endemis DBD, hampir terdapat di seluruh wilayah. Kecuali Kelurahan Botu dan Tanjung Keramat, yang dinyatakan bebas DBD.
Apabila ada warga yang terindikasi DBD di suatu wilayah, petugas akan diturunkan melakukan investigasi. Bila hasilnya positif, akan segera dilakukan fogging (penyemprotan) sekitar 100 rumah. Fogging ini diperlukan untuk membunuh nyamuk dewasa.
"Tetapi, perlu diingat, fogging hanya akan membunuh nyamuk dewasa, tidak dengan jentiknya," kata Nur Albar.
(sms)