Adek Berry Berbagi Pengalaman Saat Meliput Bencana dan Wilayah Konflik

Sabtu, 19 Januari 2019 - 10:00 WIB
Adek Berry Berbagi Pengalaman...
Adek Berry Berbagi Pengalaman Saat Meliput Bencana dan Wilayah Konflik
A A A
MEDAN - Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan menggelar diskusi bertajuk Duduk Ngopi, dan Berbagi Bersama Adek Berry seputar Foto Jurnalistik di Kawasan Konflik dan Bencana, di Nine Cafe Jalan Perjuangan, Medan, Jumat (18/1/2019).

Lebih dari 50 orang hadir dalam kegiatan ini, terdiri dari jurnalis foto, komunitas fotografi, mahasiswa dan lain sebagainya. Adek Berry yang merupakan fotografer AFP bercerita bahwa jurnalis di Indonesia harus mempersiapkan diri untuk meliput bencana. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pertemuan lempengen sehingga rawan terjadi gempa dan bencana lainnya. Lantas, seperti apa rasanya mencari foto saat bencana?"Ada beberapa bencana yang penyebabnya macem-macem. Ada natural disaster seperti gempa bumi. Yang terbaru saya foto adalah gempa Lombok. Terjadi empat hari sebelum Asian Games. Begitu selesai dari Lombok saya langsung ke Palembang untuk memotret Asian Games. Tapi sebagai jurnalis kita harus siap dengan kondisi seperti ini," terang Adek Berry.
Menurutnya, jurnalis adalah pekerjaan 24 jam. Ketika peristiwa memanggil harus siap kapanpun. Meskipun Adek Berry sudah berkeluarga, memiliki suami dan dua orang anak. Namun, bekerja menjadi jurnalis bukanlah suatu halangan. Kuncinya adalah manajemen dan membagi waktu.

Khusus untuk meliput ke wilayah bencana, menurut Adek, para jurnalis harus punya perhitungan yang tinggi. "Kalau kita masuk kira-kira bisa keluar gak. Risikonya seperti apa kita harus betul-betul perhitungkan. Untuk pekerjaan seperti ini kita memang harus berani mengambil keputusan dengan cepat dan mengambil risiko," jelas perempuan yang pernah meliput ke beberapa negara yang mengalami perang.

Kemudian, tambahnya, jurnalis juga harus memiliki pengetahuan yang banyak dan paham manajemen bencana. Ia mengingatkan jika memotret bencana jangan lupa memotret ekspresi masyarakat. Karena foto yang diabadikan bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang banyak.

"Selain memotret, saya terbiasa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang yang saya foto. Karena foto kuat tidak akan pergi jauh tanpa berita yang kuat dan lengkap. Kalau foto sudah kuat dan berita kuat maka efeknya juga akan lebih jauh," ungkapnya.

Selain bencana alam, yang sering terjadi di Indonesia adalah kecelakaan transportasi. Saat seperti ini jurnalis juga harus siap kapan saja peristiwa memanggil. "Bagaimana kalau kita meliput di wilayah konflik? Yang pertama adalah safety first, keamanan yang utama," tegas Adek.

Di Kantor berita AFP, katanya, para jurnalis diberikan training khusus untuk meliput ke daerah bermusuhan. Diajarkan P3K, navigasi, menggunakan komunikasi satelit, menangani penculikan dan lain sebagainya.

"Saran saya PFI Medan bikin pelatihan seperti ini bekerja sama dengan pihak lain. Karena secara umum jurnalis ini nekat karena tekanan deadline dan lainnya," imbuhnya.

Ketua PFI Medan, Rahmad Suryadi mengatakan, gelaran diskusi fotografi memang menjadi agenda rutin PFI Medan. Namun diskusi kali ini lebih spesial karena PFI Medan kedatangan teman diskusi dari Fotografer Perempuan ternama di Indonesia yaitu Adek Berry.

"Siapa yang gak kenal Adek Berry. Fotografer AFP yang sering meliput ke kawasan konflik dan bencana. Di tengah begitu banyaknya fotografer di Indonesia, Adek Berry berhasil membuktikan bahwa perempuan juga bisa menjadi fotografer yang hebat," ujarnya.

Ia berharap dengan diskusi ini para fotografer di Medan bisa terinspirasi dari pengalaman dengan Adek Berry dan bisa termotivasi untuk terus berkarya di di dunia fotografi.

Selain diskusi, dilakukan pula sosialisasi buku berjudul Mata Lensa karya Adek Berry pada kegiatan ini. Acara ini didukung oleh FJP Sumut, GarudaFood, PT Toba Pulp Lestari, XL Axiata, Garuda Hotel, Noerlen, dan KFAL class of Photography.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1446 seconds (0.1#10.140)