6 Keluarga Korban Tsunami Selat Sunda Dipalak di RSDP Serang
A
A
A
SERANG - Dari 34 jenazah korban bencana tsunami di Selat Sunda, enam keluarga korban menjadi korban pemalakan oknum pegawai Rumah Sakit dr Drajat Prawiranegara (RSDP) Serang.
Kabag Wasidik Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herli Saputra mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan terungkap, dari 34 jenazah ada enam menjadi korban pungutan liar ketiga tersangka.
"Ada 11 keluarga korban yang menggunakan sebuah perusahaan (pihak ketiga) yang telah melakukan MOU dengan RSDP. Dari 11 (korban), lima gratis tapi enam dipungut biaya," kata Dadang kepada wartawan didampingi Kabid Humas Polda Banten AKBP Edy Sumardi, Sabtu 29 Desember 2018.
Dia menjelaskan, 23 jenazah tidak menggunakan jasa pengurusan jenazah dari pihak rumah sakit atau perusahaan. Melainkan, dibawa oleh keluarga masing-masing menggunakan kendaraan jenazah sendiri. "Kita juga sita uang Rp15 juta dari hasil pembayaran keluarga korban," ujarnya.
Selama ini, Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Serang itu tidak memiliki kendaraan untuk membawa jenazah. Melainkan bekerja sama dengan pihak ketiga. "Mobil jenazah itu yang kita KSO ambulans kita punya, mobil jenazah kita ngak punya," kata Plt Direktur RSDP Serang, Sri Nurhayati.
Diketahui, Polda Banten telah mentepkan tiga orang tersangka kasus dugaan pungutan liar (Pungli) pengurusan jenazah korban tsunami Selat Sunda oleh Rumah Sakit dr Drajat Prawiranegara (RSDP) Serang.
Ketiga tersangka yakni seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial F, dan dua karyawan dari sebuah perusahaan swasta berinisal I dan B. Penetapan ketiga tersangka setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada lima orang saksi dan beberapa alat bukti, seperti kuitansi tidak resmi yang dikeluarkan oleh tersangka F.
Ketiganya dijerat pasal 12 huruf E Undang-Undang No 20/2001 tentang perunbahan atas Undang-Undang No 31 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiganya terancam pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Kabag Wasidik Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herli Saputra mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan terungkap, dari 34 jenazah ada enam menjadi korban pungutan liar ketiga tersangka.
"Ada 11 keluarga korban yang menggunakan sebuah perusahaan (pihak ketiga) yang telah melakukan MOU dengan RSDP. Dari 11 (korban), lima gratis tapi enam dipungut biaya," kata Dadang kepada wartawan didampingi Kabid Humas Polda Banten AKBP Edy Sumardi, Sabtu 29 Desember 2018.
Dia menjelaskan, 23 jenazah tidak menggunakan jasa pengurusan jenazah dari pihak rumah sakit atau perusahaan. Melainkan, dibawa oleh keluarga masing-masing menggunakan kendaraan jenazah sendiri. "Kita juga sita uang Rp15 juta dari hasil pembayaran keluarga korban," ujarnya.
Selama ini, Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Serang itu tidak memiliki kendaraan untuk membawa jenazah. Melainkan bekerja sama dengan pihak ketiga. "Mobil jenazah itu yang kita KSO ambulans kita punya, mobil jenazah kita ngak punya," kata Plt Direktur RSDP Serang, Sri Nurhayati.
Diketahui, Polda Banten telah mentepkan tiga orang tersangka kasus dugaan pungutan liar (Pungli) pengurusan jenazah korban tsunami Selat Sunda oleh Rumah Sakit dr Drajat Prawiranegara (RSDP) Serang.
Ketiga tersangka yakni seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial F, dan dua karyawan dari sebuah perusahaan swasta berinisal I dan B. Penetapan ketiga tersangka setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada lima orang saksi dan beberapa alat bukti, seperti kuitansi tidak resmi yang dikeluarkan oleh tersangka F.
Ketiganya dijerat pasal 12 huruf E Undang-Undang No 20/2001 tentang perunbahan atas Undang-Undang No 31 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiganya terancam pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
(wib)