Gelar Habib dan Sejarahnya di Indonesia

Minggu, 23 Desember 2018 - 05:00 WIB
Gelar Habib dan Sejarahnya...
Gelar Habib dan Sejarahnya di Indonesia
A A A
PUBLIK di Tanah Air saat ini ramai membicarakan gelar Habib. Istilah Habib mendadak jadi sorotan karena sejumlah figur bergelar Habib terjerat kasus hukum yang dinilai kontroversi.

Sebut saja Habib Rizieq Shihab (Imam Besar Front Pembela Islam) yang saat ini hijrah ke Makkah dan Habib Bahar bin Smith (pimpinan Majelis Pembela Rasulullah) yang ditahan karena tuduhan melakukan tindak pidana penganiayaan.

Untuk diketahui, selain kedua figur Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar bin Smith, ada banyak habib yang populer karena dakwahnya. Sebut saja Habib Ali Kwitang (pemimpin Majelis Tak'lim Kwitang), Habib Luthfi bin Yahya (pendakwah Nahdlatul Ulama), Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan (Pengasuh Ponpes Al-Fachriyah Tangerang), Habib Hasan bin Ja'far Assegaf (Pemimpin Majelis Taklim Nurul Musthofa Jakarta), Habib Novel Alaydrus (pengasuh Majelis Ar-Raudhah Solo), dan masih banyak Habib lainnya yang mempunyai pengaruh besar.

Banyak yang bertanya-tanya dan tak sedikit yang salah kaprah memahami gelar Habib tersebut. Apa dan siapa sebenarnya Habib ini dan bagaimana sejarahnya di Indonesia?

Sebelum becerita jauh tentang sejarahnya, ada baiknya kita telaah dulu apa yang dimaksud dengan Habib. Secara tekstual Habib berarti “kekasih”. Terkadang orang Arab menulisnya dengan Habeeb yang berarti “yang tercinta" atau "yang terhormat”. Ada juga yang menyebut bahwa Habib berasal dari kata Habaib, yang artinya adalah keturunan Rasulullah SAW yang dicintai.

Habib adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada para (dzurriyah) keturunan Nabi Muhammad SAW yang tinggal di lembah Hadhramaut (Yaman), Asia Tenggara, dan pesisir Afrika Timur. Selain gelar Habib, ada juga julukan lain yang bermakna serupa yaitu Sayyid dan Syarif.

Adapun keturunan Nabi yang berasal dari jalur Husein disebut Sayyid, sedangkan keturunan Nabi dari jalur Hasan sering disebut Syarif.

Ciri khas para Habaib ini dikenal dengan penampilan yang indah dan wajah bercahaya. Pakaian mereka tak pernah lepas dari Imamah (penutup kepala), sorban dan jubah (gamis) putih. Terkadang mereka membawa tongkat dan di jari kelingking kanan mereka menempel cincin perak yang semuanya merupakan sunnah Nabi.

Menurut Dai lulusan Institute of Arab Studies Kairo Mesir Ustaz Dr Miftah el-Banjary, istilah Habib terambil dari bahasa Arab yang berarti “Kekasih” atau “Orang yang Dikasihi”. Dalam bentuk jamak biasa disebut “Habaib”. Habib merupakan gelar kehormatan bagi keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyidina Husein.

“Di Indonesia, istilah Habib lebih populer sering digunakan ketimbang sebutan “Syarif” atau “Sayyid” meski keduanya sama-sama ditujukan untuk menyebut garis keturunan Rasulullah SAW (Ahlu Bait),” terang Ustaz Miftah kepada SINDOnews.

Sebutan “Sayyid” atau“Syarif”merupakan gelar kehormatan yang dikhususkan bagi keturunan al-Faqih Muqaddam.

Ustaz Miftah menceritakan, di beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yordania, Libia, Tunisia yang notabene merupakan anak keturunan Rasulullah dari jalur Sayyidina Hasan, sebutan “Habib” tidak terlalu populer. Mereka lebih dikenal dengan sebutan “al-Hasani” saja untuk menegaskan bahwa mereka memiliki jalur nasab yang mulia. Di Persia (Iran) lebih dikenal dengan sebutan “Ahlu Bait”.

Pada umumnya, anak cucu keturunan Rasulullah di Hadramaut (Yaman) yang notabene merupakan keturunan Sayyidina Husein lebih senang menisbahkan kelompok keluarga mereka pada sebutan Bani ‘Alawiyyin, sebab merujuk pada ‘Alwi bin Abdullah bin al-Muhajir bin Isa yang pertama mendapat gelar “Alawi”.

Sejarah Kehadiran Habib di Indonesia
Asal muasal kehadiran para Habib di Indonesia sebenarnya telah ada sejak dulu sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Mereka datang dari Hadhramaut (Yaman).

Di Indonesia, ada satu organisasi yang bertugas menghimpun WNI keturunan Arab, khususnya yang memiliki keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW atau keluarga Alawiyyin. Lembaga ini berkantor pusat di Jakarta.

Dikutip dari Gana Islamika, Ketua Dewan Pimpinan Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar bin Smith mengungkapkan, dzurriyah (keturunan) Nabi ini dapat ditelusuri dari pendirinya, yaitu Ahmad bin Isa (wafat tahun 345 H). Pria yang dikenal dengan nama Al-Imam Ahmad bin Isa atau al-Imam al-Muhajir ini adalah generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.

Ahmad bin Isa melakukan hijrah dari Basra ke Hadhramaut (Yaman) bersama keluarganya pada tahun 317 H untuk menghindari Dinasti Abbasiyah yang berkuasa saat itu. Mereka hijrah dari Basrah ke Hadhramaut mengikuti kakek buyutnya, yaitu Muhammad Rasulullah SAW yang hijrah dari Mekah ke Madinah.

Ahmad bin Isa wafat di Husaisah, salah satu desa di Hadhramaut, pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan memiliki tiga orang putera yaitu Alwi (Alawi), Jadid, dan Ismail.
Akhir abad ke-6 H keturunan Ismail dan Jadid tidak mempunyai kelanjutan, sedangkan keturunan Alwi tetap berlanjut. Keturunan dari Alwi inilah yang kemudian dikenal dengan kaum Alawiyin. Maka secara khusus, istilah “Habib” mengacu kepada keturunan Alwi bin Ubaidillah (wafat awal abad ke-5 H)

Penjelasan serupa juga diungkapkan Ustaz Dr Miftah el-Banjary. Ustaz yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan ini menjelaskan, asal muasal keberadaan Habib dapat dilacak dari pendirinya, yaitu Ahmad bin Isa (wafat 345 H). Pria yang lebih dikenal dengan nama al-Imam Ahmad bin Isa atau Imam al-Muhajir ini adalah generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Thalib dan Fatimah az-Zahra.

Ahmad bin Isa diketahui melakukan hijrah dari Basra ke Hadramaut (Yaman) bersama keluarganya pada tahun 317 H untuk menghindari Dinasti Abbasyiah yang sedang berkuasa saat itu. Sebelum ke Yaman, Ahmad bin Isa diketahui pernah berhijrah ke dari Mekkah ke Madinah. Beliau memiliki tiga orang putera, yaitu Alawi, Jadid dan Ismail. Keturunan Alawi inilah yang kemudian dikenal dengan kaum ‘Alawiyyin. Maka secara khusus istilah “Habib” mengacu pada keturunan Alwi bin Ubaidillah (wafat awal ke-5 H).

"Mengenai kedatangan kelompok Bani Alawiyyin ini ke Nusantara untuk pertama kalinya, tidak ada keterangan yang jelas siapa saja nama tokoh yang pertama kali datang dan berdakwah. Kapan pertama kali mereka datang? Apakah kedatangan mereka dalam misi dakwah yang secara sengaja diutus oleh penguasa ketika itu atau kah hanya dalam misi perdagangan?," sebut Ustaz Miftah.

Berdasarkan catatan seorang penulis sejarah bernama Haji Ali bin Khairuddin di dalam bukunya “Keterangan-keterangan Kedatengan Bongso Arab Ing Tanah Jawi Saking Hadramaut,” halaman 113, mengatakan antara lain, bahwa kedatangan orang-orang Arab di Kepulauan ini (Indonesia) terjadi pada akhir abad ke- 7 H. Mereka datang dari India, terdiri dari 9 orang yang oleh penduduk Jawa disebut “Wali Songo”, yakini Sembilan orang waliyullah. Mereka adalah bersaudara, antara lain:
1. Sayyid Jamaluddin
2. Sayyid Qamaruddin
3. Sayyid Tsanauddin
4. Sayyid Majduddin
5. Sayyid Muhyuddin
6. Sayyid Zainul ‘Alam
7. Sayyid Nurul ‘Alam
8. Sayyid ‘Alawi
9. Sayyid Fadhl Sunan Lembayung.

Mereka semua putera dari Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Sayyid Alwi bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khalli Qassam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Bashry bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidh bin Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam al-Husain bin Abi Thalib. Mereka adalah dzurriyatun Nabi dari putri Rasululullah; Fathimah az-Zahra.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1671 seconds (0.1#10.140)