Kodam Nyatakan Tidak Akan Tarik Pasukan dari Nduga Papua

Jum'at, 21 Desember 2018 - 14:29 WIB
Kodam Nyatakan Tidak...
Kodam Nyatakan Tidak Akan Tarik Pasukan dari Nduga Papua
A A A
JAYAPURA - Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan tidak akan menarik pasukan TNI dari wilayah Kabupaten Nduga pada perayaan Natal dan Tahun Baru 2019. Hal ini terkait seruan Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua yang meminta Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri agar menarik seluruh aparat TNI-Polri yang sedang melaksanakan tugas pengamanan di Kabupaten Nduga selama perayaan Natal dan Tahun Baru.

"Selaku prajurit di lapangan hari Raya bukanlah alasan untuk ditarik dari penugasan, karena kami yakin Tuhanpun juga Maha Tahu akan kondisi itu. Sebagian besar Prajurit kami juga ummat Kristiani. Pangdam dan Kapolda juga hambah Tuhan. Kami Prajurit sudah terbiasa merayakan hari Raya di daerah penugasan, di gunung, di hutan, di tengah laut atau dimanapun kami ditugaskan. Dan tidak ada masalah dengan perayaan Natal di Mbua dan Yigi Kompleks, Rakyat dan aparat keamanan khususnya ummat Kristiani akan melaksanakan ibadah secara bersama-sama," kata Kapendam XVII/Cenderawasih Kol Inf Muhammad Aidi dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (21/12/2018).

Menurut Kapendam, seruan tersebut menunjukkan bahwa Gubernur dan Ketua DRP serta pihak-pihak tidak memahami tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya sebaga pemimpin, pejabat dan wakil rakyat. Bahwa seorang Gubernur adalah wakil dan perpanjangan tangan pemerintah pusat dan Negara Republik Indonesia (RI) di daerah. Dimana gubernur berkewajiban menjamin segala program Nasional harus sukses dan berjalan dengan lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya malah Gubernur bersikap menentang kebijakan Nasional.

"Kehadiran TNI-Polri di Nduga termasuk di daerah lain di seluruh wilayah NKRI adalah untuk mengemban tugas Negara guna melindungi segenap Rakyat dan seluruh tumpah dara Indonesia kok Gubernur dan ketua DPR malah melarang kami bertugas. Sedangkan para gerombolan separatis yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum dengan membantai rakyat, mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan Negara malah didukung dan dilindungi, " ujar Kapendam.

Sampai sekarang ini, kata Kapendam, masih ada empat orang korban pembantaian oleh KKSB yang belum diketahui nasibnya dan entah dimana rimbahnya.

"Bapak Gubernur, Ketua DPR, Para Ketua Fraksi-Fraksi DPR, Pemerhati HAM dan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, Apakah Saudara-Saudari semua dapat memahami bagaimana perasaan duka keluarga korban yang setiap saat menanyakan kepada TNI-Polri tentang nasib keluarganya yang masih hilang? Apalagi kalau mereka mendengar bahwa TNI-Polri telah menghentikan pencarian karena perintah Gubernur dan DPR? Dimana hati nurani Saudara-Saudari sebagai manusia sama-sama ciptaan Tuhan apalagi sebagai pemimpin? Bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada Anda?," timpal Kapendam.

Menurut Kapendam sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23/2014 tentang Pemda, Pasal 67. Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi: khususnya poin; a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan poin f. melaksanakan program strategis nasional.

"Jadi menurut saya Gubernur dan Ketua DPR serta pihak manapun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI-Polri ditarik dari Nduga dimana didaerah tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum. Justru apabila TNI-Polri tidak hadir padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat maka patut di sebut TNI-Polri atau Negara telah melakukan tindakan pembiaran," tandas Kapendam.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0937 seconds (0.1#10.140)