Kasus Kosmetik Ilegal, Via Vallen dan Nella Kharisma Siap Diperiksa
A
A
A
SURABAYA - Via Vallen dan Nella Kharisma dikabarkan siap memenuhi panggilan pemeriksaan Subdit Tipiter Ditreskrimsus Polda Jatim sebagai saksi terkait kasus kosmetik ilegal. Dua artis dangdut itu akan menjalani pemeriksaan pada Senin dan Selasa (17-18/12/2018) pekan depan.
Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera. Barung mengatakan, informasi yang dia terima dari Subdit Tipiter melalui pengacara keduanya, Via Vallen dan Nella Kharisma bersedia datang dan menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan penyidik terkait endorse yang dilakukan artis terkait kosmetik ilegal dengan merekDerma Skin Care (DSC) Beauty.
"Ada permintaan pengunduran jadwal pemanggilan yang disampaikan ke kita. Jadi pekan depan antara tanggal 17 atau 18 Desember (Via Vallen dan Nella Kharisma) baru bisa hadir di Polda Jatim," katanya, Jumat (14/12/2018).
Seperti diberitakan, Polda Jatim menangkap seorang perempuan berinisial KIL. Dia memproduksi kosmetik dengan merek DSC Beauty. Sayangnya, kosmetik yang diproduksi sendiri di rumahnya di Kediri itu tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak memiliki izin edar. Omzet tersangka dari penjualan kosmetik ilegal ini mencapai Rp300 juta per bulan.
Praktik ini sudah berjalan selama dua tahun. Bahan kosmetik yang digunakan tersangka merupakan campuran dari sejumlah merek terkenal. Antara lain, Marcks Beauty Powder, Mustika Ratu, Sabun Papaya, Vivo Lotion, Vasseline, Sriti dan lain-lain. Produk-produk tersebut kemudian dikemas ulang ke dalam tempat kosong dengan merek DSC Beauty.
Untuk memasarkan produk tersebut, tersangka mempromosikan melalui media sosial. Artis-artis yang menjadi peng-endorse, memposting produk ini (DSC Beauty) di Instagram. Selain Via Vallen dan Nella Kharisma, beberapa orang lainnya menjadi peng-endorse. Di antaranya MP, NK, DJB, dan DK.
DSC Beauty dibanderol mulai dari Rp350.000 hingga Rp500.000 per paket. Dalam sebulan, tersangka mampu menjual sebanyak 750 paket. Wilayah penjualannya mulai dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan dan Makassar.
Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera. Barung mengatakan, informasi yang dia terima dari Subdit Tipiter melalui pengacara keduanya, Via Vallen dan Nella Kharisma bersedia datang dan menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan penyidik terkait endorse yang dilakukan artis terkait kosmetik ilegal dengan merekDerma Skin Care (DSC) Beauty.
"Ada permintaan pengunduran jadwal pemanggilan yang disampaikan ke kita. Jadi pekan depan antara tanggal 17 atau 18 Desember (Via Vallen dan Nella Kharisma) baru bisa hadir di Polda Jatim," katanya, Jumat (14/12/2018).
Seperti diberitakan, Polda Jatim menangkap seorang perempuan berinisial KIL. Dia memproduksi kosmetik dengan merek DSC Beauty. Sayangnya, kosmetik yang diproduksi sendiri di rumahnya di Kediri itu tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak memiliki izin edar. Omzet tersangka dari penjualan kosmetik ilegal ini mencapai Rp300 juta per bulan.
Praktik ini sudah berjalan selama dua tahun. Bahan kosmetik yang digunakan tersangka merupakan campuran dari sejumlah merek terkenal. Antara lain, Marcks Beauty Powder, Mustika Ratu, Sabun Papaya, Vivo Lotion, Vasseline, Sriti dan lain-lain. Produk-produk tersebut kemudian dikemas ulang ke dalam tempat kosong dengan merek DSC Beauty.
Untuk memasarkan produk tersebut, tersangka mempromosikan melalui media sosial. Artis-artis yang menjadi peng-endorse, memposting produk ini (DSC Beauty) di Instagram. Selain Via Vallen dan Nella Kharisma, beberapa orang lainnya menjadi peng-endorse. Di antaranya MP, NK, DJB, dan DK.
DSC Beauty dibanderol mulai dari Rp350.000 hingga Rp500.000 per paket. Dalam sebulan, tersangka mampu menjual sebanyak 750 paket. Wilayah penjualannya mulai dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan dan Makassar.
Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
(amm)