UGM Minta Maaf Soal Pelecehan Seksual Mahasiswa Saat KKN
A
A
A
YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) mengakui lamban dalam menangani kasus dugaan pelecehan seksual mahasiswa saat KKN di Seram, Maluku 2017 silam. Untuk itu UGM meminta maaf kepada publik atas kelambanan itu.
“UGM mengakui telah terjadi kelambanan dalam merespons peristiwa itu (dugaan pelecehan seksual) dan UGM meminta maaf atas kelembagaan yang terjadi. Kelambanan ini telah berdampak serius secara psikologis, finansial dan akademik pada terduga penyintas dan terduga pelaku,” terang Rektor UGM Prof Panut Mulyono saat menggelar jumpa pers di Gedung rektorat, Jumat (7/12/2018) siang.
Panut menyebut, berdasarkan temuan tim investigasi internal disimpulkan telah terjadi dugaan pelecehan sekesual yang dilalukan mahasiswa KKN kepada mahasiswa KKN lain di sub unit 2 Nasiri, Kabupaten Seram Barat, Maluku pada periode KKN Juli-Agustus 2017.
“UGM menyadari bahwa pelecehan seksual merupakan persoalan serius yang seharusnya tidak terjadi di manapun khususnya di institusi pendidikan tinggi seperti UGM,” tegasnya.
Dalam jumpa pers yang didampingi sejumlah anggota tim investigasi tersebut, Panut mengungkapkan sejumlah langkah strategis di antaranya membatalkan dan menarik terduga pelaku dari keikutsertaannya dalam program KKN. UGM juga membentuk sejumlah tim yakni tim fact finding, tim evaluasi KKN, komite etik dan membentuk tim penyusunan kebijakan pecegahan dan penanggulangan pelecehan seksual.
Selain wartawan, dalam jumpa pers tersebut juga dihadiri sejumlah mahasiswa dari #SayaAgni. Mereka juga membentangkan sejumlah poster bertuliskan Saya Agni Saya Mengawasi.
Pada kesempatan itu, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan alumni, Dr Paripurna memastikan bahwa kelambanan dalam merespons peristiwa dugaan pelecehan seskual ini tidak ada unsur kesengajaan. Menurutnya, lambannya penanganan kasus ini lantaran UGM mengendepankan unsur kehati-hatian.
“Kelambanan ini banyak disampaikan oleh banyak pihak. Ini menjadi bahan instropeksi UGM. Ini tidak ada unsur kesenagjaan, namun unsur kehati-hatian menjadi proses ini lama,” terangnya.
UGM juga berjanji akan menangani kasus-kasus dugaan pelecehan seksual yang lain. Seperti diketahui, selain kasus ini sebelumnya juga sempat mencuat dugaan pelecahan oleh oknum dosen Fisipol beberapa waktu lalu. Pelecehan itu terjadi sekitar 2015 dan baru diketahui awal 2016.
“Tentang kasus serupa yang kemungkinan ada, kami akan berbenah diri. Namun sanksi diberikan setelah ada rekomendasi komite etik. Untuk kasus-kasus yang lain kami akan memperlakukan hal yang saja,” tegasnya.
Saat ini UGM masih menunggu rekomendasi dari tim etik terkait sangsi yang aakan diberikan kepada terduga pelaku. Dr Paripurna memastikan bahwa tim etik akan bekerja independen dan tidak akan terpengaruh oleh langkah kepolisian yang saat ini juga tengah menyelidiki kasus dugaan pelecahan seksual ini.
Sementara itu Natasha, aktivis #SayaAgni mengaku kecewa dengan langkah kampus yang membawa kasus ini ke ranah hukum. Menurutnya peyintas (korban) tidak ingin kasus ini dibawa ke ranah hukum. Penyintas hanya ingin terduga pelaku dikeluarkan dari UGM.
“Penyintas tidak ingin kasus ini dibawa ke polisi. Dia hanya ingin pelaku di-DO. Studi lebih dari 5 tahun saja di DO kok, apalagi ini pelanggaranya lebih berat harusnya juga di DO,” tegasnya.
Sebelumnya Direskrimum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo menyebut penyidik telah memeriksa 13 orang saksi untuk menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual ini. Polda juga telah melakukan gelar perkara. "Saksi yang sudah kami periksa ada 13 orang, untuk gelar perkara sudah satu kali," tegasnya, Selasa (4/12/2018).
“UGM mengakui telah terjadi kelambanan dalam merespons peristiwa itu (dugaan pelecehan seksual) dan UGM meminta maaf atas kelembagaan yang terjadi. Kelambanan ini telah berdampak serius secara psikologis, finansial dan akademik pada terduga penyintas dan terduga pelaku,” terang Rektor UGM Prof Panut Mulyono saat menggelar jumpa pers di Gedung rektorat, Jumat (7/12/2018) siang.
Panut menyebut, berdasarkan temuan tim investigasi internal disimpulkan telah terjadi dugaan pelecehan sekesual yang dilalukan mahasiswa KKN kepada mahasiswa KKN lain di sub unit 2 Nasiri, Kabupaten Seram Barat, Maluku pada periode KKN Juli-Agustus 2017.
“UGM menyadari bahwa pelecehan seksual merupakan persoalan serius yang seharusnya tidak terjadi di manapun khususnya di institusi pendidikan tinggi seperti UGM,” tegasnya.
Dalam jumpa pers yang didampingi sejumlah anggota tim investigasi tersebut, Panut mengungkapkan sejumlah langkah strategis di antaranya membatalkan dan menarik terduga pelaku dari keikutsertaannya dalam program KKN. UGM juga membentuk sejumlah tim yakni tim fact finding, tim evaluasi KKN, komite etik dan membentuk tim penyusunan kebijakan pecegahan dan penanggulangan pelecehan seksual.
Selain wartawan, dalam jumpa pers tersebut juga dihadiri sejumlah mahasiswa dari #SayaAgni. Mereka juga membentangkan sejumlah poster bertuliskan Saya Agni Saya Mengawasi.
Pada kesempatan itu, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan alumni, Dr Paripurna memastikan bahwa kelambanan dalam merespons peristiwa dugaan pelecehan seskual ini tidak ada unsur kesengajaan. Menurutnya, lambannya penanganan kasus ini lantaran UGM mengendepankan unsur kehati-hatian.
“Kelambanan ini banyak disampaikan oleh banyak pihak. Ini menjadi bahan instropeksi UGM. Ini tidak ada unsur kesenagjaan, namun unsur kehati-hatian menjadi proses ini lama,” terangnya.
UGM juga berjanji akan menangani kasus-kasus dugaan pelecehan seksual yang lain. Seperti diketahui, selain kasus ini sebelumnya juga sempat mencuat dugaan pelecahan oleh oknum dosen Fisipol beberapa waktu lalu. Pelecehan itu terjadi sekitar 2015 dan baru diketahui awal 2016.
“Tentang kasus serupa yang kemungkinan ada, kami akan berbenah diri. Namun sanksi diberikan setelah ada rekomendasi komite etik. Untuk kasus-kasus yang lain kami akan memperlakukan hal yang saja,” tegasnya.
Saat ini UGM masih menunggu rekomendasi dari tim etik terkait sangsi yang aakan diberikan kepada terduga pelaku. Dr Paripurna memastikan bahwa tim etik akan bekerja independen dan tidak akan terpengaruh oleh langkah kepolisian yang saat ini juga tengah menyelidiki kasus dugaan pelecahan seksual ini.
Sementara itu Natasha, aktivis #SayaAgni mengaku kecewa dengan langkah kampus yang membawa kasus ini ke ranah hukum. Menurutnya peyintas (korban) tidak ingin kasus ini dibawa ke ranah hukum. Penyintas hanya ingin terduga pelaku dikeluarkan dari UGM.
“Penyintas tidak ingin kasus ini dibawa ke polisi. Dia hanya ingin pelaku di-DO. Studi lebih dari 5 tahun saja di DO kok, apalagi ini pelanggaranya lebih berat harusnya juga di DO,” tegasnya.
Sebelumnya Direskrimum Polda DIY Kombes Pol Hadi Utomo menyebut penyidik telah memeriksa 13 orang saksi untuk menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual ini. Polda juga telah melakukan gelar perkara. "Saksi yang sudah kami periksa ada 13 orang, untuk gelar perkara sudah satu kali," tegasnya, Selasa (4/12/2018).
(nag)