Kisah Habib Utsman, Mufti Betawi yang Sangat Berpengaruh

Senin, 19 November 2018 - 05:00 WIB
Kisah Habib Utsman,...
Kisah Habib Utsman, Mufti Betawi yang Sangat Berpengaruh
A A A
Siapa yang tak kenal Habib Utsman bin Yahya. Seorang sosok ulama besar yang menjadi guru dari semua guru agama, khususnya bagi masyarakat Betawi.

Beliau juga dijuluki Sayyid karena nasabnya yang tersambung dengan Rasulullah SAW. Meski berdarah Arab, Sayyid Utsman lahir di Kampung Arab (Pekojan) Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H atau 1822 M dan kemudian menetap di Petamburan Jakarta Pusat.

Nama lengkap beliau adalah Al-Habib Utsman bin Yahya bin Aqil bin Syeikh bin Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Ayahnya adalah Abdullah bin Aqil bin Syeikh bin Abdurahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri.

Habib Utsman diangkat menjadi mufti setelah 22 tahun menimba ilmu di lebih 10 negara. Ia kembali ke Betawi pada 1279 H bulan Rabiul Awal. Beliau menjadi mufti di Indonesia pada pertengahan abad ke-19. Untuk diketahui, mufti adalah seorang ulama yang mengeluarkan fatwa sebagai jawaban atas persoalan umat berkaitan dengan hukum Islam.

Sebagai seorang mufti, Habib Utsman dikenal sebagai ulama berpengaruh. Beliau sangat produktif menulis kitab menyangkut berbagai masalah agama. Tercatat sekitar 100 kitab telah ditulisnya. Kitabnya dalam huruf ‘Arab gundul’ masih bisa dilihat di Gedung Arsip Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Sifat Doe Poeloeh dan Irsyadul Anam adalah dua di antara sekian banyak kitab karangannya yang masih menjadi bacaan di majelis-majelis taklim di Jakarta dan sekitarnya.

Ketika Habib Utsman berusia 3 tahun, ayahnya kembali ke Mekah. Ia diasuh dan belajar agama pada kakeknya, ulama Mesir. Pada usia 18 tahun ia menyusul ayahnya ke Mekah dan belajar ilmu agama dari sejumlah ulama di tanah suci. Di antara gurunya adalah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang buku-bukunya hingga kini banyak diajarkan di berbagai pesantren.Tujuh tahun di Mekah, Habib Utsman kemudian belajar ke Hadramaut, Yaman. Di sini selama beberapa tahun ia belajar pada para ulama setempat. Kemudian ia kembali ke Makkah dan terus ke Madinah. Antara lain, ia menuntut ilmu pada Syekh Muhammad Al-Azab pengarang kitab Maulid Azab yang banyak dibacakan pada acara-acara maulid di Indonesia.
Sebagai pemuda yang selalu haus akan ilmu, ia kemudian belajar ke Mesir dan sempat menikah di negeri piramida itu, kemudian ke Tunisia. Di sini ia sering bertukar pikiran dengan Mufti Tunis. Dari Tunis ia menuntut ilmu pada ulama terkemuka Aljazair, yang kala itu jadi jajahan Perancis. Terus ke Maroko dan berbagai negara Magribi.
Di negara-negara Afrika Utara itu ia memperdalam ilmu syariah. Kemudian meneruskan perantauannya ke Siria menemui para ulama di negara tersebut, sebelum meneruskan perjalanannya ke Turki, yang masih berbentuk kesultanan. Terus ke Baitul Maqdis di Yerusalem, dan kembali ke Mekah. Pada 1279 H ia kembali ke Batavia setelah menimba ilmu selama 22 tahun. Ia diangkat sebagai mufti Betawi 1289 H.

Menurut Ustaz Ahmad Sarwat MA, seorang Ulama Fiqih Indonesia menyebutkan, sosok Habib Utsman bin Yahya bukanlah habib sembarang habib. Ilmu agama beliau sangat tinggi dan luas. Karya tulis beliau tidak kurang dari 80 judul kitab jumlahnya, yang sampai hari ini masih dipakai oleh orang-orang Betawi untuk mengaji.

Guru beliau yang pertama adalah ayah beliau sendiri, Syeikh Yahya. Namun setelah itu beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian bermukim disana selama 7 tahun untuk memperdalam ilmu agama. Di Mekah beliau berguru salah satunya kepada Mufti Mekah, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.

Di antara guru-gurunya antara lain Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir, Habib Abdullah bin Umar bin Yahya, Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri, Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.

Beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu kembali ke Hadramaut.
Kisah Habib Utsman, Mufti Betawi yang Sangat Berpengaruh

Diangkat Menjadi Mufti Betawi
Karena keluasan ilmunya dan pergaulannya yang sangat luas, Habib Utsman diangkat menjadi mufti Betawi oleh pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1279 Hijriyah atau bertepatan tahun 1862 Masehi. beliau kembali ke Batavia dan menetap hingga diangkat menjadi mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab (1899-1914) di kantor Voor Inlandsche Zaken.

Ustaz Ahmad Sarwat menceritakan, sebelum menjadi mufti, sebenarnya beliau sudah menjadi guru agama dengan jumlah murid yang sangat banyak. Boleh dibilang, dari beliau itulah hampir semua guru, muallim, kiyai dan tokoh agama menuntut ilmu. Boleh dibilang, orang-orang Betawi memang punya sanad ilmu, mirip dengan di masa salaf dulu, dimana setiap ulama pasti punya jalur dari mana mereka mendapatkan ilmunya.

Kalau orang Betawi mengenal sosok Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, yang menjadi guru dari Kiyai Abdullah Syafi'i (Perguruan Asy-Syafi'iyah) dan KH Thahir Rahili (Perguruan At-Thahiriyah), maka ketahuilah bahwa guru keduanya, Habib Ali Al-Habsyi Kwitang ini, adalah salah satu murid dari sekian banyak Sayyid Utsman.

Murid-murid beliau yang lain adalah KH Mansyur (1878-1967), Jembatan Lima. Yusuf Mansyur yang kondang itu konon mengaku sebagai cicit dari kiyai ini. Guru Mansyur, begitu panggilan akrabnya, merupakan seorang ilmuwan Betawi di zaman penjajahan Belanda.

Tokoh terkenal lain yang juga menjadi murid Sayyid Utsman adalah Sayid Abu Bakar Al-Habsyi Kebun Jeruk Jakarta. Juga ada Sayyid Muhammad bin Abdurrahman Pekojan, Kiyai Makruf Kampung Petunduan Senayan, Tuanku Raja Kemala Aceh, Kiyai Muhammad Thabarani, penghulu Pekojan Jakarta dan lainnya.

Sebagai mufti, banyak pihak yang mengkritik kedekatan Habib Utsman dengan orientalis Belanda, Snouck Hurgronye. Mr Hamid Algadri dalam bukunya, Potitik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab, menulis bahwa kedekatannya dengan Snouck karena keyakinannya bahwa Snouck adalah seorang Muslim secara lahiriyah maupun batiniah.

Mufti Betawi ini meninggal dunia pada 21 Shafar atau tahun 1913 Masehi pada usia lebih dari 93 tahun. Sebelum menghadap Ilahi, Beliau pernah berwasiat agar jangan dimakamkan di pemakaman khusus (tersendiri). Beliau meminta dimakamkan di pemakaman umum Karet, Tanah Abang, Jakarta. Namun, pada masa itu daerah Tanah Abang terkena proyek pembangunan, sehingga makam Beliau dipindah ke Kompleks Masjid Al-Abidin, Pondok Bambu, Jakata Timur.

Sumber:
rumahfiqih.com
santrionline.net
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1111 seconds (0.1#10.140)