Kasus Pemerkosaan Mahasiswi, Ombudsman: UGM Lakukan Maladministrasi

Sabtu, 10 November 2018 - 17:47 WIB
Kasus Pemerkosaan Mahasiswi,...
Kasus Pemerkosaan Mahasiswi, Ombudsman: UGM Lakukan Maladministrasi
A A A
YOGYAKARTA - Kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasiswi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku pada 2017 silam terus bergulir. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ikut turun tangan menyelidiki kasus ini. Mereka menilai UGM melakukan maladministrasi yakni melakukan penundaan berlarut dalam menangani kasus ini.

"Dugaan awal kami, (UGM) melakukan penundaan berlarut karena kasus ini sudah terjadi sejak Juni 2017 dan sampai sekarang proses penanganan baik kepada pelaku maupun korban belum ada yang tuntas," kata Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu kepada wartawan di Kantor Ombudsman RI Perwakilan DIY, Jalan Woltermonginsidi No 20, Yogyakarta, Sabtu (10/11/2018).

Selain penanganan yang terlalu lama, UGM juga dianggap tidak menjalankan beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh tim investigasi bentukkan mereka sendiri. Selain itu Ninik juga mempertayakan apakah dalam sistem KKN ini UGM telah membekali mahasiswanya bagaimana upaya perlindungan terkait ancaman-ancaman kekerasan fisik, kekerasan keamanan dan kekerasan seksual yang terjadi di wilayah KKN, baik dari masyarakat sekitar maupun antarteman peserta KKN.

Menurutnya, pembekalan ini penting lantaran masih banyak masyarakat, termasuk mahasiswa belum mengerti bagaimana cara menghormati tubuh perempuan, bagaimana menghindari kekerasan seksual dan bagaimana tidak melakukan kekerasan seksual kepada perempuan.

"Saya tidak yakin ada materi pembekalaan itu sebelum atau sesaat sebelum KKN berlangsung. Tentu UGM punya cara sendiri memberikan penjelasan, apakah memang pernah ada materi secara khusus dalam pembekalaan KKN," katanya. (Baca Juga: Mahasiswi UGM Diduga Alami Pelecehan Seksual oleh Teman KKN di Maluku
Ninik melihat koordinator dan dosen pembina KKN di Seram gagap menangkap persoalan ini secara tepat. Saat peristiwa ini dilaporkan oleh korban kepada dosen pembina lapangan KKN hingga ke pihakn kampus, penyelesaian justru dengan cara kekeluargaan. Ini menunjukkan kasus ini dianggap masalah biasa, dianggap tidak ada unsur kejahataan terhadap tubuh perempuan.

"Kalau ini terjadi seorang dosen KKN tidak punya perspektif perlindungan, maka mahasiswa KKN tak ada perlindugan sama sekali," katanya.

Seharusnya, ketika perguruan tinggi berani membawa mahasiswa ke luar wilayah seperti dalam program KKN, maka kampus harus berani membekali mahasiswa dan dosennya tentang perspektif bagaimana menangani korban kasus semacam ini. "Dalam kasus ini, korban dibiarkan sendiri. Padahal korban kekerasaan seksual memiliki dimensi yang khas. Cederung menyalahkan diri sendiri, malu, takut, dianggap mengada-ada," papar Ninik.

Ninik Rahayu menyebut aparat penegak hukum harusnya segera turun tangan menangani kasus ini. "Perkosaan bukan delik aduan," katanya.

Sementara itu, Dosen Fisipol UGM Pipin Jamson dalam kesempatan yang sama menyebut korban (penyintas) meminta pihak kampus memberi sanksi tegas terhadap pelaku, HS. Penyintas meminta pelaku dikeluarkan atau di-DO dan diberi catatan buruk," kata Pipin dari relawan #KitaAgni. Pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntutan korban dipenuhi oleh pihak rektorat.

Sekjen Kongres Advokad Indonesia (KAI) DIY, Nanang Hartato menyebut sesuai Pasal 285 KUHP Kasus Pemerkosaan diancam pidana penjara paling lama 12 tahun. "Sudah jelas bahwa kasus perkosaan itu adalah kejahatan. Jangan Sampai Rektor UGM mengesampingkan aturan yang ada," katanya.

Sebelumnya diberitakan, kasus pelecehan seksual menimpa mahasiswi Fisipol berinsial An. Pelakunya merupakan rekan KKN dari Fakultas Teknik berinisial HS. Meski peristiwa itu terjadi pada media 2017, namun kasus ini kembali mencuat setelah artikel berjudul Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan yang diunggah di situs balairungpress.com, Senin (5/11/2018). (Baca Juga: LPSK Beri Perlindungan kepada Mahasiswi UGM Korban Pelecehan Seksual(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8349 seconds (0.1#10.140)