Bahasa Tansi Sawahlunto Jadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia

Kamis, 08 November 2018 - 18:32 WIB
Bahasa Tansi Sawahlunto...
Bahasa Tansi Sawahlunto Jadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia
A A A
YOGYAKARTA - Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta menggelar Sarasehan Kebudayaan dengan tema “Bahasa Tansi: Warisan Budaya Tak Benda Dunia” di ruang Multimedia I lantai 3 Gedung Pusat UGM, Kamis (8/11/2018).

Sarasehan bahasa Tansi yang telah diakui menjadi warisan budaya nasional itu menampilkan keynote speaker Elsa Putri Ermisah Syarif, pakar bahasa Tansi yang juga penulis kamus bahasa Tansi Sawahlunto dan buku ‘Menggali Bara Menemu Bahasa’. Sarasehan itu juga menghadirkan pembicara Nirwan A Arsuka, founder Pusaka Bergerak dan dosen UGM Suhandano dengan moderator Aprinus Salam.

Bahasa Tansi diketahui sebagai bahasa kreol atau buruh pertama di Indonesia yang lahir dari latar belakang perburuhan dan berada di pedalaman. Bahasa tansi juga membuka katup kemungkinan bahwa bahasa kreol di Indonesia bagian barat tidak identik dengan latar belakang perniagaan dan berada di wilayah pesisiran.

Elsa Putri Ermisah Syarif dalam pemaparannya mengatakan bahasa Tansi sebagai bahasa kreol memiliki tiga karakteristik, yakni mixture, reduced dan kondifikasi yang kendur. Mixture merupakan bahasa campuran dari berbagai bahasa tambang, bahasa Minangkabau, Jawa, China, Sunda, Madura, Bali, Bugis, Batal, Belanda dan Melayu sebagai bahasa dasar.

“Reduced merupakan penggalan-penggalan dari bahasa asal yang bercamapur menjadi bahasa Tansi. Sedangkan kodifikasi yang kendur bermakna mudah berubah,” papar Elsa.

Menurut Elsa dengan latar belakang perkebunan menjadikan bahasa Tansi menjadi bahasa kreol pertama di Indonesia sekaligus membuka katup kemungkinan bahwa bahasa kreol di wilayah Indonesia bagian barat tidak hanya identik dengan latar belakang perniagaan serta berada di wilayah pesisir.

“Bahasa Tansi ini secara langsung menyanggah penerimaan kebahasaan selama ini. di sumatera barat hanya ada tiga bahasa, yaitu Minangkabau, Mentawai dan Mandailing,” terangnya.

Elsa menjelaskan lahirnya bahasa Tansi sebagai bahasa keempat di Sumatera Barat tidak lahir dan berada dalam latar identitas kesukuan. Identitasnya terikat pada latar belakang dunia buruh kontrak dan buruh paksa zaman Kolonial.

“Penetapan bahasa Tansi sebagai warisan budaya takbenda dunia ini bukan hanya pengakuan terhadap eksistensi bahasa Tansi. Namun juga penerimaan pada sejarah ruang hidup yang telah membentuk lahirnya bahasa Tansi,” tandasnya.

Staf Pusat Kebudayaan UGM, Arum Ngesti Palupi menambahkan sarasehan tersebut selain untuk mengenal bahasa Tansi, juga untuk mendiskusikan proses terbentuk dan penemuan bahasa Tansi sebagai bentuk bahasa kreol buruh pertama di Indonesia.

“Sarasehan dapat menjadi landasan pijak untuk menempatkan warisan budaya takbenda di posisi yang lebih strategis untuk menguatkan potensi kebudayaan di Indonesia,” jelasnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2933 seconds (0.1#10.140)