Tolak Tol Bawen-Yogyakarta, DPRD Jateng Sarankan Aktivasi Jalur KA
A
A
A
SEMARANG - Kalangan DPRD Jateng menegaskan tidak akan merekomendasikan pembangunan tol Bawen-Yogyakarta, meskipun Presiden Joko Widodo berjanji menyelesaikan pembangunan rute tol yang menjadi bagian Tol Trans Jawa tersebut. DPRD lebih menyarankan aktivasi jalur moda transportasi kereta api (KA).
Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Jateng, Abdul Aziz, pihaknya sependapat dengan presiden bahwa konektivitas dan daya saing infrastruktur sangat penting. "Namun, pilihan konektivitas itu lebih tepat berbasis sosial budaya dan lingkungan, dan itu adalah moda transportasi kereta api," kata Aziz, Selasa (23/10/2018).
Menurutnya, jika pilihannya pada moda transportasi kereta api, maka kawasan Borobudur dan keindahan alamnya akan lebih memikat untuk dinikmati sepanjang perjalanan.
Abdul Aziz menjelaskan, aktivasi jalur kereta Semarang-Yogyakarta-Banyumas harus segera dibangun sebagai penyangga jalur rel sisi utara (Semarang-Tegal-Banyumas) yang padat. Sedangkan jalur Semarang-Kudus-Rembang-Bojonegoro akan menjadi penyangga jalur rel tengah (Semarang-Purwodadi-Bojonegoro) jika proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya ingin segera diwujudkan.
"Artinya proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang masuk Jawa Tengah dimungkinkan dengan tidak perlu membangun trek baru lagi. Cukup menggunakan double track yang ada," katanya.
Politikus PPP ini memaparkan, ada sejumlah pertimbangan objektif mengapa jalan tol sepanjang 70 kilometer tersebut tidak layak dibangun. Alasan pertama, karena secara geografis, jalan tol ruas Bawen-Yogyakarta, ekuivalen dengan jalan tol ruas Solo-Yogyakarta yang masih dalam proses pembangunan.
Tak hanya itu, jalur yang akan dilewati jalan tol masuk dalam area rawan gempa bumi karena banyaknya struktur lempung di jalur tersebut. "Kalau di Yogyanya, memang aman. Akan tetapi di bagian Jateng banyak yang lempung. Bila lempung itu kan struktur tanahnya sering gerak. Di samping peta gempa baru nasional, ada banyak titik rawan gempa karena itu lereng Gunung Merapi," katanya.
Apalagi, pembangunan jalan tol tersebut juga akan mengorbankan sekitar 350 hektare lahan basah di Jawa Tengah.
Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Jateng, Abdul Aziz, pihaknya sependapat dengan presiden bahwa konektivitas dan daya saing infrastruktur sangat penting. "Namun, pilihan konektivitas itu lebih tepat berbasis sosial budaya dan lingkungan, dan itu adalah moda transportasi kereta api," kata Aziz, Selasa (23/10/2018).
Menurutnya, jika pilihannya pada moda transportasi kereta api, maka kawasan Borobudur dan keindahan alamnya akan lebih memikat untuk dinikmati sepanjang perjalanan.
Abdul Aziz menjelaskan, aktivasi jalur kereta Semarang-Yogyakarta-Banyumas harus segera dibangun sebagai penyangga jalur rel sisi utara (Semarang-Tegal-Banyumas) yang padat. Sedangkan jalur Semarang-Kudus-Rembang-Bojonegoro akan menjadi penyangga jalur rel tengah (Semarang-Purwodadi-Bojonegoro) jika proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya ingin segera diwujudkan.
"Artinya proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang masuk Jawa Tengah dimungkinkan dengan tidak perlu membangun trek baru lagi. Cukup menggunakan double track yang ada," katanya.
Politikus PPP ini memaparkan, ada sejumlah pertimbangan objektif mengapa jalan tol sepanjang 70 kilometer tersebut tidak layak dibangun. Alasan pertama, karena secara geografis, jalan tol ruas Bawen-Yogyakarta, ekuivalen dengan jalan tol ruas Solo-Yogyakarta yang masih dalam proses pembangunan.
Tak hanya itu, jalur yang akan dilewati jalan tol masuk dalam area rawan gempa bumi karena banyaknya struktur lempung di jalur tersebut. "Kalau di Yogyanya, memang aman. Akan tetapi di bagian Jateng banyak yang lempung. Bila lempung itu kan struktur tanahnya sering gerak. Di samping peta gempa baru nasional, ada banyak titik rawan gempa karena itu lereng Gunung Merapi," katanya.
Apalagi, pembangunan jalan tol tersebut juga akan mengorbankan sekitar 350 hektare lahan basah di Jawa Tengah.
(amm)