Warga Keluhkan Rujukan Online BPJS
A
A
A
BANTUL - Sistem rujukan online berjenjang bagi peserta JKN-KIS dikeluhkan karena dinilai menyulitkan para pasien. Sebab, pasien lama harus mencari rujukan ulang bahkan harus berganti dokter yang merawatnya dulu.
Suharti, salah satu pasien tetap penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati terpaksa harus berganti layanan ke PKU Muhammadiyah lantaran rujukan dari dokter keluarga mewajibkan ke rumah sakit kelas D terlebih dahulu tidak bisa ke dokter sebelumnya di RSUD Panembahan Senopati yang bertipe kelas B.
“Ya terpaksa ikut aturan baru. Beruntung dokternya mau memberi obat yang sama dengan sebelumnya,” jelasnya, Kamis (11/10/2018).
Hal sama disampaikan Khurratin warga Dlingo, Bantul. Dia menceritakan ibu kandungnya yang menderita sakit katarak dan glukoma sebelumnya telah menjalani perawatan di RSPAU Hardjolukito.
Akibat aturan baru itu, ibunya saat ini tidak bisa kontrol lagi ke RSPAU namun oleh puskesmas dirujuk ke rumah sakit yang bertipe D. Di rumah sakit ini memang ada dokter mata yang bertugas. Namun, rumah sakit ini belum memiliki alat untuk mengukur kadar glukoma mata.
“Beruntung ibu saya sudah operasi katarak di RSPAU. Saat ini tinggal kontrol saja, namun kendalanya di RS tipe D ini belum punya alat mengukur kadar glukoma padahal ibu saya juga sakit glukoma,” terangnya.
Tak hanya itu, ibunya yang juga menderita kanker paru-paru, selama ini juga dirawat di RS Sardjito. Aturan baru ini mewajibkan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit di atasanya berjenjang tidak bisa langsung ke RS Sardjito.
“Kendalanya mencari rujukan itu. Ibu saya yang umurnya sudah 72 tahun harus ikut. Padahal mencari rujukan dibutuhkan waktu hampir seharian. Ini melelahkan bagi pasien yang sudah berumur,” jelasnya.
Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Panembahan Senopati Bantul, Attobari Humam menyebut sejak diberlakukan ujicoba rujukan online berjenjang ini, pasien rawat jalan pengguna BPJS di RS Panembahan Senopati menurun hingga 50%.
"Sejak 1 September 2018 hingga hari ini jumlah pasien rawat jalan turun drastis. Sebelumnya dalam sehari melayani 800 pasien rawat jalan kini hanya sekitar 400 pasien," jelasnya.
Selain pasien rawat jalan, pasien rawat inap juga kena dampak aturan baru ini. "Biasanya bangsal kita penuh atau sekitar 300 pasien namun saat ini berkurang hingga 40 pasien atau ada bangsal yang kosong," terangnya.
Dengan kebijakan rujukan online berjenjang sendiri jika ingin jujur RSUD yang hampir semuanya kelas B dipastikan akan sepi pasien karena semua pasien harus ditangani oleh rumah sakit kelas D atau C sebelum dirujuk ke rumah sakit kelas B.
"Rumah sakit kelas D atau C pun jika ingin merujuk harus dengan syarat 80 persen pelayanan terisi baru bisa dirujuk ke rumah sakit kelas B," jelasnya.
Suharti, salah satu pasien tetap penyakit dalam RSUD Panembahan Senopati terpaksa harus berganti layanan ke PKU Muhammadiyah lantaran rujukan dari dokter keluarga mewajibkan ke rumah sakit kelas D terlebih dahulu tidak bisa ke dokter sebelumnya di RSUD Panembahan Senopati yang bertipe kelas B.
“Ya terpaksa ikut aturan baru. Beruntung dokternya mau memberi obat yang sama dengan sebelumnya,” jelasnya, Kamis (11/10/2018).
Hal sama disampaikan Khurratin warga Dlingo, Bantul. Dia menceritakan ibu kandungnya yang menderita sakit katarak dan glukoma sebelumnya telah menjalani perawatan di RSPAU Hardjolukito.
Akibat aturan baru itu, ibunya saat ini tidak bisa kontrol lagi ke RSPAU namun oleh puskesmas dirujuk ke rumah sakit yang bertipe D. Di rumah sakit ini memang ada dokter mata yang bertugas. Namun, rumah sakit ini belum memiliki alat untuk mengukur kadar glukoma mata.
“Beruntung ibu saya sudah operasi katarak di RSPAU. Saat ini tinggal kontrol saja, namun kendalanya di RS tipe D ini belum punya alat mengukur kadar glukoma padahal ibu saya juga sakit glukoma,” terangnya.
Tak hanya itu, ibunya yang juga menderita kanker paru-paru, selama ini juga dirawat di RS Sardjito. Aturan baru ini mewajibkan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit di atasanya berjenjang tidak bisa langsung ke RS Sardjito.
“Kendalanya mencari rujukan itu. Ibu saya yang umurnya sudah 72 tahun harus ikut. Padahal mencari rujukan dibutuhkan waktu hampir seharian. Ini melelahkan bagi pasien yang sudah berumur,” jelasnya.
Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD Panembahan Senopati Bantul, Attobari Humam menyebut sejak diberlakukan ujicoba rujukan online berjenjang ini, pasien rawat jalan pengguna BPJS di RS Panembahan Senopati menurun hingga 50%.
"Sejak 1 September 2018 hingga hari ini jumlah pasien rawat jalan turun drastis. Sebelumnya dalam sehari melayani 800 pasien rawat jalan kini hanya sekitar 400 pasien," jelasnya.
Selain pasien rawat jalan, pasien rawat inap juga kena dampak aturan baru ini. "Biasanya bangsal kita penuh atau sekitar 300 pasien namun saat ini berkurang hingga 40 pasien atau ada bangsal yang kosong," terangnya.
Dengan kebijakan rujukan online berjenjang sendiri jika ingin jujur RSUD yang hampir semuanya kelas B dipastikan akan sepi pasien karena semua pasien harus ditangani oleh rumah sakit kelas D atau C sebelum dirujuk ke rumah sakit kelas B.
"Rumah sakit kelas D atau C pun jika ingin merujuk harus dengan syarat 80 persen pelayanan terisi baru bisa dirujuk ke rumah sakit kelas B," jelasnya.
(rhs)