Palembang Diselimuti Kabut Asap, Masuk Hingga ke Dalam Rumah
A
A
A
PALEMBANG - Dalam sepekan terakhir, kabut asap terlihat mulai mengepung Kota Palembang. Kabut asap yang begitu tebal tersebut diduga akibat kebakaran hutan dan lahan di beberapa wilayah di Sumsel.
Dari pantauan di seputaran Jembatan Ampera Palembang, Jumat (5/10/2018) pukul 06.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB terlihat sekali asap tebal menyelimuti sehingga jarak pandang pun menjadi terbatas.
Hasan, seorang sopir perahu getek di kawasan Pasar 16 Ilir tepatnya di Dermaga Ampera Palembang mengatakan, saat masuk musim kemarau asap mulai mengancam Palembang.
"Mungkin sekarang orang sudah berani membakar lahan lagi karena tidak dijaga oleh aparat. Asapnya sangat tebal sekali, kalau malam bau asapnya sangat menusuk dan masuk sampai kedalam rumah sehingga membuat sesak napas," ucap Hasan sembari menutup mulut karena bau asap yang menusuk.
Dengan banyaknya asap, sambung Hasan, tentunya sangat mengganggu pekerjaan sebagai sopir getek, karena akan mempengaruhi jarak pandang. "Jadi harus ekstra hati-hati sekarang, takut nanti kenapa-kenapa," singkatnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori mengakui sejak beberapa hari terakhir, titik panas selalu meningkat karena sumber air yang mengering. Akses menuju titik api juga sulit, ditambah lagi adanya penghentian operasi udara atau waterboombing karena akan dievaluasi BNBP.
"Titik panas ini tersebar di Kabupaten Musirawas, OKU Selatan, OKU, Muara Enim, Musi Banyuasin, OKI, Banyuasin dan Ogan Ilir," ungkapnya.
Berdasarkan evaluasi BNBP, operasional helikopter untuk penanganan karhutla hanya sebatas 300 jam. Artinya, helikopter yang waktu terbangnya telah mencapai batasan tersebut harus diistirahatkan.
"Saat ini ada 10 helikopter untuk waterboombing, enam di antaranya belum mencapai batasan waktu. Artinya masih dapat digunakan untuk Sumsel, sedangkan empat pesawat lagi di siagakan di Posko BPBD Sumsel," terangnya.
Terkait dampak kabut asap, Ansori menyebutkan bukan hanya berasal dari karhutla, melainkan dari asap akumulasi keseluruhan atau radiasi. "Jadi ini bukan hanya karena dampak karhutla saja," tukasnya.
Dari pantauan di seputaran Jembatan Ampera Palembang, Jumat (5/10/2018) pukul 06.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB terlihat sekali asap tebal menyelimuti sehingga jarak pandang pun menjadi terbatas.
Hasan, seorang sopir perahu getek di kawasan Pasar 16 Ilir tepatnya di Dermaga Ampera Palembang mengatakan, saat masuk musim kemarau asap mulai mengancam Palembang.
"Mungkin sekarang orang sudah berani membakar lahan lagi karena tidak dijaga oleh aparat. Asapnya sangat tebal sekali, kalau malam bau asapnya sangat menusuk dan masuk sampai kedalam rumah sehingga membuat sesak napas," ucap Hasan sembari menutup mulut karena bau asap yang menusuk.
Dengan banyaknya asap, sambung Hasan, tentunya sangat mengganggu pekerjaan sebagai sopir getek, karena akan mempengaruhi jarak pandang. "Jadi harus ekstra hati-hati sekarang, takut nanti kenapa-kenapa," singkatnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori mengakui sejak beberapa hari terakhir, titik panas selalu meningkat karena sumber air yang mengering. Akses menuju titik api juga sulit, ditambah lagi adanya penghentian operasi udara atau waterboombing karena akan dievaluasi BNBP.
"Titik panas ini tersebar di Kabupaten Musirawas, OKU Selatan, OKU, Muara Enim, Musi Banyuasin, OKI, Banyuasin dan Ogan Ilir," ungkapnya.
Berdasarkan evaluasi BNBP, operasional helikopter untuk penanganan karhutla hanya sebatas 300 jam. Artinya, helikopter yang waktu terbangnya telah mencapai batasan tersebut harus diistirahatkan.
"Saat ini ada 10 helikopter untuk waterboombing, enam di antaranya belum mencapai batasan waktu. Artinya masih dapat digunakan untuk Sumsel, sedangkan empat pesawat lagi di siagakan di Posko BPBD Sumsel," terangnya.
Terkait dampak kabut asap, Ansori menyebutkan bukan hanya berasal dari karhutla, melainkan dari asap akumulasi keseluruhan atau radiasi. "Jadi ini bukan hanya karena dampak karhutla saja," tukasnya.
(wib)