Bantu Korban Gempa, Siswa SMAN 1 Sooko Kirim Darah ke Lombok
A
A
A
MOJOKERTO - Pelajar SMA Negeri 1 Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur menggelar aksi donor darah untuk korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (10/8/2018). Mereka menilai darah lebih berharga dibanding uang.
Aksi sosial berlabel "Blood for Lombok" ini digelar siswa di aula sekolah. Mereka antusias untuk mengantre pengecekan darah. Wajah mereka berseri saat petugas dari PMI Mojokerto menyatakan memenuhi syarat. Sebaliknya, siswa sedih jika dinyatakan tak memenuhi syarat sebagai pendonor. Tak sedikit siswa yang gagal donor lantaran HB terlalu rendah.
Kepala SMA Negeri 1 Sooko, Endang Binarti mengatakan, aksi ini merupakan inisiatif siswa. Selama ini, Endang mengaku, siswanya memiliki kepekaan sosial cukup tinggi. Atas permintaan siswa ini, pihak sekolah pun mewujudkan menggelar Blood for Lombok. "Semuanya inisiatif siswa," kata Endang.
Endang menyebut, pilihan menyumbang darah didasari banyaknya korban luka di Lombok akibat gempa. Sementara banyak masyarakat yang memilih menyumbang dalam bentuk uang, sembako, obat-obatan atau makanan. Siswa, lanjut Endang, ingin memberikan bantuan yang benar-benar dibutuhkan dan tak banyak diberikan donatur lainnya. "Jadi, pilihanya bukan uang atau barang, tetapi darah," kata Endang.
Arum, salah satu siswi mengaku, sejak awal bencana gempa di Lombok, sejumah teman-temannya sudah mulai berencana mengirimkan bantuan kepada korban. Karena hal seperti ini, telah menjadi budaya. Seperti pengiriman bantuan ke korban banjir Pacitan beberapa waktu lalu. "Kita juga ingin membantu mereka (korban gempa)," kata Arum.
Soal pilihan menyumbang dalam bentuk darah, Arum menyebut jika hal itu juga menjadi kesepakatan teman-temannya. Menurutnya, kebutuhan darah di Lombok juga tinggi karena banyaknya korban luka-luka. Sementara tak banyak masyarakat yang menyumbang darah. "Dalam hal ini, darah lebih berharga daripada uang," ujarnya.
Aksi sosial berlabel "Blood for Lombok" ini digelar siswa di aula sekolah. Mereka antusias untuk mengantre pengecekan darah. Wajah mereka berseri saat petugas dari PMI Mojokerto menyatakan memenuhi syarat. Sebaliknya, siswa sedih jika dinyatakan tak memenuhi syarat sebagai pendonor. Tak sedikit siswa yang gagal donor lantaran HB terlalu rendah.
Kepala SMA Negeri 1 Sooko, Endang Binarti mengatakan, aksi ini merupakan inisiatif siswa. Selama ini, Endang mengaku, siswanya memiliki kepekaan sosial cukup tinggi. Atas permintaan siswa ini, pihak sekolah pun mewujudkan menggelar Blood for Lombok. "Semuanya inisiatif siswa," kata Endang.
Endang menyebut, pilihan menyumbang darah didasari banyaknya korban luka di Lombok akibat gempa. Sementara banyak masyarakat yang memilih menyumbang dalam bentuk uang, sembako, obat-obatan atau makanan. Siswa, lanjut Endang, ingin memberikan bantuan yang benar-benar dibutuhkan dan tak banyak diberikan donatur lainnya. "Jadi, pilihanya bukan uang atau barang, tetapi darah," kata Endang.
Arum, salah satu siswi mengaku, sejak awal bencana gempa di Lombok, sejumah teman-temannya sudah mulai berencana mengirimkan bantuan kepada korban. Karena hal seperti ini, telah menjadi budaya. Seperti pengiriman bantuan ke korban banjir Pacitan beberapa waktu lalu. "Kita juga ingin membantu mereka (korban gempa)," kata Arum.
Soal pilihan menyumbang dalam bentuk darah, Arum menyebut jika hal itu juga menjadi kesepakatan teman-temannya. Menurutnya, kebutuhan darah di Lombok juga tinggi karena banyaknya korban luka-luka. Sementara tak banyak masyarakat yang menyumbang darah. "Dalam hal ini, darah lebih berharga daripada uang," ujarnya.
(amm)