Kementerian PPPA Segera Lakukan Trauma Healing Korban Gempa Lombok

Jum'at, 03 Agustus 2018 - 20:59 WIB
Kementerian PPPA Segera Lakukan Trauma Healing Korban Gempa Lombok
Kementerian PPPA Segera Lakukan Trauma Healing Korban Gempa Lombok
A A A
SALATIGA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, Kementerian PPPA akan melakukan trauma healing terhadap anak dan perempuan korban gempa di pulau Lombok. Saat ini, Kementerian PPPA sedang melakukan pendataan jumlah anak dan perempuan yang mengalami trauma.

"Kami sudah memerintahkan staf untuk mendata jumlah anak dan perempuan yang trauma. Mudah-mudahan sebelum 5 Agustus 2018 data sudah masuk saya sehingga penanganan bisa secepatnya dilakukan," katanya kepada wartawan seusai menghadiri acara pertemuan reuni senior perempuan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jumat (3/8/2018) sore.

Dia menjelaskan, Kementerian PPPA akan mendirikan tenda khusus dibeberapa titik untuk melakukan trauma healing (penyembuhan trauma).

"Kami segera menurunkan tim untuk melakukan trauma healing. Penyembuhan korban gempa yang mengalami ganggungan psikologis akibat gempa harus segera dilakukan. Kami sudah ada kerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan penanganan anak dan perempauan yang mengalami trauma," katanya.

Sementara itu, dalam acara pertemuan reuni senior perempuan GMKI, Yohana mengajak kalangan akademisi khususnya para mahasiswa untuk secara aktif menyelamatkan keluarga yang rentan perceraian dan terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Salah satunya dengan mengembangkan gagasan One Student Saves One Family (OSSOF).

"Bagi setiap individu, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat serta tempat pertama dan utama. Pembagian peran dalam mempertahankan keutuhan keluarga, harus dilakukan secara sinergi yang berbasis pada kemitraan gender," ujarnya.

Pertahanan keluarga yang kurang baik seperti perceraian keluarga, kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak buruk bagi proses tumbuh kembang anak. Sejak 2009 - 2016, kenaikan angka perceraian meningkat 16%-20%. Pada 2015 lalu, setiap satu jam terjadi 40 sidang perceraian atau sekitar 340.000 lebih gugatan cerai.

"Ketika perceraian terjadi, anak terluka secara batin, merasa tidak aman dan seringkali tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orangtuanya. Keluarga rentan seperti inilah yang harus kita lindungi," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6217 seconds (0.1#10.140)