MK Periksa Dugaan Pelanggaran di Pilgub Papua
A
A
A
JAKARTA - Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua dengan pemohon Wempi Wetipo dan Habel Melkias Suwae mulai digelar, di Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/7/2018). "Pagi tadi gugatan kami sudah memasuki tahap pemeriksaan pendahuluan.
Dimana permohonan Pemohon telah dibacakan dari jam 09.00 WIB s/d 11.00 WIB oleh Mahkamah Konstitusi," kata Saleh kuasa hukum pemohon usai sidang, Kamis (26/7/2018).
Saleh menjelaskan, bahwa inti permasalahan dari gugatannya adalah terdapatnya pelanggaran pemilihan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Terlebih dalam perkara ini di Provinsi Papua dimana sistem pemilihan masih menggunakan sistem noken yang mana sangat bertentangan dengan asas Luber Jurdil.
"Proses pencoblosan di Provinsi Papua pada 27 Juni 2018 lalu, banyak sekali ditemukan pelanggaran-pelanggaran. Terutama sekali di daerah-daerah distrik Papua yang tidak melaksanakan pencoblosan di TPS dan tidak adanya rekapitulasi ditingkatan Distrik," katanya dengan nada prihatin.
Lebih jauh Saleh menjelaskan, bahwa kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif terdapat di 13 Kabupaten di Provinsi Papua antara lain Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Lanny Jaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Yalimo dan Tolikara.
"Kecurangan tersebut hampir merata disetiap distrik, bahkan ada kabupaten yang menggunakan sistem noken tidak melaksanakan pemilihannya berdasarkan surat keputusan KPU mengenai petunjuk teknis noken melainkan menjalankan sistem noken dengan cara yang tidak dibenarkan. Dan ada kepala kampung dan atau kepala adat yang melakukan pencoblosan pada surat suara tanpa ditanyakan terlebih dahulu kepada masyarakat yang masuk dalam DPT," katanya.
Selain itu, lanjut Saleh, terhadap pelanggaran ataupun kecurangan yang begitu sistematis terjadi di Papua dengan tidak dilaksanakannya pemilihan. Terdapat pula kecurangan lainnya yang begitu sangat luar biasa diantaranya adanya intervensi dari Bupati dan keterlibatan ASN untuk memilih paslon nomor urut 1 (Lukas Enembe) dengan memberikan informasi akan bisa memberikan Papua kemerdekaan.
"Tentu masih banyak lagi kecurangan yang dilakukan. Untuk itu kami meminta atas nama Pemohon untuk dilakukan diskualifikasi, terkhusus karena kecurangan ini terjadi di Provinsi Papua yang sangat bersifat khusus," tandasnya.
Dimana permohonan Pemohon telah dibacakan dari jam 09.00 WIB s/d 11.00 WIB oleh Mahkamah Konstitusi," kata Saleh kuasa hukum pemohon usai sidang, Kamis (26/7/2018).
Saleh menjelaskan, bahwa inti permasalahan dari gugatannya adalah terdapatnya pelanggaran pemilihan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Terlebih dalam perkara ini di Provinsi Papua dimana sistem pemilihan masih menggunakan sistem noken yang mana sangat bertentangan dengan asas Luber Jurdil.
"Proses pencoblosan di Provinsi Papua pada 27 Juni 2018 lalu, banyak sekali ditemukan pelanggaran-pelanggaran. Terutama sekali di daerah-daerah distrik Papua yang tidak melaksanakan pencoblosan di TPS dan tidak adanya rekapitulasi ditingkatan Distrik," katanya dengan nada prihatin.
Lebih jauh Saleh menjelaskan, bahwa kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif terdapat di 13 Kabupaten di Provinsi Papua antara lain Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Lanny Jaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, Yalimo dan Tolikara.
"Kecurangan tersebut hampir merata disetiap distrik, bahkan ada kabupaten yang menggunakan sistem noken tidak melaksanakan pemilihannya berdasarkan surat keputusan KPU mengenai petunjuk teknis noken melainkan menjalankan sistem noken dengan cara yang tidak dibenarkan. Dan ada kepala kampung dan atau kepala adat yang melakukan pencoblosan pada surat suara tanpa ditanyakan terlebih dahulu kepada masyarakat yang masuk dalam DPT," katanya.
Selain itu, lanjut Saleh, terhadap pelanggaran ataupun kecurangan yang begitu sistematis terjadi di Papua dengan tidak dilaksanakannya pemilihan. Terdapat pula kecurangan lainnya yang begitu sangat luar biasa diantaranya adanya intervensi dari Bupati dan keterlibatan ASN untuk memilih paslon nomor urut 1 (Lukas Enembe) dengan memberikan informasi akan bisa memberikan Papua kemerdekaan.
"Tentu masih banyak lagi kecurangan yang dilakukan. Untuk itu kami meminta atas nama Pemohon untuk dilakukan diskualifikasi, terkhusus karena kecurangan ini terjadi di Provinsi Papua yang sangat bersifat khusus," tandasnya.
(sms)