Didominasi Pelecehan Seksual, Jateng Darurat Kekerasan Anak
A
A
A
SEMARANG - Kasus kekerasan terhadap anak saat ini sudah termasuk darurat. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Tengah mengungkapkan bahwa tingkat kekerasan terhadap anak tahun ini masih tinggi. Bahkan pada periode Januari 2018 sampai pertengahan Juli, mayoritas kasus pelecehan seksual masih sering terjadi di Kota Semarang.
"Kasus kekerasan seksual yang masih menduduki peringkat pertama berada di Semarang. Ironisnya, pelaku melibatkan orang terdekat. Di tahun ini ada temuan kasus incest atau persetubuhan dengan ayah kandung di Semarang. Ada pula kasus persetubuhan sesama anak berusia empat tahun dan lima tahun," kata Kepala Seksi Perlindungan Anak DP3AKB Jawa Tengah, Siti Ilma Patriyani, saat berbicara dalam Diskusi Prime Topic MNCTrijaya FM bertajuk Melindungi & Menyejahterakan Anak di Hotel Quest Semarang, Jawa Tengah, Senin (23/7/2018).
Namun pihaknya belum bisa memperkirakan berapa banyak lonjakan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di tahun ini. "Pada 2017 telah mencapai 1.337 kasus, pada tahun ini hingga Juli terdapat 424 kasus," katanya.
Menurutnya, saat ini diperlukan pencegahan terhadap anak-anak yang sekarang sudah terancam dari pornografi, narkoba dan kekerasan. Untuk mereduksi jumlah kasusnya, masyarakat hendaknya aktif melapor temuan ke layanan terpadu di 35 kabupaten/kota. "Kami berjejaring banyak pihak untuk menyelesaikan masalah ini ada dinas terkait, Lembaga Swadaya Masyarat dan peran serta tokoh masyarakat maupun tokoh agama," kata Ilma.
Sekretaris Komisi E DPRD Jateng, Abdul Hamid mengutarakan bahwa saat ini pihaknya sedang merancang anggaran untuk pemenuhan program penanggulangan kekerasan terhadap anak tersebut. "Kita akan mencari formula yang pas dan siap merangkul para pegiat anak untuk mengatasi perilaku kekerasan terhadap anak," kata Hamid.
Dia menilai, upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak saat ini belum optimal, meski banyak program dan kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk implementasi UU Perindungan Anak. Buktinya, masih banyak anak yang belum memiliki akta kelahiran, serta mudahnya anak mengakses konten pornografi. Fakta lain adalah masih adanya kasus perundungan (bullying) dan kekerasan seksual terhadap kalangan anak.
Pihaknya juga sedang menunggu Pergub yang akan mengatur secara teknis pelaksanaan Perda tentang Persoalan Anak. "Secara struktural, diharapkan implementasi pelaksanaan Perda itu akan ada tim pembina keluarga di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Tim itu nantinya akan terjun langsung ke masyarakat. Pemprov sebagai koordinator dan pemkab/pemkot sebagai pelaksananya," ujarnya.
"Kasus kekerasan seksual yang masih menduduki peringkat pertama berada di Semarang. Ironisnya, pelaku melibatkan orang terdekat. Di tahun ini ada temuan kasus incest atau persetubuhan dengan ayah kandung di Semarang. Ada pula kasus persetubuhan sesama anak berusia empat tahun dan lima tahun," kata Kepala Seksi Perlindungan Anak DP3AKB Jawa Tengah, Siti Ilma Patriyani, saat berbicara dalam Diskusi Prime Topic MNCTrijaya FM bertajuk Melindungi & Menyejahterakan Anak di Hotel Quest Semarang, Jawa Tengah, Senin (23/7/2018).
Namun pihaknya belum bisa memperkirakan berapa banyak lonjakan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di tahun ini. "Pada 2017 telah mencapai 1.337 kasus, pada tahun ini hingga Juli terdapat 424 kasus," katanya.
Menurutnya, saat ini diperlukan pencegahan terhadap anak-anak yang sekarang sudah terancam dari pornografi, narkoba dan kekerasan. Untuk mereduksi jumlah kasusnya, masyarakat hendaknya aktif melapor temuan ke layanan terpadu di 35 kabupaten/kota. "Kami berjejaring banyak pihak untuk menyelesaikan masalah ini ada dinas terkait, Lembaga Swadaya Masyarat dan peran serta tokoh masyarakat maupun tokoh agama," kata Ilma.
Sekretaris Komisi E DPRD Jateng, Abdul Hamid mengutarakan bahwa saat ini pihaknya sedang merancang anggaran untuk pemenuhan program penanggulangan kekerasan terhadap anak tersebut. "Kita akan mencari formula yang pas dan siap merangkul para pegiat anak untuk mengatasi perilaku kekerasan terhadap anak," kata Hamid.
Dia menilai, upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak saat ini belum optimal, meski banyak program dan kegiatan yang dilakukan sebagai bentuk implementasi UU Perindungan Anak. Buktinya, masih banyak anak yang belum memiliki akta kelahiran, serta mudahnya anak mengakses konten pornografi. Fakta lain adalah masih adanya kasus perundungan (bullying) dan kekerasan seksual terhadap kalangan anak.
Pihaknya juga sedang menunggu Pergub yang akan mengatur secara teknis pelaksanaan Perda tentang Persoalan Anak. "Secara struktural, diharapkan implementasi pelaksanaan Perda itu akan ada tim pembina keluarga di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Tim itu nantinya akan terjun langsung ke masyarakat. Pemprov sebagai koordinator dan pemkab/pemkot sebagai pelaksananya," ujarnya.
(amm)