Setelah Erupsi Tadi Siang, Status Gunung Agung di Level III
A
A
A
KARANGASEM - Gunung Agung kembali erupsi sekira pukul 11.05 Wita dengan mengeluarkan abu vulkanik dengan ketinggian 2.000 meter. Saat ini status Gunung Agung berada di level III.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana mengatakan, erupsi Gunung Agung terjadi dua kali dalam tempo tiga hari merupakan hal yang sudah diprediksi.
"Kami sudah perkirakan adanya letusan itu. Kami merekam adanya inflasi tubuh Gunung Agung sejak 13 Mei lalu dengan volume intrusi magma sekitar 1 juta m3," kata Devy pada Rabu (13/6/2018).
Dia menjelaskan, bahwa Gunung Agung mengalami erupsi sejak 21 November 2017 dan hingga kini aktivitas erupsi masih sesekali terjadi dengan skala rendah. "Kami PVMBG terus melakukan pemantauan aktivitas Gunung Agung secara intensif 24 jam setiap hari,"ungkapnya.
Devy menerangkan, dari hasil evaluasi dari 1 Mei hingga 7 Juni 2018 secara visual, cuaca umumnya teramati cerah, berawan hingga hujan dimana angin bertiup lemah hingga sedang ke arah Barat dan Timur.
Asap yang didominasi uap air maupun abu vulkanik produk erupsi teramati dengan ketinggian 50-1000 meter dari atas puncak.
Erupsi teramati sebanyak 2 kali erupsi dan terakhir kali terjadi pada 29 Mei 2018 pukul 05.39 Wita dengan ketinggian kolom abu mencapai 500 meter di atas puncak. Laporan VONA terakhir dikirimkan dengan color code Orange. Volume kubah lava terakhir terukur sekitar 23 juta m3 (sekitar sepertiga dari volume kosong kawah).
Sedangkan secara Seismik, gempa dengan konten frekuensi tinggi maupun rendah masih terekam mengindikasikan masih adanya pergerakan magma dari kedalaman hingga ke permukaan. Kegempaan yang terekam di antaranya 2 kali gempa letusan, 223 kali gempa hembusan, tiga kali tremor harmonik, satu kali gempa low frequency, 80 kali gempa vulkanik dangkal, 65 kali gempa vulkanik dalam, 23 kali gempa tektonik lokal, 2 kali gempa terasa, 110 kali gempa tektonik jauh.
Sementara secara Deformasi, pengukuran GPS dan Tiltmeter umumnya menunjukkan trend jangka panjang (periode Desember 2017 hingga awal Juni 2018) berupa deflasi. Namun untuk jangka pendek yaitu mulai dari minggu kedua bulan Mei 2018 hingga saat ini teramati trend inflasi pada jaringan GPS maupun tiltmeter.
Hasil pemodelan deformasi mengindikasikan masih adanya akumulasi tekanan magma di kedalaman sekitar 3-4 km di bawah puncak.
Dia menerangkan secara Geokimia, gas SO2 yang diukur dengan menggunakan DOAS Scanner menunjukkan fluks pada kisaran 190- 203 ton/hari.
Terukurnya gas SO2 mengindikasikan masih adanya kontribusi magma dari kedalaman ke permukaan. Dan stelit masih merekam adanya hotspot (titik panas) di kawah Gunung Agung. "Hal ini mengindikasikan masih adanya material lava yang panas yang kemungkinan diakibatkan oleh masih adanya efusi/aliran magma menuju ke permukaan kawah meskipun dengan laju yang rendah," ujarrnya.
Devy menambahkan, untuk erupsi tadi siang terjadi hujan dibeberapa wilayah, salah satunya di Songan, Karangasem. Saat ini rekomendasi untuk masyarakat dan pendaki agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 km dari kawah Puncak Gunung Agung.
Zona perkiraan bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual. Selain itu juga masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak.
Area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung."Status Gunung Agung saat ini masih berada di level III," ucapnya.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana mengatakan, erupsi Gunung Agung terjadi dua kali dalam tempo tiga hari merupakan hal yang sudah diprediksi.
"Kami sudah perkirakan adanya letusan itu. Kami merekam adanya inflasi tubuh Gunung Agung sejak 13 Mei lalu dengan volume intrusi magma sekitar 1 juta m3," kata Devy pada Rabu (13/6/2018).
Dia menjelaskan, bahwa Gunung Agung mengalami erupsi sejak 21 November 2017 dan hingga kini aktivitas erupsi masih sesekali terjadi dengan skala rendah. "Kami PVMBG terus melakukan pemantauan aktivitas Gunung Agung secara intensif 24 jam setiap hari,"ungkapnya.
Devy menerangkan, dari hasil evaluasi dari 1 Mei hingga 7 Juni 2018 secara visual, cuaca umumnya teramati cerah, berawan hingga hujan dimana angin bertiup lemah hingga sedang ke arah Barat dan Timur.
Asap yang didominasi uap air maupun abu vulkanik produk erupsi teramati dengan ketinggian 50-1000 meter dari atas puncak.
Erupsi teramati sebanyak 2 kali erupsi dan terakhir kali terjadi pada 29 Mei 2018 pukul 05.39 Wita dengan ketinggian kolom abu mencapai 500 meter di atas puncak. Laporan VONA terakhir dikirimkan dengan color code Orange. Volume kubah lava terakhir terukur sekitar 23 juta m3 (sekitar sepertiga dari volume kosong kawah).
Sedangkan secara Seismik, gempa dengan konten frekuensi tinggi maupun rendah masih terekam mengindikasikan masih adanya pergerakan magma dari kedalaman hingga ke permukaan. Kegempaan yang terekam di antaranya 2 kali gempa letusan, 223 kali gempa hembusan, tiga kali tremor harmonik, satu kali gempa low frequency, 80 kali gempa vulkanik dangkal, 65 kali gempa vulkanik dalam, 23 kali gempa tektonik lokal, 2 kali gempa terasa, 110 kali gempa tektonik jauh.
Sementara secara Deformasi, pengukuran GPS dan Tiltmeter umumnya menunjukkan trend jangka panjang (periode Desember 2017 hingga awal Juni 2018) berupa deflasi. Namun untuk jangka pendek yaitu mulai dari minggu kedua bulan Mei 2018 hingga saat ini teramati trend inflasi pada jaringan GPS maupun tiltmeter.
Hasil pemodelan deformasi mengindikasikan masih adanya akumulasi tekanan magma di kedalaman sekitar 3-4 km di bawah puncak.
Dia menerangkan secara Geokimia, gas SO2 yang diukur dengan menggunakan DOAS Scanner menunjukkan fluks pada kisaran 190- 203 ton/hari.
Terukurnya gas SO2 mengindikasikan masih adanya kontribusi magma dari kedalaman ke permukaan. Dan stelit masih merekam adanya hotspot (titik panas) di kawah Gunung Agung. "Hal ini mengindikasikan masih adanya material lava yang panas yang kemungkinan diakibatkan oleh masih adanya efusi/aliran magma menuju ke permukaan kawah meskipun dengan laju yang rendah," ujarrnya.
Devy menambahkan, untuk erupsi tadi siang terjadi hujan dibeberapa wilayah, salah satunya di Songan, Karangasem. Saat ini rekomendasi untuk masyarakat dan pendaki agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di zona perkiraan bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 km dari kawah Puncak Gunung Agung.
Zona perkiraan bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual. Selain itu juga masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di sekitar aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung agar mewaspadai potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan yang dapat terjadi terutama pada musim hujan dan jika material erupsi masih terpapar di area puncak.
Area landaan aliran lahar hujan mengikuti aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung."Status Gunung Agung saat ini masih berada di level III," ucapnya.
(whb)