Tamu dari Negeri Panda Memang Beda
A
A
A
DESA Puurui, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), dulunya hanyalah pemukiman terpencil yang dikelilingi rawa dan hutan belantara. Sejak 2015, saat pabrik PT Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI) beroperasi di sini, wajah desa itu berubah total. Pekerja dari berbagai daerah, termasuk dari China, didatangkan ke Puurui. VDNI adalah perusahaan pemurnian nikel milik pengusaha China. Investasinya kurang lebih US$5 juta. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), perusahaan ini mempekerjakan sebanyak 742 orang dari tanah leluhurnya. Jumlah tenaga kerja asing (TKA) sebanyak itu adalah yang terbanyak di Sultra.
Disnakertrans Provinsi Sultra mencatat ada 14 perusahaan di Sultra yang mengimpor TKA. Sampai akhir 2017, ada sebanyak 1.032 orang asing bekerja di daerah ini.
Itu data resminya. Seorang pekerja menyebut pekerja asing di VDNI saja lebih dari itu. Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Sultra Makner Sinaga pernah menemukan 210 orang TKA asal China dengan status ilegal. VDNI mempekerjakan TKA melebihi izin penggunaan tenaga kerja asing atau IMTA. "Jadi, yang punya IMTA hanya 532 orang," katanya.
Sebelum bekerja, seharusnya perusahaan mengusulkan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaker). Setelah disetujui, Kemenaker akan mengeluarkan IMTA kepada TKA yang akan digunakan di perusahaan.
Kemenaker membagi pekerjaan TKA China ke dalam empat kategori, yakni pembimbing, manajemen, pengacara, serta konstruksi untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan smelter. Namun, di lapangan sering kali tidak begitu. Banyak tenaga asing itu jadi buruh kasar.
Bagaimana tenaga kerja asing itu masuk ke Indonesia dan bekerja sebagai buruh kasar? Lalu apa respons pemerintah mengenai keberadaan mereka? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 07/VII/2018 yang terbit Senin (16/4/2018) hari ini.
Disnakertrans Provinsi Sultra mencatat ada 14 perusahaan di Sultra yang mengimpor TKA. Sampai akhir 2017, ada sebanyak 1.032 orang asing bekerja di daerah ini.
Itu data resminya. Seorang pekerja menyebut pekerja asing di VDNI saja lebih dari itu. Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Sultra Makner Sinaga pernah menemukan 210 orang TKA asal China dengan status ilegal. VDNI mempekerjakan TKA melebihi izin penggunaan tenaga kerja asing atau IMTA. "Jadi, yang punya IMTA hanya 532 orang," katanya.
Sebelum bekerja, seharusnya perusahaan mengusulkan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaker). Setelah disetujui, Kemenaker akan mengeluarkan IMTA kepada TKA yang akan digunakan di perusahaan.
Kemenaker membagi pekerjaan TKA China ke dalam empat kategori, yakni pembimbing, manajemen, pengacara, serta konstruksi untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan smelter. Namun, di lapangan sering kali tidak begitu. Banyak tenaga asing itu jadi buruh kasar.
Bagaimana tenaga kerja asing itu masuk ke Indonesia dan bekerja sebagai buruh kasar? Lalu apa respons pemerintah mengenai keberadaan mereka? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 07/VII/2018 yang terbit Senin (16/4/2018) hari ini.
(amm)