Tujuh Sapi di Blitar Mati Mendadak, Diduga Akibat Penyakit Ngorok
A
A
A
BLITAR - Dalam sebulan terakhir sedikitnya tujuh ekor sapi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mati mendadak. Gejala demam tinggi, hilang nafsu makan, dan sesak nafas mendahului kematian sapi. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar mencurigai penyakit ngorok atau septeicaemia efizootica (SE) sebagai penyebab kematian.
"Memang gejala kematiannya masih umum. Dugaan sementara mengarah pada penyakit ngorok," ujar Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar Yudi Setya W kepada wartawan.
Kasus kematian sapi ditemukan di Desa Purwokerto, Kecamatan Srengat. Kematian seekor sapi dalam waktu singkat menular ke enam ekor lainnya. Kematian tiba-tiba itu bergejala serupa. Menurut Yudi, selain pasteurella multocida (bakteri penyebab penyakit SE) faktor cuaca dan bakteri lain juga bisa menjadi penyebab kematian. "Karenanya belum bisa dipastikan penyebabnya penyakit ngorok," ujar Yudi.
Bekerja sama dengan Balai Besar Veteriner Yogyakarta, dinas telah mengambil sampel darah sapi, yakni yang hidup sekandang dengan yang mati. Dari hasil uji lab akan diketahui penyebab kematian sapi.
Menurut Yudi, bakteri penyakit SE tidak menular ke manusia. Penyakit ini lebih banyak menyerang ternak usia 6-24 bulan. Kendati demikian, ternak yang terjangkit harus dikarantina, yakni dipisahkan dari ternak yang sehat. Bangkai ternak harus dibakar atau dikubur. Makanan dan minuman yang terkontaminasi juga harus dipisahkan. "Penyakit SE tidak menular ke manusia," tegasnya.
Dari data yang dihimpun, populasi sapi potong di Kabupaten Blitar mencapai 141.347 ekor, sapi perah 14.941 ekor, kerbau 2.012 ekor, dan kuda 172 ekor.
Zaenal Arifin warga Kecamatan Wonodadi meminta dinas terkait meningkatkan sosialisasi terkait kasus kematian sapi. Meski kasus kematian mendadak sapi terjadi di wilayah Kecamatan Srengat, hal ini meresahkan para pemilik sapi di daerah sekitar Srengat.
"Sebab tidak sedikit peternak yang belum tahu sejauh mana penularan penyakit yang mengakibatkan kematian sapi ini, terutama cara penularannya," ujarnya.
"Memang gejala kematiannya masih umum. Dugaan sementara mengarah pada penyakit ngorok," ujar Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar Yudi Setya W kepada wartawan.
Kasus kematian sapi ditemukan di Desa Purwokerto, Kecamatan Srengat. Kematian seekor sapi dalam waktu singkat menular ke enam ekor lainnya. Kematian tiba-tiba itu bergejala serupa. Menurut Yudi, selain pasteurella multocida (bakteri penyebab penyakit SE) faktor cuaca dan bakteri lain juga bisa menjadi penyebab kematian. "Karenanya belum bisa dipastikan penyebabnya penyakit ngorok," ujar Yudi.
Bekerja sama dengan Balai Besar Veteriner Yogyakarta, dinas telah mengambil sampel darah sapi, yakni yang hidup sekandang dengan yang mati. Dari hasil uji lab akan diketahui penyebab kematian sapi.
Menurut Yudi, bakteri penyakit SE tidak menular ke manusia. Penyakit ini lebih banyak menyerang ternak usia 6-24 bulan. Kendati demikian, ternak yang terjangkit harus dikarantina, yakni dipisahkan dari ternak yang sehat. Bangkai ternak harus dibakar atau dikubur. Makanan dan minuman yang terkontaminasi juga harus dipisahkan. "Penyakit SE tidak menular ke manusia," tegasnya.
Dari data yang dihimpun, populasi sapi potong di Kabupaten Blitar mencapai 141.347 ekor, sapi perah 14.941 ekor, kerbau 2.012 ekor, dan kuda 172 ekor.
Zaenal Arifin warga Kecamatan Wonodadi meminta dinas terkait meningkatkan sosialisasi terkait kasus kematian sapi. Meski kasus kematian mendadak sapi terjadi di wilayah Kecamatan Srengat, hal ini meresahkan para pemilik sapi di daerah sekitar Srengat.
"Sebab tidak sedikit peternak yang belum tahu sejauh mana penularan penyakit yang mengakibatkan kematian sapi ini, terutama cara penularannya," ujarnya.
(zik)