Popularitas Khofifah Tertinggi, Gus Ipul-Puti Menang di Elektabilitas
A
A
A
SURABAYA - Popularitas Calon Gubernur (Cagub) Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa masih menempati urutan teratas. Lembaga survei independen Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menempatkan mantan Menteri Sosial itu di urutan pertama dengan popularitas 94,1%.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio menuturkan, di urutan kedua ditempati Saifullah Yusuf atau Gus Ipul sebanyak 90,9%. Selanjutnya disusul Emil Dardak 48,7% dan Puti Guntur di urutan paling buncit sebanyak 28,5% responden. "Proses pengumpulan data dilakukan pada awal Februari 2018 lalu," ujar Hendri, Kamis (22/2/2018).
Peneliti Senior KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menambahkan, survei dilakukan dengan metode tatap muka yang melibatkan 600 responden dipilih dengan metode acak bertingkat di kabupaten dan kota di Jawa Timur. Survei ini memiliki margin of error +/- 4% pada interval kepercayaan 95%. Survei dilakukan mulai 2 sampai 8 Februari 2018.
Untuk elektabilitas, lanjutnya, pasangan Gus Ipul-Puti Guntur unggul pada kisaran 53,7% dari pasangan Khofifah-Emil yang memperoleh dukungan 46,3% suara di Jawa Timur.
"Adanya selisih 7,4% merupakan modal awal bagi Gus Ipul dan Puti, apalagi jika melihat bahwa popularitas mereka masih di bawah kompetitornya masing-masing," ucap Kunto.
Dengan hasil ini, katanya, para pendukung Gus Ipul dan Puti belum bisa bernapas lega. Sebab, jika dikalkulasi dengan marjin kesalahan sampling pasangan Khofifah-Emil masih bisa mengungguli pasangan Gus Ipul-Puti.
Kunto menegaskan, rendahnya nilai korelasi antara elektabilitas dan popularitas kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Timur bisa menjadikan pembeda di hasil akhir. "Seharusnya popularitas berkorelasi tinggi dengan elektabilitas," katanya.
Ia membeberkan, beberapa faktor yang membantu naiknya elektabilitas pasangan bernomor urut 2 adalah faktor petahana. Sehingga, para petahana dipersepsi oleh pemilih sebagai calon yang lebih berpengalaman dan faktor persepsi religiusitas yang dilekatkan pada sosok Gus Ipul.
Apalagi, katanya, faktor agama adalah rujukan utama untuk memilih gubernur dan wakil gubernur (75,4%) disusul oleh faktor kesukuan (40,1%), dan faktor petahana atau pengalaman (30,5%). Semua data ini harusnya bisa dibenahi oleh tim pemenangan Gus Ipul-Puti.
Hendri menambahkan, dengan keunggulan elektabilitas pasangan Gus Ipul-Puti Guntur, seharusnya masih bisa diangkat dengan mendongkrak popularitas calon wakil gubernurnya.
"Popularitas Puti bisa jadi faktor penting dalam menentukan hasil pilkada. Tapi, bila Puti gagal mengangkat popularitasnya, maka Khofifah-Emil akan mudah menyusul dan meraih kemenangan," tegas Hendri.
Hendri juga menjelaskan, ada satu lagi yang membuat kontestasi politik di Jawa Timur ini unik, yakni ada 43,7% pemilih menentukan pilihannya di hari-hari tenang dan bahkan di hari H pemilihan. Mereka yang menentukan pilihannya di fase akhir pilkada tersebar secara merata sebagai pendukung kedua pasangan calon.
"Kedua pasangan calon harus bekerja keras untuk meyakinkan mereka yang akan menentukan pilihannya di etape akhir pilkada," katanya.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio menuturkan, di urutan kedua ditempati Saifullah Yusuf atau Gus Ipul sebanyak 90,9%. Selanjutnya disusul Emil Dardak 48,7% dan Puti Guntur di urutan paling buncit sebanyak 28,5% responden. "Proses pengumpulan data dilakukan pada awal Februari 2018 lalu," ujar Hendri, Kamis (22/2/2018).
Peneliti Senior KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menambahkan, survei dilakukan dengan metode tatap muka yang melibatkan 600 responden dipilih dengan metode acak bertingkat di kabupaten dan kota di Jawa Timur. Survei ini memiliki margin of error +/- 4% pada interval kepercayaan 95%. Survei dilakukan mulai 2 sampai 8 Februari 2018.
Untuk elektabilitas, lanjutnya, pasangan Gus Ipul-Puti Guntur unggul pada kisaran 53,7% dari pasangan Khofifah-Emil yang memperoleh dukungan 46,3% suara di Jawa Timur.
"Adanya selisih 7,4% merupakan modal awal bagi Gus Ipul dan Puti, apalagi jika melihat bahwa popularitas mereka masih di bawah kompetitornya masing-masing," ucap Kunto.
Dengan hasil ini, katanya, para pendukung Gus Ipul dan Puti belum bisa bernapas lega. Sebab, jika dikalkulasi dengan marjin kesalahan sampling pasangan Khofifah-Emil masih bisa mengungguli pasangan Gus Ipul-Puti.
Kunto menegaskan, rendahnya nilai korelasi antara elektabilitas dan popularitas kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Timur bisa menjadikan pembeda di hasil akhir. "Seharusnya popularitas berkorelasi tinggi dengan elektabilitas," katanya.
Ia membeberkan, beberapa faktor yang membantu naiknya elektabilitas pasangan bernomor urut 2 adalah faktor petahana. Sehingga, para petahana dipersepsi oleh pemilih sebagai calon yang lebih berpengalaman dan faktor persepsi religiusitas yang dilekatkan pada sosok Gus Ipul.
Apalagi, katanya, faktor agama adalah rujukan utama untuk memilih gubernur dan wakil gubernur (75,4%) disusul oleh faktor kesukuan (40,1%), dan faktor petahana atau pengalaman (30,5%). Semua data ini harusnya bisa dibenahi oleh tim pemenangan Gus Ipul-Puti.
Hendri menambahkan, dengan keunggulan elektabilitas pasangan Gus Ipul-Puti Guntur, seharusnya masih bisa diangkat dengan mendongkrak popularitas calon wakil gubernurnya.
"Popularitas Puti bisa jadi faktor penting dalam menentukan hasil pilkada. Tapi, bila Puti gagal mengangkat popularitasnya, maka Khofifah-Emil akan mudah menyusul dan meraih kemenangan," tegas Hendri.
Hendri juga menjelaskan, ada satu lagi yang membuat kontestasi politik di Jawa Timur ini unik, yakni ada 43,7% pemilih menentukan pilihannya di hari-hari tenang dan bahkan di hari H pemilihan. Mereka yang menentukan pilihannya di fase akhir pilkada tersebar secara merata sebagai pendukung kedua pasangan calon.
"Kedua pasangan calon harus bekerja keras untuk meyakinkan mereka yang akan menentukan pilihannya di etape akhir pilkada," katanya.
(zik)