Kepala Daerah Minta Gaji Dinaikkan

Kamis, 22 Februari 2018 - 07:57 WIB
Kepala Daerah Minta Gaji Dinaikkan
Kepala Daerah Minta Gaji Dinaikkan
A A A
MANADO - Sejumlah kepala daerah baik gubernur, bupati dan wali kota mengeluhkan masih kecilnya gaji yang mereka terima tiap bulan. Dengan gaji rendah, mereka menilai tidak bisa leluasa dalam bekerja dan rentan terjadinya penyimpangan seperti tindak korupsi.

Gaji murni seorang gubernur di luar tunjangan operasional rata-rata saat ini adalah sekitar Rp8,4 juta. Sedang gaji untuk bupati/wali kota adalah Rp5,8 juta. Besaran gaji sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 109/2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut dianggap tak sebanding dengan beban tugas.

Kalangan DPRD di sejumlah daerah juga mendukung perlunya revisi tentang besaran gaji gubernur, bupati, wali kota untuk meminimalisasi penyimpangan keuangan daerah. Menurut mereka, gaji yang layak untuk bupati atau wali kota di luar tunjangannya minimal Rp50 juta. Ini seperti diusulkan Asosiasi DPRD Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia (Adkasi). Beberapa daerah juga menilai, gaji yang pantas untuk gubernur saat ini setidaknya Rp150 juta.

Di depan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan, kemarin, Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey mengungkapkan gajinya saat ini sangatlah kecil karena hanya Rp5,8 juta. Gaji itu tak sebanding dengan beban seorang gubernur, apalagi, setiap waktu dirinya kedatangan tamu dengan membawa proposal bantuan. Gaji seorang gubernur, menurut dia, tidak sebesar yang dibayangkan oleh banyak orang. “Gaji murni seorang gubernur hanya Rp5,8 juta per bulan," ujarnya saat pertemuan Rapat Koordinasi dan Supervisi Program Pemberantasan Korupsi Terintergrasi Provinsi Sulut di Kantor Gubernur Sulut, kemarin.

Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Pemprov Sulut Jemmy Kumendong juga menilai dibanding dengan tunjangan para pejabat eselon tiga saja, gaji gubernur masih kalah. “Kalau di kami eselon tiga tunjangannya bervariasi berkisar antara Rp5 juta sampai dengan Rp10 juta,” jelasnya.

Tak hanya itu, Kumendong membandingkan dengan gaji dan tunjangan DPRD yang saat ini sudah tembus hingga Rp50 juta/bulan. Menurutnya idealnya gaji gubernur Sulut saat ini sebesar Rp150 juta per bulan karena anggaran yang dikelola hampir mencapai Rp4 triliun.

Olly tak seorang diri yang mengeluhkan soal kecilnya gaji. Bupati Sleman Sri Purnomo juga sependapat atuaran gaji kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota memang sudah saatnya direvisi. Sebab sudah hampir 15 tahun terakhir, besaran gaji tak berubah. Dengan kondisi itu, kemunculan daerah yang mengeluhkan soal gajinya kecil itu memang wajar.

“Ini yang harus menjadi perhatian bersama,” ungkap bupati Sleman dua periode tersebut.

Bupati Boyolali Seno Samodro tak mengelak bahwa kepala daerah banyak dimintai sumbangan, proposal, dan permintaan bantuan dalam beragam bentuk oleh warga merupakan fakta yang tidak bisa dihindari.

Meski demikian, kondisi riil tersebut serta gaji kecil yang diterima tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan korupsi. Gajinya saat ini hanya Rp5,9 juta sedangkan ketua DPRD hampir Rp38 juta. Selisihnya diakui sangat jauh. “Kemendagri lagi membahas hal ini (kenaikan). Kita tunggu saja,” tandasnya.

Di tengah keterbatasan itu, secara finansial, menurutnya, kepala daerah harus siap, termasuk memahami betul risikonya sebelum maju dalam pilkada. Namun diakui tidak semua kepala daerah bisa memahami risiko-risiko tersebut.

Sementara bagi Bupati Gunungkidul Badingah, saat ini tugas kepala daerah memang berat. Namun baginya, berapapaun gaji harus disyukuri. “Kalau ada peningkatan ya Alhamdulillah, semua kini diperjuangkan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia," kata Badingah yang mengaku gajinya saat ini sekitar Rp6 jutaan.

Dukungan revisi aturan soal gaji juga diinginkan sejumlah kepala daerah di Bolmong Mongondow Raya (BMR). Bupati Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Landjar misalnya menilai, usulan Gubernur Olly merupakan representasi keinginan seluruh kepala daerah di Indonesia.

Wakil Ketua Umum Adkasi Samsul Ma'arif mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengusulkan ke mendagri dan presiden agar gaji kepala daerah dinaikkan. "Masa gaji kepala daerah sama dengan karyawan di perusahaan? Tidak manusiawi sekali," kata Samsul yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) ini.

Keuangan Tak Mencukupi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo enggan berkomentar banyak soal keluhan Gubernur Olly dan sejumlah kepala daerah lain. Ditemui seusai membuka Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) 2018 di Kota Bandung, tadi malam, Tjahjo mengatakan, keluhan tentang kecilnya gaji gubernur muncul karena masalah keuangan negara yang belum mencukupi. "Masalah keuangan belum mencukupi," ujar dia.

Apakah Tjahjo mendorong gubernur se-Indonesia menyampaikan langsung keluhan ini tersebut ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dijadwalkan menghadiri Rakernas APPSI 2018 hari ini? "Terserah, besok, Pak Gubernur Jabar, Pak Yasin Limpo (Ketua APPSI) yang pimpin, sampaikan ada hambatan apa di daerah, apakah ada kebijakan pusat yang mengganggu daerah, yang menghambat pertumbuhan, PAD (pendapatan asli daerah)," papar Tjahjo yang langsung meninggalkan awak media.

Ketua APPSI yang juga Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo enggan memberikan komentar soal keluhan tersebut. Meskipun organisasinya menaungi gubernur di seluruh Indonesia, namun Yasin menegaskan, Rakernas APPSI kali ini hanya fokus meningkatkan perdagangan antardaerah.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan meminta agar pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota bijaksana dalam mengelola keuangan. Harapannya dana negara yang telah disediakan bisa maksimal tanpa harus merogoh dana pribadi. “Dana yang sudah disediakan negara harus dimaksimalkan tanpa harus mengorek dana pribadi sebab nantinya akan jadi Sukamiskin,” tandasnya.

Pengamat Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suyatna mengatakan, jika dilihat dari gaji kepala daerah yang kecil memang memungkinkan korupsi. Namun itu tidak bisa menjadi acuan untuk menyimpang. Masih ada hal-hal teknis lain yang harus dikaji mengapa banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. “Gaji memang berpotensi korupsi, tetapi yang lebih penting lagi, apa komitmen seseorang itu menjadi kepala daerah,” tandasnya.

Ada kepala daerah yang terjerat korupsi juga tidak bisa terlepas dari politik transaksional. Di mana hal tersebut terjadi karena kepala daerah itu harus merealisasikan janji-janjinya saat maju pilkada. “Inilah realitas politik yang terjadi,” tegas Hempri yang dosen Fisipol UGM ini.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai adanya keluhan seorang gubernur terkait dengan kecilnya gaji adalah aneh. Sebab kecilnya gaji kepala daerah sudah menjadi rahasia umum tapi tetap banyak yang mencalonkan.

“Pertanyaannya mengapa mencalonkan kalau gajinya kecil. Apakah kepala daerah ini mencari pekerjaan? Padahal banyak kepala daerah sebenarnya dari posisi yang bagus-bagus sebelumnya. Kalau dia mikir gaji kan tidak mau mencalonkan,” tuturnya.

Menurutnya, jabatan seperti kepala daerah merupakan sebuah panggilan dan kerja politik.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Nurdin Abdullah juga menilai menjadi kepala daerah adalah sebuah pengabdian dan tak semestinya dikaitkan dengan nominal. Jika telah menyatakan diri menjadi kepala daerah maka harus komitmen untuk mengabdi dan kerja ikhlas untuk kepentingan rakyat.(Cahya Sumirat/Iskandar Zulkarnain/Priyo Setyawan/Adi Haryanto/Suharjono/Ary Wahyu W/Agung Bakti S/Dita Angga/Suwarny Dammar)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4281 seconds (0.1#10.140)