Ngurus Sertifikat Prona di Gunungkidul Dikenakan Biaya Jutaan Rupiah
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Upaya untuk memberangus pungli dalam program nasional (Prona) penyertifikatan tanah masih sulit dilakukan. Kali ini untuk mengurus sertifikat tanah melalui Prona, warga di Gunungkidul ditarik biaya hingga jutaan rupiah.
Sumarto (75) warga Dusun Selang IV, Desa Selang, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, diminta membayar Rp3.940.000 untuk mengurus sertifikat tanah melalui Prona. Karena tidak memiliki uang, diapun terpaksa menjual tanah agar bisa ikut Prona tersebut.
"Saya terpaksa menjual tanah satu bidang, dan saya membayarnya," tuturnya kepada wartawan (13/2/2018).
Dijelaskannya untuk urusan pembayaran dia meminta anaknya, Karyati membayarnya. Kuitansi pembayaran juga diserahkan kepada perangkat desa setempat. "Sampai sekarang sertifikat juga belum jadi, uang saya bayarkan satu bulan yang lalu," imbuhnya.
Dilanjutkannya, beberapa waktu yang lalu, tanah miliknya sudah diukur petugas pertanahan bersama perangkat desa, Desa Selang. "Mereka mengatakan ini untuk Prona," kata Sumarto.
Selain Sumarto, beberapa warga juga ditarik biaya yang besarnya bervariasi. Mukiyo, warga lainnya juga demikian. Warga ini ditarik Rp1 juta untuk mengurus sertifikat tanah melalui prona. Ada lagi, warga yang ditarik Rp350 ribu.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Desa Selang Wardoyo membantah adanya pungli tersebut. Menurutnya, desa tidak melakukan pungutan sama sekali. Bahkan Pemdes juga menganggarkan dana melalui APBDes untuk pemberian honor petugas.
"Seringkali warga tidak tahu, karena untuk prona hanya pendaftaran saja, kalau ada hal lain dibayar warga melalui bank," ungkapnya.
Dia kemudian menyontohkan, pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang harus dibayar wajib pajak sendiri. Selain itu juga pajak penghasilan (PPH) dan biaya pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
"Kalau yang di atas Rp1 juta itu pajak, BPHTB. Kemudian untuk PPAT Rp125 ribu. Semua dibayar pemohon," tandasnya.
Sumarto (75) warga Dusun Selang IV, Desa Selang, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, diminta membayar Rp3.940.000 untuk mengurus sertifikat tanah melalui Prona. Karena tidak memiliki uang, diapun terpaksa menjual tanah agar bisa ikut Prona tersebut.
"Saya terpaksa menjual tanah satu bidang, dan saya membayarnya," tuturnya kepada wartawan (13/2/2018).
Dijelaskannya untuk urusan pembayaran dia meminta anaknya, Karyati membayarnya. Kuitansi pembayaran juga diserahkan kepada perangkat desa setempat. "Sampai sekarang sertifikat juga belum jadi, uang saya bayarkan satu bulan yang lalu," imbuhnya.
Dilanjutkannya, beberapa waktu yang lalu, tanah miliknya sudah diukur petugas pertanahan bersama perangkat desa, Desa Selang. "Mereka mengatakan ini untuk Prona," kata Sumarto.
Selain Sumarto, beberapa warga juga ditarik biaya yang besarnya bervariasi. Mukiyo, warga lainnya juga demikian. Warga ini ditarik Rp1 juta untuk mengurus sertifikat tanah melalui prona. Ada lagi, warga yang ditarik Rp350 ribu.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Desa Selang Wardoyo membantah adanya pungli tersebut. Menurutnya, desa tidak melakukan pungutan sama sekali. Bahkan Pemdes juga menganggarkan dana melalui APBDes untuk pemberian honor petugas.
"Seringkali warga tidak tahu, karena untuk prona hanya pendaftaran saja, kalau ada hal lain dibayar warga melalui bank," ungkapnya.
Dia kemudian menyontohkan, pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang harus dibayar wajib pajak sendiri. Selain itu juga pajak penghasilan (PPH) dan biaya pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
"Kalau yang di atas Rp1 juta itu pajak, BPHTB. Kemudian untuk PPAT Rp125 ribu. Semua dibayar pemohon," tandasnya.
(sms)