Cerita Mahasiswa Asal Medan saat Kuliah di Taiwan

Jum'at, 09 Februari 2018 - 17:18 WIB
Cerita Mahasiswa Asal Medan saat Kuliah di Taiwan
Cerita Mahasiswa Asal Medan saat Kuliah di Taiwan
A A A
SEMARANG - Seorang mahasiswi asal Medan, Sumatera Utara yang menempuh studi di Taiwan mengaku sempat syok selama kurang lebih tiga bulan karena perbedaan budaya. Sejak awal dia tidak menguasai Bahasa Mandarin sehingga kesulitan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

"Tentu awalnya sempat cultural shock (syok karena perbedaan budaya). Hampir selama tiga bulan saya harus beradaptasi dengan lingkungan. Apalagi saya nol dalam penguasaan Bahasa Mandarin," ujar Tamara Hutagalung saat pameran pendidikan Taiwan Higher Education Fair 2018 di Semarang, Jumat (9/2/2018).

Gadis manis berusia 25 tahun itu mengaku tak hanya kesulitan berkomunikasi dengan warga setempat, tetapi budaya yang cukup berbeda. Bungsu dari dua bersaudara itu pun harus belajar menambah penguasaan bahasa asing. Sebab, sebelum terbang ke Taiwan dia hanya menguasai Bahasa Inggris.

"Meski saya ambil Jurusan Graduate Institute of Educational Administration, tapi kan tidak bisa dihindari saya juga harus berkomunikasi dengan mahasiswa Taiwan di sana. Kan tidak semua mahasiswa di sana bisa berbahasa Inggris. Tapi kalau di kelas saya bahasa pengantar pendidikannya pakai Bahasa Inggris," bebernya.

Alumnus Universitas HKBP Nommensen Medan itu menyatakan, ada impian besar hingga membuatnya menempuh studi S2 di Taiwan. Meski baru setahun di Taiwan, dia menuturkan banyak mendapat manfaat tak hanya di bidang akademik, tetapi juga mempelajari kultur di negara tersebut.

"Di Taiwan itu tidak ada orang mandi pagi. Ketika mereka bangun dan pergi ke kampus atau ke kantor hanya sikat gigi. Makanya mereka heran melihat kita-kita ini (orang Indonesia) kok rajin banget mandi dua kali. Itu salah satu budaya yang kita sadari berbeda," ujarnya sembari tertawa.

Taiwan Higher Education Fair 2018 digelar secara beruntun di tiga kota besar Indonesia. Pertama pada 5 Februari diadakan di Ballroom Hotel Novotel Bandung, kemudian pada 7 Februari di University Club kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dan terakhir 9 Februari di Ballroom 1 dan 2 Crowne Plaza Hotel Semarang.

Kegiatan ini terlaksana berkat dukungan dan kerja sama antara Taiwan Education Center (TEC) Indonesia dengan sejumlah institusi pendidikan di Indonesia. Di Bandung, pelaksanaan pameran terlaksana berkat kerja sama TEC Indonesia dengan Badan Koordinasi Pendidikan Bahasa Mandarin (BKPBM) Jawa Barat.

Di Yogyakarta, pelaksanaan Taiwan Higher Education Fair 2018 berjalan karena dukungan besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan APPBMI (Asosiasi Pendidik dan Pengembang Bahasa Mandarin) Yogyakarta. Sementara di Semarang pelaksanaan pameran terjalin berkat kerjasama apik antara TEC Indonesia dengan Ikatan Citra Alumni Taiwan se-Indonesia (ICATI) Jawa Tengah.

Selain bekerja sama dengan sejumlah institusi pendidikan dalam negeri, untuk menghadirkan gelaran ini TEC Indonesia juga menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi terkemuka di Taiwan. Sedikitnya ada 20 perguruan tinggi di Taiwan ikut serta dalam penyelenggaraan pameran ini. Beberapa di antaranya adalah National Taiwan University, Tunghai University, National Sun Yat-sen University, Taipei Medical University, Providence University, dan Tzu Chi University.

Penyelenggaraan Taiwan Higher Education Fair di Indonesia bertujuan menjaga kerja sama dan kemitraan yang sudah terjalin antara Indonesia dengan Taiwan di bidang pendidikan. Pameran ini juga menjadi sebuah implementasi nyata kebijakan baru pemerintah Taiwan yakni ‘New Southbound Policy’. Di mana kebijakan ini fokus untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan di Indonesia, tentunya.

Selain itu, penyelenggaraan kegiatan ini juga bertujuan untuk membuka akses yang seluas-luasnya ke masyarakat Indonesia tentang peluang dan keuntungan yang didapat jika melanjutkan pendidikan di Taiwan. Apalagi saat ini informasi pendidikan di Taiwan masih belum banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

“Seperti contohnya, di Taiwan itu sudah ada sertifikasinya untuk makanan halal. Jadi Umat Muslim yang wisata atau sekolah di sana tidak perlu bingung untuk makan sehari-hari. Tempat untuk menjalankan ibadah salat juga mudah didapatkan di Taiwan,” jelas Chairman TEC Indonesia, Rini Lestari.

Keuntungan lainnya, jika menempuh pendidikan di Taiwan, lanjut Rini, adalah fasilitas kampus yang super sophisticated (sangat canggih). Internetnya yang murah dan cepat sekali aksesnya. Lingkungan kampus juga indah dan asri dan punya study room yang buka 24 jam jika butuh ruang belajar yang nyaman.
Cerita Mahasiswa Asal Medan saat Kuliah di Taiwan
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6886 seconds (0.1#10.140)