Didakwa Terima Suap Rp200 Juta, Eddy Rumpoko Tak Ajukan Eksepsi
A
A
A
SURABAYA - Mantan Wali Kota Batu, Jawa Timur (Jatim), Eddy Rumpoko, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jumat (2/2/2018). Suami dari Dewanti Rumpoko, wali kota Batu itu didakwa menerima suap dari pengusaha Filiphus Djap.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, ada tujuh tender yang dimenangkan oleh Filipus Djap pada 2016 melalui PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa yakni di Dinas Pendidikan (Dindik) Batu. Di antaranya, proyek pengadaan batik siswa SD dengan pagu Rp1,2 miliar dengan nilai penawaran Rp1,1 miliar.
Pengadaan batik siswa SMP Rp632,1 dengan nilai penawaran Rp614,1 juta. Pengadaan batik siswa SMA/SMK Rp867,3 juta dengan nilai penawaran Rp640, 4 juta. Pengadaan almari sudut baca SD Negeri Rp2,1 miliar penawaran Rp2 miliar, belanja seragam bawahan SMA/SMK Rp862,3 juta nilai penawaran Rp851,9, belanja seragam bawahan SMP/MTs Rp728,6 dengan nilai penawaran Rp710 juta.
Kemudian pengadaan di Dinas Pendapatan dan Badan Penanaman Modal berupa meja kerja, kursi, meja dan kursi hadap Blok B senilai Rp5 miliar nilai penawaran Rp4,929 miliar. Selanjutnya, dugaan korupsi muncul ketika Filipus Djap menyerahkan uang pada Edi Setiawan. Filipus Djap kemudian menuju ke rumah dinas Eddu Rumpoko di Jalan Panglima Sudirman 98 Kota Batu.
“Filipus Djap membawa paper bag BRI prioritas yang diperuntukkan bagi Eddy Rumpoko yang berisi uang sejumlah Rp200 juta ke ruang tunggu rumah dinas terdakwa,” kata JPU KPK, Iskandar Marwanto.
Menurut JPU, ada banyak istilah yang digunakan terdakwa dalam perkara ini. Misalnya, kendaraan Toyota New Alphard disebut dengan 'si hitam'. Mobil tersebut pemberian dari uang fee oleh Filiphus Djap. Istilah tersebut terungkap pada 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.20 WIB.
Terdakwa juga menghubungi Filiphus dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan KPK. “Dalam perkara ini, terdakwa kami jerat dengan Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1, junto pasal 64 ayat 1,” tandas Iskandar.
Sementara itu, kuasa hukum Eddy Rumpoko, Agus Dwi Warsono mengatakan, kliennya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Pihaknya memilih langsung ke pembuktian. Dia akan mengajukan sejumlah bukti-bukti meringankan bagi kliennya agar lepas dari jerat hukum. "Langsung ke pembuktian saja. Kami tidak ajukan eksepsi,” katanya saat ditemui seusai sidang.
Diketahui, Eddy Rumpoko diamankan KPK di rumah dinasnya pertengahan September 2017. Mantan orang nomor satu di Batu itu diduga menerima uang pemberian pengusaha sebesar Rp200 juta untuk pelunasan mobil Toyota Alphard.
Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setiawan dan pengusaha rekanan Pemkot Batu, Filiphus Djap juga dijadikan tersangka dalam perkara ini. Edi Setiawan diduga juga menerima suap dari Filiphus Djap sebesar Rp100 juta. Uang tersebut diduga fee dari proyek yang diterima Djap dari Pemkot Batu.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, ada tujuh tender yang dimenangkan oleh Filipus Djap pada 2016 melalui PT Dailbana Prima Indonesia dan CV Amarta Wisesa yakni di Dinas Pendidikan (Dindik) Batu. Di antaranya, proyek pengadaan batik siswa SD dengan pagu Rp1,2 miliar dengan nilai penawaran Rp1,1 miliar.
Pengadaan batik siswa SMP Rp632,1 dengan nilai penawaran Rp614,1 juta. Pengadaan batik siswa SMA/SMK Rp867,3 juta dengan nilai penawaran Rp640, 4 juta. Pengadaan almari sudut baca SD Negeri Rp2,1 miliar penawaran Rp2 miliar, belanja seragam bawahan SMA/SMK Rp862,3 juta nilai penawaran Rp851,9, belanja seragam bawahan SMP/MTs Rp728,6 dengan nilai penawaran Rp710 juta.
Kemudian pengadaan di Dinas Pendapatan dan Badan Penanaman Modal berupa meja kerja, kursi, meja dan kursi hadap Blok B senilai Rp5 miliar nilai penawaran Rp4,929 miliar. Selanjutnya, dugaan korupsi muncul ketika Filipus Djap menyerahkan uang pada Edi Setiawan. Filipus Djap kemudian menuju ke rumah dinas Eddu Rumpoko di Jalan Panglima Sudirman 98 Kota Batu.
“Filipus Djap membawa paper bag BRI prioritas yang diperuntukkan bagi Eddy Rumpoko yang berisi uang sejumlah Rp200 juta ke ruang tunggu rumah dinas terdakwa,” kata JPU KPK, Iskandar Marwanto.
Menurut JPU, ada banyak istilah yang digunakan terdakwa dalam perkara ini. Misalnya, kendaraan Toyota New Alphard disebut dengan 'si hitam'. Mobil tersebut pemberian dari uang fee oleh Filiphus Djap. Istilah tersebut terungkap pada 24 Agustus 2017 sekitar pukul 10.20 WIB.
Terdakwa juga menghubungi Filiphus dan menyampaikan pesan agar tidak melakukan transaksi terlebih dahulu karena sedang dipantau oleh tim Saber Pungli dan KPK. “Dalam perkara ini, terdakwa kami jerat dengan Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1, junto pasal 64 ayat 1,” tandas Iskandar.
Sementara itu, kuasa hukum Eddy Rumpoko, Agus Dwi Warsono mengatakan, kliennya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Pihaknya memilih langsung ke pembuktian. Dia akan mengajukan sejumlah bukti-bukti meringankan bagi kliennya agar lepas dari jerat hukum. "Langsung ke pembuktian saja. Kami tidak ajukan eksepsi,” katanya saat ditemui seusai sidang.
Diketahui, Eddy Rumpoko diamankan KPK di rumah dinasnya pertengahan September 2017. Mantan orang nomor satu di Batu itu diduga menerima uang pemberian pengusaha sebesar Rp200 juta untuk pelunasan mobil Toyota Alphard.
Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setiawan dan pengusaha rekanan Pemkot Batu, Filiphus Djap juga dijadikan tersangka dalam perkara ini. Edi Setiawan diduga juga menerima suap dari Filiphus Djap sebesar Rp100 juta. Uang tersebut diduga fee dari proyek yang diterima Djap dari Pemkot Batu.
(wib)