Kisah Karomah Syekh Jumadil Kubro
A
A
A
Syekh Jumadil Kubro merupakan seorang ulama besar yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Dia adalah salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan konon merupakan keturunan ke-10 dari al-Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.
Dalam beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya (keturunan keempat).
Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat diantaranya di makam Troloyo yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit, Mojokerto; di Jalan Arteri Yos Sudarso No 1 Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk Kota Semarang; di Dusun Turgo (dekat Plawangan, Kaliurang), Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman; di Parangtritis Gunungkidul, Yogyakarta dan di Wajo, Makassar, Sulawesi Selatan.
Makam Syekh Jumadil Kubro yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit menunjukan jika dia memiliki kedekatan dengan pejabat kerajaan Hindu terbesar tersebut.
Padahal Troloyo, merupakan makam khusus untuk penguburan kerabat raja, atau orang-orang dalam istana Majapahit. Sehingga diyakini jika Syekh Jumadil Kubro telah menyebarkan agama Islam di dalam Majapahit diera keruntuhan kerajaan tersebut.
Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto.
Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu.
Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo.
1. Maulana Malik Ibrahim, ahli Tata Negara dan pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
2. Maulana Ishak dari Samarkhan beliau putra dari Sayyid Jumadil Kubro, ahli pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
3. Maulana Jumadil Kubro, ahli militer. Berdakwah di lingkungan Kerajaan Majapahit.
4. Maulana Ahmad al Maghroby (Sunan Geseng) terkenal sebagai orang yang kuat dan sakti berdakwah di Jawa tengah.
5. Maulana Malik Isroil ahli mengatur Negara. Berdakwah di Jawa Tengah.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar ahli pengobatan dan pertanian. Berdakwah di Jawa Tengah.
7. Maulana Hasanuddin, berdakwah di Jawa Barat .
8. Maulana Alayuddin berdakwah di Jawa Barat dan Banten.
9. Syekh Subakir dari Persia (Iran) ahli supranatural (tumbal tanah angker, mengusir jin setan), tugasnya di Pulau Jawa. Di kembali ke negerinya Persia 1462 M setelah selesai tugasnya.
Rombongan Wali Songo periode I ini menunjuk Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai mufti (pemimpin).
Lalu Syekh Jumadil Kubro datang ke Nusantara bersama rombongan Wali Songo yang membuat semakin geramnya kekuatan gaib yang selama ini menguasai Pulau Jawa sebagai pusat Nusantara saat itu.
Melihat situasi keangkeran pulau Jawa yang semakin menjadi-jadi, Syekh Maulana Malik Ibrahim selaku mufti Wali Songo yang pertama ini memberikan tugas kepada Syekh Subakir salah satu anggota Wali Songo yang ahli dalam bidang metafisika (ahli mengusir jin, setan, genderuwo dan sejenisnya) untuk segera melakukan tugasnya memasang tumbal pada daerah-daerah angker di Pulau Jawa sehingga dapat melumpuhkan kekuatan-kekuatan gaib yang selama ini menguasai pulau Jawa. (Baca juga: Kisah Syekh Subakir, Penumbal Tanah Jawa)
Setelah Syekh Subakir memasang tumbal di puncak Gunung Tidar, Magelang, selanjutnya Syekh Jumadil Kubro dan semua wali membagi tugas dakwah mereka. Syekh Jumadil Kubro memilih wilayah dakwah di lingkungan kerajaan Majapahit
Karena pengaruhnya dalam memberikan pencerahan, maka Syekh Jumadil Kubro disegani para pejabat Kerajaan Majapahit. Syekh Jumadil Kubro diyakini selain menyebarkan ilmu agama juga menurunkan ilmu kedigjayaan bagi para murid-muridnya.
Sehingga tak heran saat wafat, konon Syekh Jumadil Kubro dimakamkan diantara makam pejabat Kerajaan Majapahit seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah dari Sunan Kudus) dan beberapa patih serta senopati lainnya.
Sumber :
- antonyspsi.blogspot.
- wikipedia
- biografi-tokoh-ternama
Dalam beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya (keturunan keempat).
Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat diantaranya di makam Troloyo yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit, Mojokerto; di Jalan Arteri Yos Sudarso No 1 Kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk Kota Semarang; di Dusun Turgo (dekat Plawangan, Kaliurang), Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman; di Parangtritis Gunungkidul, Yogyakarta dan di Wajo, Makassar, Sulawesi Selatan.
Makam Syekh Jumadil Kubro yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit menunjukan jika dia memiliki kedekatan dengan pejabat kerajaan Hindu terbesar tersebut.
Padahal Troloyo, merupakan makam khusus untuk penguburan kerabat raja, atau orang-orang dalam istana Majapahit. Sehingga diyakini jika Syekh Jumadil Kubro telah menyebarkan agama Islam di dalam Majapahit diera keruntuhan kerajaan tersebut.
Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto.
Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu.
Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo.
1. Maulana Malik Ibrahim, ahli Tata Negara dan pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
2. Maulana Ishak dari Samarkhan beliau putra dari Sayyid Jumadil Kubro, ahli pengobatan. Berdakwah di Jawa Timur.
3. Maulana Jumadil Kubro, ahli militer. Berdakwah di lingkungan Kerajaan Majapahit.
4. Maulana Ahmad al Maghroby (Sunan Geseng) terkenal sebagai orang yang kuat dan sakti berdakwah di Jawa tengah.
5. Maulana Malik Isroil ahli mengatur Negara. Berdakwah di Jawa Tengah.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar ahli pengobatan dan pertanian. Berdakwah di Jawa Tengah.
7. Maulana Hasanuddin, berdakwah di Jawa Barat .
8. Maulana Alayuddin berdakwah di Jawa Barat dan Banten.
9. Syekh Subakir dari Persia (Iran) ahli supranatural (tumbal tanah angker, mengusir jin setan), tugasnya di Pulau Jawa. Di kembali ke negerinya Persia 1462 M setelah selesai tugasnya.
Rombongan Wali Songo periode I ini menunjuk Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai mufti (pemimpin).
Lalu Syekh Jumadil Kubro datang ke Nusantara bersama rombongan Wali Songo yang membuat semakin geramnya kekuatan gaib yang selama ini menguasai Pulau Jawa sebagai pusat Nusantara saat itu.
Melihat situasi keangkeran pulau Jawa yang semakin menjadi-jadi, Syekh Maulana Malik Ibrahim selaku mufti Wali Songo yang pertama ini memberikan tugas kepada Syekh Subakir salah satu anggota Wali Songo yang ahli dalam bidang metafisika (ahli mengusir jin, setan, genderuwo dan sejenisnya) untuk segera melakukan tugasnya memasang tumbal pada daerah-daerah angker di Pulau Jawa sehingga dapat melumpuhkan kekuatan-kekuatan gaib yang selama ini menguasai pulau Jawa. (Baca juga: Kisah Syekh Subakir, Penumbal Tanah Jawa)
Setelah Syekh Subakir memasang tumbal di puncak Gunung Tidar, Magelang, selanjutnya Syekh Jumadil Kubro dan semua wali membagi tugas dakwah mereka. Syekh Jumadil Kubro memilih wilayah dakwah di lingkungan kerajaan Majapahit
Karena pengaruhnya dalam memberikan pencerahan, maka Syekh Jumadil Kubro disegani para pejabat Kerajaan Majapahit. Syekh Jumadil Kubro diyakini selain menyebarkan ilmu agama juga menurunkan ilmu kedigjayaan bagi para murid-muridnya.
Sehingga tak heran saat wafat, konon Syekh Jumadil Kubro dimakamkan diantara makam pejabat Kerajaan Majapahit seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah dari Sunan Kudus) dan beberapa patih serta senopati lainnya.
Sumber :
- antonyspsi.blogspot.
- wikipedia
- biografi-tokoh-ternama
(sms)