Sertifikat Diblokir, Ribuan Warga Blokade Jalan By Pass Padang
A
A
A
PADANG - Ribuan warga Kecamatan Koto Tangah, Padang berkumpul memblokade jalan dengan membakar ban mobil di Jalan Bay Pas Kilometer 15 di depan Universitas Baiturahma Padang, Jumat (26/1/2018). Akibatnya asap hitam membumbung tinggi di jalan dua jalur tersebut hal ini ditambah parah melintangkan tonggak listrik yang sudah roboh.
Amarah warga memuncak lantaran sengketa tanah seluas 765 hektare yang dihuni sekira 4.000 kepala keluarga di Kecamatan Koto Tangah yang berada di empat kelurahan tak kunjung jelas kepastian hukumnya. Padahal warga mendiami tanah tersebut memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Akibat memblokade jalan dengan api membuat truk yang hendak menuju ke luar kota dan arah ke Pelabuhan Teluk Bayur terpaksa ngetem dan ada juga yang mengambil jalur masuk ke kota yang seharusnya tidak boleh dilewati oleh truk-truk.
Masyarakat yang melakukan pemblokadean itu tergabung dalam Forum Nagari Tigo Sandiang menuntut pemerintah untuk segera memfasilitas masalah ini agar mempertemukan mereka dengan pihak yang berkonflik dan BPN.
Menurut Sekretaris Forum Nagari Tigo Sandiang, Evy Yandri Rajo Budiman konflik ini muncul setelah kaum Maboet yang mengaku ahli warisnya ada tiga Safran, Bakri, Lehar namun ini belum pasti siapa ahli warisnya.
“Seharusnya penegak hukum memastikan siapa ahli waris Maboet baru melakukan tindakan dan kami dari Forum Nagari Tiga Sandiang baru memasukkan gugatan ke Lehar tanggal 23 Januari kemarin, baru tiga hari seharusnya wilayah yang disengketakan tidak boleh diutak-atik, harus status quo jadi kenapa harus ada tindakan seolah-olah aparat dan pemerintah semuanya berpihak,” katanya, Jumat (26/1/2017)
Evy menjelaskan, kalau ini tidak dituntaskan secara hukum ini tidak selesai, dikhawatirkan ini bisa terjadi chaos.
“Kita minta hari ini Kapolres, BPN dan Wali Kota datang kesini bikin kesepakatan, bikin kepastian hukum, ini tidak boleh diutak-atik harus ada kenyamanan kepastian hukum, 4.000 sertifikat masyarakat itu produk hukum dan produk pemerintah juga,” timpalnya.
Menurunya warga yang berada diatas tanah 765 hektare itu memiliki sertifikat tanah, sertifikat tersebut legal hukumnya tapi saat ini sertifikat tersebut terblokir. “Tidak bisa dijual tidak bisa digadaikan tapi diganggu juga orang lain, kita bayar pajak, sudah turun temurun disini, ini seperti hukum rimba, kita sudah melakukan pertemuan dengan wali kota tapi tidak ada penyelesaiannya,” ungkapnya.
Bangunan diatas tanah seluas 765 hektare itu tidak hanya bangunan rumah masyarakat tapi juga bangunan instasi pemerintah termasuk Kantor Wali Kota Padang dan instansi pemerintah lainnya. “Kami hanya ingin kepastian hukum soal tanah ini, jika ini tidak selesai masyarakat akan terus bekonflik dengan pihak kaum ahli waris Maboet,” ujarnya.
Pemblokadean jalan itu terjadi ketika ada petugas BPN Padang datang ke lokasi melakukan pengukuran, saat masyarakat mengetahu ada petugas datang warga langsung marah dan mengejar petugas tersebut, lantaran tidak puas akhirnya mereka memutuskan untuk memblokade jalan.
Bahkan saat aksi terjadi ada dua armada (truk dan bus) Brimob Polda Sumbar melintas areal tersebut, melihat hal itu warga langsung meminta pasukan Brimob tersebut untuk balik arah. Agar tidak terjadi bentrok dua armada balik arah.
Berdasarkan penelusuran di lapangan konflik ini muncul dari putusan Landraad Nomor 90 tahun 1931 yang memenangkan kaum Maboed. Kemenangan Maboed diperkuat dengan Putusan Perkara Perdata Nomor 04/Pdt.G/2016/PN.Pdg melalui Mamak Kepala warisnya Lehar. Namun belakang ini tanah yang diputuskan tersebut keluar lagi sertifikat yang lain seperti rumah dan instansi pemerintah.
Hingga pukul 12.00 WIB tadi warga masih memblokade jalan, sedangkan ratusan aparat kepolisian termasuk pasukan anti huru hara berkumpul di kantor Wali Kota Padang yang berjarak sekira satu kilometer tempat jalan yang diblokade.
Amarah warga memuncak lantaran sengketa tanah seluas 765 hektare yang dihuni sekira 4.000 kepala keluarga di Kecamatan Koto Tangah yang berada di empat kelurahan tak kunjung jelas kepastian hukumnya. Padahal warga mendiami tanah tersebut memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Akibat memblokade jalan dengan api membuat truk yang hendak menuju ke luar kota dan arah ke Pelabuhan Teluk Bayur terpaksa ngetem dan ada juga yang mengambil jalur masuk ke kota yang seharusnya tidak boleh dilewati oleh truk-truk.
Masyarakat yang melakukan pemblokadean itu tergabung dalam Forum Nagari Tigo Sandiang menuntut pemerintah untuk segera memfasilitas masalah ini agar mempertemukan mereka dengan pihak yang berkonflik dan BPN.
Menurut Sekretaris Forum Nagari Tigo Sandiang, Evy Yandri Rajo Budiman konflik ini muncul setelah kaum Maboet yang mengaku ahli warisnya ada tiga Safran, Bakri, Lehar namun ini belum pasti siapa ahli warisnya.
“Seharusnya penegak hukum memastikan siapa ahli waris Maboet baru melakukan tindakan dan kami dari Forum Nagari Tiga Sandiang baru memasukkan gugatan ke Lehar tanggal 23 Januari kemarin, baru tiga hari seharusnya wilayah yang disengketakan tidak boleh diutak-atik, harus status quo jadi kenapa harus ada tindakan seolah-olah aparat dan pemerintah semuanya berpihak,” katanya, Jumat (26/1/2017)
Evy menjelaskan, kalau ini tidak dituntaskan secara hukum ini tidak selesai, dikhawatirkan ini bisa terjadi chaos.
“Kita minta hari ini Kapolres, BPN dan Wali Kota datang kesini bikin kesepakatan, bikin kepastian hukum, ini tidak boleh diutak-atik harus ada kenyamanan kepastian hukum, 4.000 sertifikat masyarakat itu produk hukum dan produk pemerintah juga,” timpalnya.
Menurunya warga yang berada diatas tanah 765 hektare itu memiliki sertifikat tanah, sertifikat tersebut legal hukumnya tapi saat ini sertifikat tersebut terblokir. “Tidak bisa dijual tidak bisa digadaikan tapi diganggu juga orang lain, kita bayar pajak, sudah turun temurun disini, ini seperti hukum rimba, kita sudah melakukan pertemuan dengan wali kota tapi tidak ada penyelesaiannya,” ungkapnya.
Bangunan diatas tanah seluas 765 hektare itu tidak hanya bangunan rumah masyarakat tapi juga bangunan instasi pemerintah termasuk Kantor Wali Kota Padang dan instansi pemerintah lainnya. “Kami hanya ingin kepastian hukum soal tanah ini, jika ini tidak selesai masyarakat akan terus bekonflik dengan pihak kaum ahli waris Maboet,” ujarnya.
Pemblokadean jalan itu terjadi ketika ada petugas BPN Padang datang ke lokasi melakukan pengukuran, saat masyarakat mengetahu ada petugas datang warga langsung marah dan mengejar petugas tersebut, lantaran tidak puas akhirnya mereka memutuskan untuk memblokade jalan.
Bahkan saat aksi terjadi ada dua armada (truk dan bus) Brimob Polda Sumbar melintas areal tersebut, melihat hal itu warga langsung meminta pasukan Brimob tersebut untuk balik arah. Agar tidak terjadi bentrok dua armada balik arah.
Berdasarkan penelusuran di lapangan konflik ini muncul dari putusan Landraad Nomor 90 tahun 1931 yang memenangkan kaum Maboed. Kemenangan Maboed diperkuat dengan Putusan Perkara Perdata Nomor 04/Pdt.G/2016/PN.Pdg melalui Mamak Kepala warisnya Lehar. Namun belakang ini tanah yang diputuskan tersebut keluar lagi sertifikat yang lain seperti rumah dan instansi pemerintah.
Hingga pukul 12.00 WIB tadi warga masih memblokade jalan, sedangkan ratusan aparat kepolisian termasuk pasukan anti huru hara berkumpul di kantor Wali Kota Padang yang berjarak sekira satu kilometer tempat jalan yang diblokade.
(sms)