PKS Tegaskan Tak Pernah Proses Nama Siswandi-Euis di Pilkada Kota Cirebon
A
A
A
BANDUNG - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membantah pernyataan Brigjen (Purn) Siswandi terkait dugaan praktik mahar politik yang dilakukan kader PKS di ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Cirebon.
Sekretaris Umum DPW PKS Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya menegaskan, DPW PKS Jabar tidak pernah memproses nama pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon Brigjen Siswandi-Euis Fetty Fatayati di Pilkada Kota Cirebon.
Sehingga, kata Abdul Hadi, mustahil DPP PKS merekomendasikan nama yang tidak diajukan oleh DPW PKS Jabar. Disebutkan Abdul Hadi, di Pilkada Kota Cirebon, pihaknya hanya memproses nama Brigjen Siswandi-Karso. Karso sendiri diketahui sebagai Ketua DPD PKS Kota Cirebon.
"Dengan demikian, kami sampaikan bahwa pemberitaan terkait adanya persyaratan materiil tertentu dari PKS kepada Bapak Siswandi yang menjadi sebab gagalnya Bapak Siswandi maju ke Pilkada Kota Cirebon tidak benar," ujar Abdul Hadi melalui telepon selulernya, Sabtu (20/1/2018).
Abdul Hadi melanjutkan, terkait dugaan praktik mahar politik yang dilakukan oleh kader PKS, pihaknya yakin hal itu tidak terjadi. Meski ada permintaan mahar politik dari oknum yang mengatasnamakan kader PKS sekalipun, menurutnya, hal itu pun bukan pelanggaran pidana.
"Kalau dilihat dari undang-undangnya, pelanggaran pidana itu terjadi ketika ada pihak yang menerima (mahar politik). Kalau ada orang yang mengaku-ngaku kader PKS dan meminta-minta (mahar politik), saya kira itu bukan pelanggaran pidana. Kalau ada yang menerima, silakan selidiki," paparnya.
Namun, saat disinggung apakah pihaknya telah menindaklanjuti pernyataan laporan Brigjen Siswandi yang memastikan bahwa yang meminta mahar politik tersebut kader PKS berinisial A dan D, Abdul Hadi mengaku pihaknya belum menindaklanjutinya.
"Belum, kami masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi yang pasti, tidak ada perintah maupun arahan dari struktur (PKS) terkait tudingan tersebut," katanya.
Abdul Hadi menambahkan, pihaknya memahami kekecewaan Brigjen Siswandi karena gagal maju ke Pilkada Kota Cirebon. Meski begitu, pihaknya kembali meyakinkan, tidak keluarnya rekomendasi PKS bagi Siswandi-Euis bukan disebabkan persoalan mahar politik, melainkan hal itu merupakan kebijakan DPP PKS semata.
"Hubungan kami dengan Pak Siswandi juga baik-baik saja. Jadi, gagalnya Pak Siswandi (maju ke Pilkada Kota Cirebon), bukan karena soal transaksional, itu murni politik," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar Yusuf Kurnia mengatakan, Bawaslu Jabar bersama Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakumdu) tengah menangani dugaan kasus mahar politik tersebut. Pihaknya telah mengumpulkan klarifikasi dari seluruh pihak yang terlibat.
Setelah semua klarifikasi diperoleh, proses selanjutnya, yakni gelar perkara dengan melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Gakumdu.
"Setelah klarifikasi ini, tentu akan dilanjutkan dengan gelar perkara dengan pihak kejaksaan dan kepolisian untuk memastikan apakah dalam kasus ini terdapat unsur pidananya atau tidak," tandas Yusuf.
Sekretaris Umum DPW PKS Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya menegaskan, DPW PKS Jabar tidak pernah memproses nama pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon Brigjen Siswandi-Euis Fetty Fatayati di Pilkada Kota Cirebon.
Sehingga, kata Abdul Hadi, mustahil DPP PKS merekomendasikan nama yang tidak diajukan oleh DPW PKS Jabar. Disebutkan Abdul Hadi, di Pilkada Kota Cirebon, pihaknya hanya memproses nama Brigjen Siswandi-Karso. Karso sendiri diketahui sebagai Ketua DPD PKS Kota Cirebon.
"Dengan demikian, kami sampaikan bahwa pemberitaan terkait adanya persyaratan materiil tertentu dari PKS kepada Bapak Siswandi yang menjadi sebab gagalnya Bapak Siswandi maju ke Pilkada Kota Cirebon tidak benar," ujar Abdul Hadi melalui telepon selulernya, Sabtu (20/1/2018).
Abdul Hadi melanjutkan, terkait dugaan praktik mahar politik yang dilakukan oleh kader PKS, pihaknya yakin hal itu tidak terjadi. Meski ada permintaan mahar politik dari oknum yang mengatasnamakan kader PKS sekalipun, menurutnya, hal itu pun bukan pelanggaran pidana.
"Kalau dilihat dari undang-undangnya, pelanggaran pidana itu terjadi ketika ada pihak yang menerima (mahar politik). Kalau ada orang yang mengaku-ngaku kader PKS dan meminta-minta (mahar politik), saya kira itu bukan pelanggaran pidana. Kalau ada yang menerima, silakan selidiki," paparnya.
Namun, saat disinggung apakah pihaknya telah menindaklanjuti pernyataan laporan Brigjen Siswandi yang memastikan bahwa yang meminta mahar politik tersebut kader PKS berinisial A dan D, Abdul Hadi mengaku pihaknya belum menindaklanjutinya.
"Belum, kami masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi yang pasti, tidak ada perintah maupun arahan dari struktur (PKS) terkait tudingan tersebut," katanya.
Abdul Hadi menambahkan, pihaknya memahami kekecewaan Brigjen Siswandi karena gagal maju ke Pilkada Kota Cirebon. Meski begitu, pihaknya kembali meyakinkan, tidak keluarnya rekomendasi PKS bagi Siswandi-Euis bukan disebabkan persoalan mahar politik, melainkan hal itu merupakan kebijakan DPP PKS semata.
"Hubungan kami dengan Pak Siswandi juga baik-baik saja. Jadi, gagalnya Pak Siswandi (maju ke Pilkada Kota Cirebon), bukan karena soal transaksional, itu murni politik," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar Yusuf Kurnia mengatakan, Bawaslu Jabar bersama Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakumdu) tengah menangani dugaan kasus mahar politik tersebut. Pihaknya telah mengumpulkan klarifikasi dari seluruh pihak yang terlibat.
Setelah semua klarifikasi diperoleh, proses selanjutnya, yakni gelar perkara dengan melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Gakumdu.
"Setelah klarifikasi ini, tentu akan dilanjutkan dengan gelar perkara dengan pihak kejaksaan dan kepolisian untuk memastikan apakah dalam kasus ini terdapat unsur pidananya atau tidak," tandas Yusuf.
(kri)