Habib Ali Al-Habsyi, Wali yang Dikagumi Ulama Indonesia

Minggu, 14 Januari 2018 - 05:00 WIB
Habib Ali Al-Habsyi,...
Habib Ali Al-Habsyi, Wali yang Dikagumi Ulama Indonesia
A A A
SETIAP tahun, Kota Solo, Jawa Tengah, selalu dibanjiri ratusan ribu orang yang datang dari penjuru daerah. Kehadiran massa sebanyak itu bukan karena momentum tahun baru atau hari libur lainnya.

Kota Solo mendadak ramai karena ada hajatan besar, peringatan wafatnya Habib Ali Al-Habsyi, seorang waliyullah kelahiran Hadramaut (Yaman) yang dikagumi banyak ulama Indonesia. Belum lama ini, 8-9 Januari 2018, kawasan Masjid Ar Riyadh di Pasar Kliwon, Solo, disesaki jamaah karena digelarnya haul Habib Ali Al Habsyi yang ke-106.

Pemkot Solo pun terpaksa menutup sejumlah jalan di sekitar Pasar Kliwon untuk mendukung kelancaran hajatan itu. Menjelang haul yang diperingati setiap 20-21 Rabiul Akhir tahun hijriyah, Solo menjadi kota yang ramai. Oleh pemerintah setempat pun menjadikan haul ini sebagai kalender resmi pariwisatanya.

Kehadiran orang-orang berpeci putih lengkap kain sarungnya menambah unik suasana Kota Solo. Semua hotel dan penginapan di Solo kebanjiran tamu. Roda ekonomi dan bisnis mendadak hidup saat itu. Begitu juga sektor transportasi tiba-tiba ramai baik angkutan darat, kereta api, maupun pesawat.

Bisa dibayangkan manakala ratusan ribu orang datang berbondong-bondong ke sebuah kota dengan waktu bersamaan. Dari tiga hari haul ini, perputaran uang di Solo mencapai Rp225 miliar. Angka ini merupakan perkiraan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Solo.

Betapa dahsyatnya efek haul Habib Ali Al-Habsyi ini. Semuanya tentu tak luput dari kuasa Ilahi yang menggerakkan alam semesta termasuk para jamaah yang datang. Untuk sisi ekonomi saja hal ini telah banyak mendatangkan manfaat.

Mulai dari hotel, penginapan, rumah makan, pasar, pusat perbelanjaan, transportasi, semuanya panen rezeki. Pertumbuhan ekonomi masyarakat pun melambung tinggi. Keluarga Habib Ali Al-Habsyi di Solo selaku tuan rumah haul juga menyiapkan sedikitnya 4 ton beras dan 280 ekor kambing untuk menyambut para tamu.

Itu baru sekilas manfaat dari sisi ekonomi. Kalau diulas lagi lebih jauh acara itu tentu menyimpan segudang berkah. Bayangkan berapa banyak jamaah yang mendapatkan karunia hidayah dan keberkahan dari acara tersebut. Haul yang diisi dengan salat shubuh berjamaah, pembacaan maulid, dzikir, sholawat dan siraman tausiyah itu tentu memberi efek positif yang luar biasa.

Penulis juga berkesempatan hadir pada haul Habib Ali Al Habsyi di Solo tahun 2017. Acara yang banyak orang menyebutnya sebagai “Haul Solo” ini selalu menjadi pusat perhatian ulama di Indonesia dan Negara tetangga.

Secara bahasa haul adalah setahun. Sedangkan secara istilah adalah peringatan satu tahun meninggalnya seseorang. Haul merupakan tradisi tahunan yang dilakukan mayoritas umat muslim Indonesia untuk mengenang jasa-jasa ulama, kiai, tokoh masyarakat dan anggota keluarga.
Habib Ali Al-Habsyi, Wali yang Dikagumi Ulama Indonesia

Kehadiran ulama dari berbagai penjuru daerah dan luar negeri menjadi salah satu daya tarik haul ini. Adapun ulama yang kerap menghadiri acara haul ini di antaranya Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), Habib Jindan bin Novel, Habib Ahmad bin Novel (Tangerang), Habib Syech Abdul Qadir Assegaf (Solo). Bahkan Tuan Guru Bajang, Muhammad Zainul Majdi (Nusa Tenggara Barat) hadir di acara haul tahun ini. Dan masih banyak lagi ulama lainnya.

Jamaah haul juga datang dari berbagai daerah mulai Papua, Kalimantan, Palembang, Medan, Aceh, Sabang, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan lainnya. Bahkan ada jamaah dari luar negeri seperti Yaman, Saudi Arabia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Siapa sebenarnya Habib Ali Al-Habsyi ini hingga begitu terkenal di Indonesia?

Habib Ali Al-Habsyi lahir di Desa Qosam, Hadramaut (Yaman) pada hari Jum’at, 24 Syawal 1259 Hijriyah bertepatan dengan 1839 Masehi. Beliau diberi nama Ali oleh Sayyid Abdullah bin Husein bin Tohir untuk mengambil berkah dari Sayidina Ali Kholi’ Qosam.

Ibunda beliau, Sayidah Alawiyah binti Husein bin Ahmad Al Hadi Al Jufri berasal dari Kota Syibam, adalah seorang yang sangat gemar mengajar dan berdakwah, dan memiliki banyak karomah. Ayahanda beliau, Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi (lahir 18 jumadil akhir 1213 H) adalah Mufti Haramain Makkah di masanya.

Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi, disebut-sebut sebagai “wali qutub” karena besarnya pengaruh dan ketinggian ilmunya. Banyak ulama mengatakannya sebagai pemimpin para wali di masanya. Habib Ali Al-Habsyi dikenal sebagai seorang muallif (pengarang) Kitab Maulid Simthud Duror yang sering dibaca dalam setiap peringatan Maulid Nabi.

Nasabnya yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu keistimewaan Habib Ali. Tak heran jika banyak ulama di dunia termasuk Indonesia hormat dan mengaguminya.

Dalam biografi dan Manaqib Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, tertulis jelas nasab Habib Ali yang terhubung langsung ke Nabi Muhammad SAW. Nasab Habib Ali Al-Habsyi ini tersambung melalui jalur nasabnya Ali Zainal Abidin bin Husein bin Fathimah az-Zahro binti Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bin Abdillah.

Manaqib yang dipublish oleh Habib Novel Alaydrus, pengasuh Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-Raudhah Solo (http://habibnovel.com) menceritakan perjalanan hidup sang waliyullah itu. Ketika Habib Ali berusia 7 tahun, ayahnya hijrah ke Mekkah bersama tiga anaknya yang telah dewasa; Abdullah, Ahmad dan Husein. Saat Habib Ali berumur 11 tahun, beliau bersama ibundanya pindah ke Seiwun, agar dapat memperdalam ilmu Fiqih dan ilmu-ilmu lainnya, sesuai perintah Habib Umar bi Hasan bin Abdullah Al-Haddad.

Dalam perjalanan ke Seiwun, Habi Ali melewati Masileh dan singgah di rumah Al-Habib Abdullah bin Husein bin Tohir. Beliau menggunakan kesempatan itu untuk menelaah kitab, mengambil ijazah dan ilbas. Di usia 17 tahun, beliau diminta ayahandanya datang ke Mekkah dan tinggal bersama ayahnya selama 2 tahun.

Setelah itu, beliau kembali lagi ke Seiwun sebagai seorang Alim dan ahli dalam pendidikan. Habib Ali memiliki banyak guru, namun guru besar beliau adalah Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Attas.
Ketika Habib Ali bertemu pertama kali dengan Habib Abu Bakar Al-Attas, terlihat tubuhnya diliputi cahaya, “Lelaki ini malaikat atau manusia,” kata Habib Ali dalam hati.

Suatu hari beliau tidak bisa lagi membendung rasa rindunya kepada gurunya, Habib Abu Bakar Al-Attas. Sesampainya Habib Ali di rumah itu, si tuan rumah memberitahu bahwa Habib Abu Bakar telah mengkasyaf kedatangannya.

Habib Abu Bakar kemudian memberinya kabar gembira bahwa kelak di Hadramaut, Habib Ali akan memperoleh Ahwal besar dan manfaat yang banyak. Setelah itu, Allah pun mengabulkan apa yang diucapkan Habib Abu Bakar Al-Attas.

Ketika Habib Ali Al-Habsyi berusia 22 tahun, ayahandanya, Habib Muhammad meninggal dunia di Mekkah. Habib Muhammad memegang jabatan Mufti Syafiiyah di Mekkah; setelah wafatnya Syeikh Al-Allamah Ahmad Dimyati tahun 1270 H. jabatan ini dipegangnya hingga beliau wafat. Beliau dimakamkan di Ma’laa di Huthoh saadah Aal Baa Alawiy. Sedangkan ibunda Habib Ali, Hababah Alawiyah binti Husein bin Ahmad Al Hadi Al Jufri wafat pada tanggal 6 Rabiuts tsani 1309 H.

Ketika berusia 37 tahun, Habib Ali membangun ribath (pondok pesantren) pertama di Hadramaut, untuk para penuntut ilmu dari dalam dan luar kota. Ribath menyerupai masjid terletak di sebelah timur halaman masjid Abdul Malik. Biaya orang-orang yang tinggal di ribath beliau tanggung sendiri.

Saat berusia 44 tahun, beliau membangun Masjid Riyadh, pada tahun 1303 H. Pada bulan Syawal 1305 H, Habib Ali menggubah sebuah syair tentang Masjid Riyadh. Beliau berkata “Dalam Masjid Riyadh terdapat cahaya rahasia dan keberkahan Nabi Muhammad SAW.”

Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang masyhur dan penuh barokah hingga kini dibaca di Hadramaut, Indonesia dan Afrika. Beliau mengarang kitab ini pada Kamis, 26 Shafar 1327 dan menyempurnakannya pada 10 Rabiulawwal 1327 Hijriyah.
Habib Ali Al-Habsyi, Wali yang Dikagumi Ulama Indonesia


Wafatnya Habib Ali Al-Habsyi

Pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, penglihatan Habib Ali semakin kabur. Dua tahun sebelum wafatnya, beliau kehilangan penglihatannya. Menjelang wafatnya, tanda yang pertama kali tampak adalah isthilam. Isthilam ini berlangsung selama 70 hari, hingga kesehatan beliau semakin buruk.

Akhirnya, pada waktu Zhuhur, Ahad, 20 Rabiuts Tsani 1333 Hijriyah bertepatan tahun 1913, ruh beliau yang suci terbang menuju “Illiyyin”. Dan pada waktu Ashar keesokkan harinya, jenasah beliau diantarkan ke kubur dalam suatu iring-iringan yang tidak ada awal dan akhirnya. Jenasah beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Riyadh.

Habib Ali Al-Habsyi meninggalkan 5 orang anak, 4 putera dan 1 puteri dari 2 orang wanita. Yang pertama seorang wanita Qosam (bernama Abdullah) dan Syarifah Fatimah binti Muhammad Maulakhela (Muhammad, Ahmad, Alwi dan Khadijah).

Di antara anaknya tersebut ada yang menetap di Kota Solo, Indonesia, yaitu Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi (ayah dari Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi). Habib Alwi bin Ali pun menyelenggarakan haul ayahnya di Kota Solo. Alhasil, masyarakat dari berbagai daerah setiap tahunnya datang berbondong-bondong menghadiri haul tersebut.

Habib Alwi membangun Masjid Riyadh di Solo pada tahun 1355 H yang kini menjadi tempat pelaksanaan haul Habib Ali Al-Habsyi. Kini, masjid tersebut ramai dikunjungi jamaah. Beliau juga menyelenggarakan kegiatan ibadah dan taklim yang biasa diamalkan oleh ayahnya.

Adapun murid Habib Ali Habsyi selain anak-anaknya sendiri yaitu ‘Abdullah, Muhammad, Ahmad dan ‘Alwi. Adik beliau Sayyid Syeikh bin Muhammad dan kemenakan beliau Sayyid Ahmad bin Syeikh.
Kemudian, Sayyid Abdullah bi Umar Asy-Syathri, Sayyid Jakfar dan Abdul Qodir bin Abdurrahman Asseggaf, Sayyid Muhammad bin Hadi bin Hasan Asseggaf, Sayyid Muhsin bin Abdullah bin Muhsin Asseggaf, Sayyid Abdullah bin Alwi bin Zien Al-Habsyi, Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur, Sayid Umar bin Tohir Al-Haddad dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan.

Murid-murid beliau yang mencapai derajat alim dalam ilmu Fiqih dan lainnya antara lain Sayyid Thoha bin ‘Abdul Qadir bin ‘Umar As-Saggaf, Sayyid ‘Umar bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad as-Saggaf, Sayyid ‘Alwi bin As-Saggaf bin Ahmad as-Saggaf, Syeikh Hasan, Syeikh Ahmad dan Syeikh Muhammad bin Muhammad Baraja. Bahkan, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta) wafat 1968 juga merupakan salah satu murid beliau.
Habib Ali Al-Habsyi, Wali yang Dikagumi Ulama Indonesia
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1557 seconds (0.1#10.140)