4 Tersangka Korupsi Dijebloskan ke Rutan Tanjungpinang
A
A
A
PINANG - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menjebloskan empat tersangka perkara korupsi Kampus Universitas Maritim Raja Haji (Umrah) senilai Rp12 miliar ke Rumah Tahanan (Rutan) Tanjungpinang, Rabu (27/12/2017).
Keempat tersangka, adalah Herry Suryadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen Umrah sekaligus Wakil Kepala Rektor 2, Hendri Gultom selaku kontraktor Pelaksana Direktur PT Jovan Karya Perkasa, Ulzana Ziezie Rachma Ardikusuma, dan Yusmawan selaku distributor.
Penahanan keempat tersangka oleh penyidik setelah menjalani pemeriksaan di kantor Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Setelah menjalani pemeriksaan beberapa jam, penyidik kemudian membawa para tersangka ke Rutan Tanjungpinang.
Jaksa menyatakan berkas perkara sudah dinyatakan lengkap. Selanjutnya, penyidik Kejati Kepri akan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang untuk segera disidangkan.
Kepala Seksi Penuntutan Pidana Khusus Kejati Kepri Siswanto mengatakan, setelah diteliti berkas perkara dari penyidik Polda Kepri dinyatakan lengkap. Dia menuturkan, dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara sebesar Rp12 miliar dari anggaran Rp30 miliar pada 2015. Perbuatan tersangka dilakukan dengan modus mark-up atau menggelembungkan anggaran proyek.
"Setelah dilihat dari segi alat bukti yang diserahkan penyidik Polda Kepri berkas sudah dinyatakan lengkap (P21)," kata Siswanto di Kejari Tanjunpinang.
Dia menuturkan, pihaknya akan segera melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan agar segera disidangkan. Pelimpahan berkas perkaranya dilaksanakan pada Januari 2018. "Januari sudah kita limpahkan berkas perkaranya ke pengadilan," ujarnya.
Di tempat sama, Cholderia Sitinjak selaku penasehat hukum tersangka Hery menyampaikan pihaknya sudah siap untuk melawan proses hukum kliennya. Menurut dia, dalam perkara ini kliennya adalah korban, sebab sebelum Hery ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen, nilai proyeknya sudah ditentukan melalui harga perkiraan sendiri (HPS) pada 29 Juli 2015.
Sementara kliennya ditunjuk pada Agustus 2015, maka dalam perkara ini seharusnya orang yang menetapkan HPS yang terlibat karena kliennya hanya pekerja. "Ada kejanggalan dalam penetapan klien saya sebagai tersangka. Secara kasat mata klien saya adalah korban," ujar Cholderia.
Keempat tersangka, adalah Herry Suryadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen Umrah sekaligus Wakil Kepala Rektor 2, Hendri Gultom selaku kontraktor Pelaksana Direktur PT Jovan Karya Perkasa, Ulzana Ziezie Rachma Ardikusuma, dan Yusmawan selaku distributor.
Penahanan keempat tersangka oleh penyidik setelah menjalani pemeriksaan di kantor Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Setelah menjalani pemeriksaan beberapa jam, penyidik kemudian membawa para tersangka ke Rutan Tanjungpinang.
Jaksa menyatakan berkas perkara sudah dinyatakan lengkap. Selanjutnya, penyidik Kejati Kepri akan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang untuk segera disidangkan.
Kepala Seksi Penuntutan Pidana Khusus Kejati Kepri Siswanto mengatakan, setelah diteliti berkas perkara dari penyidik Polda Kepri dinyatakan lengkap. Dia menuturkan, dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara sebesar Rp12 miliar dari anggaran Rp30 miliar pada 2015. Perbuatan tersangka dilakukan dengan modus mark-up atau menggelembungkan anggaran proyek.
"Setelah dilihat dari segi alat bukti yang diserahkan penyidik Polda Kepri berkas sudah dinyatakan lengkap (P21)," kata Siswanto di Kejari Tanjunpinang.
Dia menuturkan, pihaknya akan segera melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan agar segera disidangkan. Pelimpahan berkas perkaranya dilaksanakan pada Januari 2018. "Januari sudah kita limpahkan berkas perkaranya ke pengadilan," ujarnya.
Di tempat sama, Cholderia Sitinjak selaku penasehat hukum tersangka Hery menyampaikan pihaknya sudah siap untuk melawan proses hukum kliennya. Menurut dia, dalam perkara ini kliennya adalah korban, sebab sebelum Hery ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen, nilai proyeknya sudah ditentukan melalui harga perkiraan sendiri (HPS) pada 29 Juli 2015.
Sementara kliennya ditunjuk pada Agustus 2015, maka dalam perkara ini seharusnya orang yang menetapkan HPS yang terlibat karena kliennya hanya pekerja. "Ada kejanggalan dalam penetapan klien saya sebagai tersangka. Secara kasat mata klien saya adalah korban," ujar Cholderia.
(wib)