Kegaduhan Pilkada DKI Dikhawatirkan Terulang di Pilgub Jabar
A
A
A
BANDUNG - Rencana bergabungnya Partai Gerindra ke dalam poros koalisi yang dibangun bersama PKS dan PAN di ajang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018 menimbulkan kekhawatiran terulangnya kegaduhan seperti yang terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Jika terwujud, koalisi 'reuni' Gerindra, PKS, dan PAN tersebut terindikasi menggunakan arah dan pola kampanye yang sama seperti yang dilakukan di Pilkada DKI Jakarta yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pendekatan keagamaan bisa terulang di Pilgub Jabar jika Gerindra, PKS, dan PAN menghendakinya.
"Ada indikasi ke arah sana," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi melalui sambungan telepon selulernya, Selasa (12/12/2017).
Kekhawatiran tersebut diperkuat pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Jabar yang ingin mengulang koalisi Pilkada DKI Jakarta di Pilgub Jabar 2018. "Kalau isunya agama, susah untuk mengatakan tidak. Bahwa ini efektif, betul," katanya.
Saat ini, lanjut Muradi, tinggal menunggu sikap Gerindra dan koalisinya, apakah akan tetap menggunakan pendekatan keagamaan atau tidak. Dia berharap, pendekatan agama tidak terjadi di Pilgub Jabar 2018 karena hanya akan merusak tatanan masyarakat di Jabar. "Gerindra harusnya tidak menggunakan hal-hal seperti itu," ujarnya.
Namun, jika hal itu terjadi, Muradi mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpancing oleh isu-isu yang dimunculkan dengan tetap mengedepankan kebersamaan. "Harus sama-sama menjaga kebinekaan," tegasnya.
Disinggung langkah-langkah yang harus dilakukan koalisi parpol pesaing koalisi Gerindra jika hal itu terjadi, menurutnya pesaing koalisi Gerindra harus bisa meng-counter isu-isu keagamaan yang dimunculkan. Salah satu yang terpenting dengan mengusung calon yang memiliki kultur keagamaan yang kuat.
Sebagai contoh, kata dia, Ridwan Kamil yang diusung parpol koalisi pesaing koalisi Gerindra harus memilih calon wakil gubernur berlatar belakang religius atau ulama mengingat sebagian besar penduduk di Jabar muslim.
"Emil (Ridwan Kamil) harus mencari wakil yang bisa meng-counter isu itu di masyarakat. (Sosok wakil dari kalangan) ulama yang mampu meng-counter itu," tandasnya.
Jika terwujud, koalisi 'reuni' Gerindra, PKS, dan PAN tersebut terindikasi menggunakan arah dan pola kampanye yang sama seperti yang dilakukan di Pilkada DKI Jakarta yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pendekatan keagamaan bisa terulang di Pilgub Jabar jika Gerindra, PKS, dan PAN menghendakinya.
"Ada indikasi ke arah sana," kata pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi melalui sambungan telepon selulernya, Selasa (12/12/2017).
Kekhawatiran tersebut diperkuat pernyataan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Jabar yang ingin mengulang koalisi Pilkada DKI Jakarta di Pilgub Jabar 2018. "Kalau isunya agama, susah untuk mengatakan tidak. Bahwa ini efektif, betul," katanya.
Saat ini, lanjut Muradi, tinggal menunggu sikap Gerindra dan koalisinya, apakah akan tetap menggunakan pendekatan keagamaan atau tidak. Dia berharap, pendekatan agama tidak terjadi di Pilgub Jabar 2018 karena hanya akan merusak tatanan masyarakat di Jabar. "Gerindra harusnya tidak menggunakan hal-hal seperti itu," ujarnya.
Namun, jika hal itu terjadi, Muradi mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpancing oleh isu-isu yang dimunculkan dengan tetap mengedepankan kebersamaan. "Harus sama-sama menjaga kebinekaan," tegasnya.
Disinggung langkah-langkah yang harus dilakukan koalisi parpol pesaing koalisi Gerindra jika hal itu terjadi, menurutnya pesaing koalisi Gerindra harus bisa meng-counter isu-isu keagamaan yang dimunculkan. Salah satu yang terpenting dengan mengusung calon yang memiliki kultur keagamaan yang kuat.
Sebagai contoh, kata dia, Ridwan Kamil yang diusung parpol koalisi pesaing koalisi Gerindra harus memilih calon wakil gubernur berlatar belakang religius atau ulama mengingat sebagian besar penduduk di Jabar muslim.
"Emil (Ridwan Kamil) harus mencari wakil yang bisa meng-counter isu itu di masyarakat. (Sosok wakil dari kalangan) ulama yang mampu meng-counter itu," tandasnya.
(zik)