Detik-Detik Gelombang Laut Terjang Permukiman di Pesisir Semarang
A
A
A
SEMARANG - Banjir akibat gelombang laut yang menerjang permukiman di pesisir Semarang, Jawa Tengah, pekan lalu masih lekat di ingatan warga. Mereka harus berjuang menyelamatkan diri bersama anak-anak menuju tempat yang dianggap aman.
Saat itu, malam Jumat Kliwon bertepatan dengan pengujung Bulan November. Hujan yang terjadi sejak sore hingga malam, membuat warga lebih banyak berdiam diri di rumah. Jika terpaksa harus pergi, kebanyakan hanya untuk membeli makanan.
Peristiwa kelam itu masih terekam jelas di benak Slamet Riyadi, Ketua RW 16 Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara. Pandangannya sesekali tampak kosong sambil menghela napas panjang saat menceritakan banjir besar di kampungnya.
"Malem itu, malam Jumat Kliwon 1 Desember. Pas akhir Bulan November. Malam hari hujan gerimis seperti biasa, karena sekarang kan memasuki musim hujan, jadi ya dikira wajar saja," ujar Slamet, Selasa (5/12/2017).
Suasana dingin rintik hujan, membuat warga lebih cepat beranjak ke peraduan untuk beristirahat. Hingga tengah malam, hujan masih awet mengguyur.
Tidur lelap warga mulai terganggu pukul 02.00 WIB, saat gelombang laut pasang. Perlahan genangan air meningkat di luar rumah, mulai dari selokan hingga jalan-jalan kampung. Tak berselang lama, banjir air asin itu mulai masuk ke rumah warga.
"Memasuki jam 2 dini hari, terjadi air pasang. Awalnya warga juga mengira hanya rob biasa, seperti hari-hari biasa, tapi tambah pagi tambah besar. Bahkan disertai ombak, hingga membuat warga panik," ceritanya.
Selepas Subuh, banjir semakin tinggi. Bahkan di dalam rumah ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. Warga pun bergegas menyelamatkan diri dan menggendong anak-anak ke tempat yang dianggap aman.
Namun, suara tangisan anak-anak menambah panik suasana pagi itu. Mereka ketakutan melihat banjir yang semakin tinggi. Apalagi, sesekali terjadi gelombang hingga warga harus berpegangan erat ke benda-benda di sekitarnya agar tak terbawa arus.
"Warga dan ibu-ibu harus menyelamatkan anak-anak. Sebagian bapak-bapak menyelamatkan perahu-perahu dari gempuran ombak untuk diikat di tembok-tembok. Makanya banyak perabot yang hilang karena tidak sempat diselamatkan. Kacau sekali suasana pagi itu," ungkapnya.
Banjir berlangsung cukup lama, karena baru surut menjelang siang. Meski demikian, warga belum kembali ke rumah masing-masing karena khawatir terjadi banjir susulan. Selain itu, banyak material sampah yang tertinggal di dalam rumah.
Sejumlah rumah warga rusak parah, karena dinding temboknya jebol dihantam gelombang. Mereka pun harus mengais barang-barang sisa banjir yang masih bisa dimanfaatkan. Kondisi rumah yang masih tergenang banjir membuat warga tak bisa memasak.
"Kami menerima bantuan nasi bungkus pada siang harinya. Sampai saat ini belum ada bantuan selain dari Perindo. Ini ada mi instan, pakaian, selimut yang dibagikan kepada warga. Terima kasih kami kepada Perindo. Semoga Partai Perindo tetap jaya dan sukses selalu," ucapnya penuh semangat.
Saat itu, malam Jumat Kliwon bertepatan dengan pengujung Bulan November. Hujan yang terjadi sejak sore hingga malam, membuat warga lebih banyak berdiam diri di rumah. Jika terpaksa harus pergi, kebanyakan hanya untuk membeli makanan.
Peristiwa kelam itu masih terekam jelas di benak Slamet Riyadi, Ketua RW 16 Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara. Pandangannya sesekali tampak kosong sambil menghela napas panjang saat menceritakan banjir besar di kampungnya.
"Malem itu, malam Jumat Kliwon 1 Desember. Pas akhir Bulan November. Malam hari hujan gerimis seperti biasa, karena sekarang kan memasuki musim hujan, jadi ya dikira wajar saja," ujar Slamet, Selasa (5/12/2017).
Suasana dingin rintik hujan, membuat warga lebih cepat beranjak ke peraduan untuk beristirahat. Hingga tengah malam, hujan masih awet mengguyur.
Tidur lelap warga mulai terganggu pukul 02.00 WIB, saat gelombang laut pasang. Perlahan genangan air meningkat di luar rumah, mulai dari selokan hingga jalan-jalan kampung. Tak berselang lama, banjir air asin itu mulai masuk ke rumah warga.
"Memasuki jam 2 dini hari, terjadi air pasang. Awalnya warga juga mengira hanya rob biasa, seperti hari-hari biasa, tapi tambah pagi tambah besar. Bahkan disertai ombak, hingga membuat warga panik," ceritanya.
Selepas Subuh, banjir semakin tinggi. Bahkan di dalam rumah ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. Warga pun bergegas menyelamatkan diri dan menggendong anak-anak ke tempat yang dianggap aman.
Namun, suara tangisan anak-anak menambah panik suasana pagi itu. Mereka ketakutan melihat banjir yang semakin tinggi. Apalagi, sesekali terjadi gelombang hingga warga harus berpegangan erat ke benda-benda di sekitarnya agar tak terbawa arus.
"Warga dan ibu-ibu harus menyelamatkan anak-anak. Sebagian bapak-bapak menyelamatkan perahu-perahu dari gempuran ombak untuk diikat di tembok-tembok. Makanya banyak perabot yang hilang karena tidak sempat diselamatkan. Kacau sekali suasana pagi itu," ungkapnya.
Banjir berlangsung cukup lama, karena baru surut menjelang siang. Meski demikian, warga belum kembali ke rumah masing-masing karena khawatir terjadi banjir susulan. Selain itu, banyak material sampah yang tertinggal di dalam rumah.
Sejumlah rumah warga rusak parah, karena dinding temboknya jebol dihantam gelombang. Mereka pun harus mengais barang-barang sisa banjir yang masih bisa dimanfaatkan. Kondisi rumah yang masih tergenang banjir membuat warga tak bisa memasak.
"Kami menerima bantuan nasi bungkus pada siang harinya. Sampai saat ini belum ada bantuan selain dari Perindo. Ini ada mi instan, pakaian, selimut yang dibagikan kepada warga. Terima kasih kami kepada Perindo. Semoga Partai Perindo tetap jaya dan sukses selalu," ucapnya penuh semangat.
(zik)