Pilgub Jatim Bisa Diikuti Tiga Pasangan Calon
A
A
A
JAKARTA - Partai Kebangkitan dan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi mengusung Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas untuk bertarung dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) 2018 mendatang.
Secara administratif, dukungan kedua partai politik (parpol) ini sangat lebih dari cukup. PKB di DPRD Jatim memiliki 20 kursi. Sedangkan PDIP 19 kursi. Padahal syarat minimal bagi parpol untuk mengusung calon sendiri adalah 20 kursi.
Bergabungnya dua partai besar ini membawa optimisme yang besar pula bahwa kemenangan seolah-olah sudah di depan mata. Apalagi pasangan calon (paslon) yang mereka usung bukan orang sembarangan.
Saifullah Yusuf adalah wakil gubernur Jatim yang sudah menjabat dua kali periode. Selain itu, mantan Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor itu juga dikenal dekat dengan kalangan kiai dan santri di Jatim, terutama wilayah Tapal Kuda.
Sementara Abdullah Azwar Anas saat ini menjabat sebagai Bupati Banyuwangi dan sudah memasuki dua periode. Sosok pemimpin muda ini meraih seabrek prestasi dalam membangun wilayahnya. Dulu Banyuwangi dikelan sebagai daerah mistis atau santet. Kini berubah menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia.
Namun, popularitas pasangan calon ini tidak cukup untuk meraih kursi orang nomor satu di Jatim. Apalagi lawannya juga bukan orang sembarangan. Dia adalah Khofifah Indar Parawansa, menteri sosial yang belakangan terus memperkuat basis dukungannya di Jatim, terutama kaum perempuan.
Dua kali kalah dalam Pilgub Jatim tak menyurutkan semangat alumnus Universitas Airlangga (Unair) ini untuk kembali bertarung dalam Pilgub Jatim 2018.
Mengetahui calon lawan adalah juga orang kuat, PKB dan PDIP pun rutin menggelar konsolidasi untuk menyusun strategi pemenangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas.
Pada Sabtu 4 November 2017 lalu, kedua partai ini menggelar konsolidasi di kantor DPW PKB Jatim, Jalan Ketintang Madya. Salah satu keputusan dari pertemuan ini, menunjuk tokoh yang dikenal masyarakat di tingkat provinsi atau kabupaten/kota untuk menjadi ketua tim pemenangan.
Sebaliknya, ketua pengurus dari tingkat provinsi sampai DPC tidak boleh menjadi ketua atau pengurus tim pemenangan. “Pengurus tidak masuk tim pemenangan untuk memudahkan pergerakan,” kata Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi.
Untuk nama-nama tokoh yang akan ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan, Kusnadi masih merahasiakan. Tokoh bisa berasal dari usulah PKB ataupun PDIP sendiri. Semua masih akan dimatangkan lagi.
Yang pasti target utamanya adalah kemenangan. Kalau untuk juru kampanye (jurkam), pihaknya akan memaksimalkan potensi seluruh kader partai. Bahkan seorang kepala daerah yang merupakan kader PDIP atau PKB bisa menjadu juru kampanye. “Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) juga bisa menjadi juru kampanye,” ujar Kusnadi.
Terkait dukungan partai, Kusnadi mengaku tetap membuka peluang koalisi dengan partai lain. Meski PKB dan PDIP sudah lebih dari cukup, namun ketika jumlah partai yang mengusung lebih banyak, maka potensi kemenangan juga akan semakin besar.
Sejauh ini, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan partai lain seperti Partai Golkar, Gerindra, PAN, PPP dan juga PKS. “Pintu partai lain untuk bergabung mendukung Saifullah Yusuf-Azwar Anas masih tetap terbuka,” terangnya.
Terpisah, Ketua DPW PKB Jatim, Abdul Halim Iskandar mengaku, pihaknya menggandeng PDIP karena menilai kekuatan bersama PDIP adalah upaya menyatukan potensi politik Jatim yang selama ini stabil dan kondusif. Stabilitas politik inilah yang bisa mengantarkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Jatim.
“Kami juga tidak ingin hanya dua partai saja yang mengusung Saifullah Yusuf-Azwar Anas. PKB dan PDIP tidak ingin menguasai Jatim, tapi membangun dengan merangkul semua yang ada. Seperti slogan saya sejak dulu, holopis kuntul baris,” kata Halim.
Terkait dukungan struktural, sejumlah badan otonom (banom) NU mulai condong mengarahkan dukunganya ke pasangan Saifullah Yusuf-Azwar Anas. Baik itu Muslimat NU dan juga Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
GP Ansor misalnya, dalam rapat kerja wilayah IV di Kantor PWNU Jatim menyatakan menunggu arahan dari PWNU Jatim. Entah itu mendukung salah satu calon atau bersikap netral. Tapi, Ketua PWNU Jatim Mutawakkil Alallah dalam acara-acara secara verbal menyatakan dukungannya ke Saifullah Yusuf-Azwar Anas.
“Semua warga NU solid mendukung Gus Ipul-Azwar Anas. Hasil laporan DPC masyarakat umum juga menyambut baik pasangan ini,” tandas Halim.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPW PKB Jatim Thoriqul Haq menambahkan, koalisi PKB-PDIP yang dia sebut sebagai koalisi merah putih saat ini fokus membentuk struktur tim pemenangan. Tim ini akan bersama-sama berkoordinasi dengan semua pihak termasuk dengan relawan, komunitas maupun potensi pemilih di Jatim.
“Bagi PKB dan PDIP, memenangkan Gus Ipul- Anas hukumnya adalah fardhu ain," ujarnya.
Di sisi lain, Partai Demokrat resmi mengusung Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa sebagai cagub Jatim. Mengingat partai berlambang bintang mercy itu memiliki 13 kursi di DPRD Jatim, maka Partai Demokrat menghendaki pendamping Khofifah adalah kadernya.
“Kalaupun bukan kader sendiri, orang yang ingin mendampingi Khofifah harus memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Demokrat,” kata Ketua DPD Partai Demokrat Jatim, Soekarwo.
Saat ini, ada tiga parpol yang resmi mengusung Khofifah, yakni Partai Demokrat 13 kursi, Partai Golkar 11 kursi dan Partai Nasdem empat kursi. Sejauh ini pihaknya masih menggodok sejumlah nama yang akan menjadi cawagub.
Di antaranya, mantan Bupati Ngawi sekaligus Direktur RSUD Dr Soetomo, Harsono dan Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Heru Tjahjono. Nama-nama tersebut dipilih untuk memperkuat basis wilayah Mataraman.
“Kalapun Mas Agus (Agus Harimurti Yudhoyono-red) dia kan untuk skala nasional,” ujar Pakde Karwo, sapaan Soekarwo.
Terkait alasan mengusung Khofifah, Soekarwo mengaku Pilgub Jatim ini sudah menjadi wewenang dari DPP Partai Demokrat. Keputusan partainya mendukung Ketua Umum PP Muslimat NU itu sudah melalui mekanisme pembahasan di tingkat Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat.
Dalam waktu dekat, Soekarwo akan mengumpulkan seluruh pengurus 38 DPC Partai Demokrat serta kadernya untuk berkoordinasi mengenai strategi memenangkan Khofifah.
“Pilgub itu ranahnya DPP, DPD tidak bisa ikut-ikutan,” terangnya.
Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W Utomo berpendapat, langkah tepat untuk mendulang suara dari generasi milenial adalah dengan memunculkan figur milenial pula.
Menurut dia, kunci kemenangan Pilgub Jatim ada di kaum ini. Saat ini sosok yang digadang-gadang melawan dominasi Gus Ipul dan Khofifah adalah Bupati Trenggalek, Emil Dardak. “Peluang ini tampaknya harus dibaca oleh Gerindra, PAN dan PKS yang hingga saat ini belum memunculkan kandidat,” tuturnya.
Di sisi lain, pengajar di Pascasarjana Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya ini mencium adanya gesekan pendukung antarkandidat. Diketahui, baik Gus Ipul maupun Khofifah sama-sama berlatar belakang NU. Sejumlah kiai juga terbelah dengan mendukung salah satu calon tertentu.
"Saya kira, PBNU sebagai lembaga tertinggi NU harus ada kebijaksanaan struktural dengan melakukan konsolidasi kembali ke khittah NU agar tak terlibat proses politik praktis,” katanya.
Kalau tidak, lanjut dia, organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia itu akan rugi sendiri karena akan ditinggal umatnya. Kebijaksanaan kultural NU adalah dengan sowan meminta pendapat atau petunjuk ulama yang lebih dituakan. Tradisi seperti inu juga mulai ditinggalkan kiai-kiai NU.
“Kiai seharusnya tetap menjadi simbol kultural, penjaga moral dan penyeimbang dalam masyarakat.
Bukan malah sebaliknya, terlibat proses teknis politik. Ini justru akan menggerus kewibawaan kiai,” katanya.
CEO Lembaga survei The Initiative Institute (TII) menganggap persaingan kader-kader Nahdlatul Ulama (NU) dalam Pilgub Jatim tidak akan memecah belah organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia itu.
Menurut dia, NU secara organisasi telah memiliki dasar yang solid sebagai organisasi agama berbasis kultural sehingga perbedaan politik kenegaraan antarkader tak akan serta merta memecah belah NU.
“Banyaknya keterlibatan kader NU dalam Pilgub Jatim itu justru membuktikan kualitas kader-kader NU,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo mengatakan, pemilih saat ini jenuh dengan rivalitas dua kandidat, yakni Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul dan Khofifah.
Untuk merangsang pemilih, perlu kandidat baru untuk mengisi poros ketiga. Ini untuk meraup peluang besar yakni 15 juta pemilih generasi milenial atau pemuda yang akrab dengan media sosial dan gadget. “Kemungkinan munculnya poros ketiga sangat tinggi,” katanya.
Terpisah, La Nyalla Mahmud Mattalitti optimistis akan meraih dukungan dari partai yang saat ini belum memutuskan mengusung cagub. Diantaranya dari Partai Gerindra, PKS dan PAN. Saat ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim itu tetap rutin berkomunikasi dengan ketiga partai tersebut.
Di sisi lain, dia juga konsisten menyapa masyarakat. Selama berbulan-bulan dia keliling Jatim untuk mendapat dukungan masyarakat. “Saya yakin akan didukung Partai Gerindra. Kemudian ada PAN,” katanya.
Partai Gerindra dan PAN oleh La Nyalla dianggap sudah cukup untuk bisa mengusung calon sendiri. Diketahui, di DPRD Jatim, Partai Gerindra mendapat 13 kursi dan PAN tujuh kursi. Artinya, sudah ada 20 kursi yang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memenuhi syarat minimal mengusung calon.
“Saya memasang baliho di seluruh jalan-jalan di Jatim. Itu bukti saya serius maju. Kalaupun nanti tidak ada partai yang mengusung saya, saya akan maju lewat independen. Tapi itu nanti,” ujarnya.
Wakil Ketua DPW Partai Girindra Jatim Anwar Sadad mengatakan secara singkat, tiap parpol punya strategi sendiri dalam menentukan waktu dan momentum.
Secara administratif, dukungan kedua partai politik (parpol) ini sangat lebih dari cukup. PKB di DPRD Jatim memiliki 20 kursi. Sedangkan PDIP 19 kursi. Padahal syarat minimal bagi parpol untuk mengusung calon sendiri adalah 20 kursi.
Bergabungnya dua partai besar ini membawa optimisme yang besar pula bahwa kemenangan seolah-olah sudah di depan mata. Apalagi pasangan calon (paslon) yang mereka usung bukan orang sembarangan.
Saifullah Yusuf adalah wakil gubernur Jatim yang sudah menjabat dua kali periode. Selain itu, mantan Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor itu juga dikenal dekat dengan kalangan kiai dan santri di Jatim, terutama wilayah Tapal Kuda.
Sementara Abdullah Azwar Anas saat ini menjabat sebagai Bupati Banyuwangi dan sudah memasuki dua periode. Sosok pemimpin muda ini meraih seabrek prestasi dalam membangun wilayahnya. Dulu Banyuwangi dikelan sebagai daerah mistis atau santet. Kini berubah menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di Indonesia.
Namun, popularitas pasangan calon ini tidak cukup untuk meraih kursi orang nomor satu di Jatim. Apalagi lawannya juga bukan orang sembarangan. Dia adalah Khofifah Indar Parawansa, menteri sosial yang belakangan terus memperkuat basis dukungannya di Jatim, terutama kaum perempuan.
Dua kali kalah dalam Pilgub Jatim tak menyurutkan semangat alumnus Universitas Airlangga (Unair) ini untuk kembali bertarung dalam Pilgub Jatim 2018.
Mengetahui calon lawan adalah juga orang kuat, PKB dan PDIP pun rutin menggelar konsolidasi untuk menyusun strategi pemenangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas.
Pada Sabtu 4 November 2017 lalu, kedua partai ini menggelar konsolidasi di kantor DPW PKB Jatim, Jalan Ketintang Madya. Salah satu keputusan dari pertemuan ini, menunjuk tokoh yang dikenal masyarakat di tingkat provinsi atau kabupaten/kota untuk menjadi ketua tim pemenangan.
Sebaliknya, ketua pengurus dari tingkat provinsi sampai DPC tidak boleh menjadi ketua atau pengurus tim pemenangan. “Pengurus tidak masuk tim pemenangan untuk memudahkan pergerakan,” kata Ketua DPD PDIP Jatim Kusnadi.
Untuk nama-nama tokoh yang akan ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan, Kusnadi masih merahasiakan. Tokoh bisa berasal dari usulah PKB ataupun PDIP sendiri. Semua masih akan dimatangkan lagi.
Yang pasti target utamanya adalah kemenangan. Kalau untuk juru kampanye (jurkam), pihaknya akan memaksimalkan potensi seluruh kader partai. Bahkan seorang kepala daerah yang merupakan kader PDIP atau PKB bisa menjadu juru kampanye. “Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) juga bisa menjadi juru kampanye,” ujar Kusnadi.
Terkait dukungan partai, Kusnadi mengaku tetap membuka peluang koalisi dengan partai lain. Meski PKB dan PDIP sudah lebih dari cukup, namun ketika jumlah partai yang mengusung lebih banyak, maka potensi kemenangan juga akan semakin besar.
Sejauh ini, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan partai lain seperti Partai Golkar, Gerindra, PAN, PPP dan juga PKS. “Pintu partai lain untuk bergabung mendukung Saifullah Yusuf-Azwar Anas masih tetap terbuka,” terangnya.
Terpisah, Ketua DPW PKB Jatim, Abdul Halim Iskandar mengaku, pihaknya menggandeng PDIP karena menilai kekuatan bersama PDIP adalah upaya menyatukan potensi politik Jatim yang selama ini stabil dan kondusif. Stabilitas politik inilah yang bisa mengantarkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Jatim.
“Kami juga tidak ingin hanya dua partai saja yang mengusung Saifullah Yusuf-Azwar Anas. PKB dan PDIP tidak ingin menguasai Jatim, tapi membangun dengan merangkul semua yang ada. Seperti slogan saya sejak dulu, holopis kuntul baris,” kata Halim.
Terkait dukungan struktural, sejumlah badan otonom (banom) NU mulai condong mengarahkan dukunganya ke pasangan Saifullah Yusuf-Azwar Anas. Baik itu Muslimat NU dan juga Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
GP Ansor misalnya, dalam rapat kerja wilayah IV di Kantor PWNU Jatim menyatakan menunggu arahan dari PWNU Jatim. Entah itu mendukung salah satu calon atau bersikap netral. Tapi, Ketua PWNU Jatim Mutawakkil Alallah dalam acara-acara secara verbal menyatakan dukungannya ke Saifullah Yusuf-Azwar Anas.
“Semua warga NU solid mendukung Gus Ipul-Azwar Anas. Hasil laporan DPC masyarakat umum juga menyambut baik pasangan ini,” tandas Halim.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPW PKB Jatim Thoriqul Haq menambahkan, koalisi PKB-PDIP yang dia sebut sebagai koalisi merah putih saat ini fokus membentuk struktur tim pemenangan. Tim ini akan bersama-sama berkoordinasi dengan semua pihak termasuk dengan relawan, komunitas maupun potensi pemilih di Jatim.
“Bagi PKB dan PDIP, memenangkan Gus Ipul- Anas hukumnya adalah fardhu ain," ujarnya.
Di sisi lain, Partai Demokrat resmi mengusung Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa sebagai cagub Jatim. Mengingat partai berlambang bintang mercy itu memiliki 13 kursi di DPRD Jatim, maka Partai Demokrat menghendaki pendamping Khofifah adalah kadernya.
“Kalaupun bukan kader sendiri, orang yang ingin mendampingi Khofifah harus memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Demokrat,” kata Ketua DPD Partai Demokrat Jatim, Soekarwo.
Saat ini, ada tiga parpol yang resmi mengusung Khofifah, yakni Partai Demokrat 13 kursi, Partai Golkar 11 kursi dan Partai Nasdem empat kursi. Sejauh ini pihaknya masih menggodok sejumlah nama yang akan menjadi cawagub.
Di antaranya, mantan Bupati Ngawi sekaligus Direktur RSUD Dr Soetomo, Harsono dan Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Heru Tjahjono. Nama-nama tersebut dipilih untuk memperkuat basis wilayah Mataraman.
“Kalapun Mas Agus (Agus Harimurti Yudhoyono-red) dia kan untuk skala nasional,” ujar Pakde Karwo, sapaan Soekarwo.
Terkait alasan mengusung Khofifah, Soekarwo mengaku Pilgub Jatim ini sudah menjadi wewenang dari DPP Partai Demokrat. Keputusan partainya mendukung Ketua Umum PP Muslimat NU itu sudah melalui mekanisme pembahasan di tingkat Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat.
Dalam waktu dekat, Soekarwo akan mengumpulkan seluruh pengurus 38 DPC Partai Demokrat serta kadernya untuk berkoordinasi mengenai strategi memenangkan Khofifah.
“Pilgub itu ranahnya DPP, DPD tidak bisa ikut-ikutan,” terangnya.
Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W Utomo berpendapat, langkah tepat untuk mendulang suara dari generasi milenial adalah dengan memunculkan figur milenial pula.
Menurut dia, kunci kemenangan Pilgub Jatim ada di kaum ini. Saat ini sosok yang digadang-gadang melawan dominasi Gus Ipul dan Khofifah adalah Bupati Trenggalek, Emil Dardak. “Peluang ini tampaknya harus dibaca oleh Gerindra, PAN dan PKS yang hingga saat ini belum memunculkan kandidat,” tuturnya.
Di sisi lain, pengajar di Pascasarjana Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya ini mencium adanya gesekan pendukung antarkandidat. Diketahui, baik Gus Ipul maupun Khofifah sama-sama berlatar belakang NU. Sejumlah kiai juga terbelah dengan mendukung salah satu calon tertentu.
"Saya kira, PBNU sebagai lembaga tertinggi NU harus ada kebijaksanaan struktural dengan melakukan konsolidasi kembali ke khittah NU agar tak terlibat proses politik praktis,” katanya.
Kalau tidak, lanjut dia, organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia itu akan rugi sendiri karena akan ditinggal umatnya. Kebijaksanaan kultural NU adalah dengan sowan meminta pendapat atau petunjuk ulama yang lebih dituakan. Tradisi seperti inu juga mulai ditinggalkan kiai-kiai NU.
“Kiai seharusnya tetap menjadi simbol kultural, penjaga moral dan penyeimbang dalam masyarakat.
Bukan malah sebaliknya, terlibat proses teknis politik. Ini justru akan menggerus kewibawaan kiai,” katanya.
CEO Lembaga survei The Initiative Institute (TII) menganggap persaingan kader-kader Nahdlatul Ulama (NU) dalam Pilgub Jatim tidak akan memecah belah organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia itu.
Menurut dia, NU secara organisasi telah memiliki dasar yang solid sebagai organisasi agama berbasis kultural sehingga perbedaan politik kenegaraan antarkader tak akan serta merta memecah belah NU.
“Banyaknya keterlibatan kader NU dalam Pilgub Jatim itu justru membuktikan kualitas kader-kader NU,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo mengatakan, pemilih saat ini jenuh dengan rivalitas dua kandidat, yakni Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul dan Khofifah.
Untuk merangsang pemilih, perlu kandidat baru untuk mengisi poros ketiga. Ini untuk meraup peluang besar yakni 15 juta pemilih generasi milenial atau pemuda yang akrab dengan media sosial dan gadget. “Kemungkinan munculnya poros ketiga sangat tinggi,” katanya.
Terpisah, La Nyalla Mahmud Mattalitti optimistis akan meraih dukungan dari partai yang saat ini belum memutuskan mengusung cagub. Diantaranya dari Partai Gerindra, PKS dan PAN. Saat ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim itu tetap rutin berkomunikasi dengan ketiga partai tersebut.
Di sisi lain, dia juga konsisten menyapa masyarakat. Selama berbulan-bulan dia keliling Jatim untuk mendapat dukungan masyarakat. “Saya yakin akan didukung Partai Gerindra. Kemudian ada PAN,” katanya.
Partai Gerindra dan PAN oleh La Nyalla dianggap sudah cukup untuk bisa mengusung calon sendiri. Diketahui, di DPRD Jatim, Partai Gerindra mendapat 13 kursi dan PAN tujuh kursi. Artinya, sudah ada 20 kursi yang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memenuhi syarat minimal mengusung calon.
“Saya memasang baliho di seluruh jalan-jalan di Jatim. Itu bukti saya serius maju. Kalaupun nanti tidak ada partai yang mengusung saya, saya akan maju lewat independen. Tapi itu nanti,” ujarnya.
Wakil Ketua DPW Partai Girindra Jatim Anwar Sadad mengatakan secara singkat, tiap parpol punya strategi sendiri dalam menentukan waktu dan momentum.
(dam)